Kapan Prabowo Beli Lahan Seluas 120 Ribu Hektare di Aceh?

Prabowo Subianto yang senang mengungkapkan teori kelas ini tidak disangka memiliki ratusan ribu hektare tanah.
Capres nomor urut 02 Prabowo tiba untuk mengikuti debat pertama Pilpres 2019, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (17/1/2019). Debat pertama yang diikuti pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo dan Ma'ruf Amin serta pasangan nomor urut 02 Prabowo dan Sandiaga Uno tersebut mengangkat tema Hukum, HAM, Korupsi, dan Terorisme. (Foto: Antara/Aprillio Akbar)

Banda Aceh, (Tagar 21/2/2019) -  Masalah lahan yang dimiliki calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto yang mencapai ratusan ribu hektare di Indonesia yang disinggungkan oleh calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo akhirnya berbuntut panjang dan menjadi perbincangan hangat.

"Kita tidak memberikan kepada yang gede-gede. Saya tahu Pak Prabowo memiliki lahan yang sangat luas di Kaltim, sebesar 220 ribu hektare, juga di Aceh Tengah ada 120 ribu hektare," kata Jokowi dalam pidatonya saat debat kedua Pilpres 2019 Minggu (17/2) malam.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Syahrial mengatakan pada tahun 1990-an PT Tusam Hutani Lestari (THL) dikelola dari hasil patungan dengan pihak ketiga, yang dominasi sahamnya dikuasai mereka. Saat itu, perusahaannya memiliki tunggakan kepada negara atas pinjaman untuk dana reboisasi.

Kemudian pada saat krisis moneter (Krismon)  melanda Indonesia pada tahun 1998, aset-aset dan utang perusahaan tersebut diperhitungkan semua. Pengusaha yang memiliki saham di sana banyak yang lari ke luar negeri untuk menyelamatkan duit mereka.

"Justru menurut saya beliau (Prabowo) itu pahlawan. Maaf saya tidak ke sana dan ke mari. Orang lain membawa (uang) ke luar (negeri) dia justru investasi di situ. Membeli aset-aset lokal," kata Syahrial  kepada wartawan saat ditemui di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh, Rabu, (20/2).

Lanjut Syarial bahwa ia tidak tahu persis apakah Prabowo membeli perusahaan tersebut langsung ke pihak perusahaan atau melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). PT THL, kata dia, statusnya bukan Hak Guna Usaha (HGU), melainkan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) atau sekarang disebut Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK).

Kata Syahrial, PT THL meliputi tiga wilayah, yakni Aceh Tengah, Bener Meriah, dan sebagian di wilayah Gunung Salak, Aceh Utara. Sejak tahun 1993, PT THL telah menanam pinus, dan saat ini kayu itu masih sedang dipelihara.

“Saat ini untuk menjalankan roda usaha perusahaan mereka baru menyadap getah kebetulan cukup bernilai ya waktu itu. Dan itu juga yang dijalankan untuk menghidupi perusahaan tersebut,” imbuhnya.

Syahrial mengungkapkan tidak ada perambahan atau illegal logging di sana. Aktivitas di PT THL saat ini adalah produksi getah dari tanaman pinus.

“Kalau batang ditebang ya tidak ada lagi getah. Sementara mereka memanfaatkan getah itu untuk kebutuhan komersil mereka,” paparnya.

Sementara terkait moratorium logging yang dikeluarkan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf pada 2007 lalu, kata Syahrial hanya berlaku untuk izin usaha atau hutan alam. Sedangkan hutan tanaman, jelas Syahrial hingga kini belum pernah ada moratorium.

"Di areal ini bukan kawasan tanaman serai yang ada hanya di Gayo Lues. Hanya saja barangkali, areal PT Tusam ini sebagiannya status berubah dari hutan produksi menjadi HPL. Seperti di Ketol, wilayah ini ditanami masyarakat dengan komoditi tebu. Ini masih menjadi permasalahan di lapangan yang belum terselesaikan karena status lahannya HPL," katanya.

Secara terpisah Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh M Nur, mengatakan, PT THL memiliki Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Tamanan Industri (IUPHHK-HTI) berdasarkan SK.556/KptsII/1997 dengan luas areal kerja 97.300 hektare. Izin perusahaan tersebut akan berakhir pada tanggal 14 Mei 2035.

Lahan tersebut dikelola melalui perusahaan PT Tusam Hutani Lestari (THL) yang meliputi empat daerah yaitu Aceh Tengah, Bener Meriah, Bireuen, dan Aceh Utara, yang juga dilewati Daerah Aliran Sungai (DAS) Jamboe Aye, dan Peusangan.

Pada awalnya, PT THL ini berkewajiban menyediakan dan memasok bahan baku kayu kepada industri hasil hutan, yaitu PT. Kertas Kraft Aceh (KKA). Dalam rentan waktu lima belas tahun terakhir, PT. THL tidak melakukan operasi secara normal, dikarenakan PT. KKA tidak beroperasi. Kemudian PT. THL diarahkan untuk memasok kebutuhan kayu lokal, tetapi PT. THL tidak melakukan itu.

“Iya betul tapi saat ini perusahaan milik Prabowo itu vakum,” kata Muhammad Nur ketika dikonfirmasi Tagar News, Selasa (19/2).

Dikatakan Muhammad Nur, Desember 2016 pihaknya juga melakukan monitoring hutan dan lahan di Kabupaten Bener Meriah. Hasil dari monitoring tersebut, ditemukan beberapa kasus lingkungan hidup. Selain kasus perambahan hutan, illegal logging, juga ditemukan satu kasus yang diduga telah terjadinya pelanggaran hukum oleh PT. Tusam Hutani Lestari (THL).

Muhammad Nur menyebutkan sebagian besar wilayah kerja PT THL berada di Kecamatan Pintu Rime Gayo, kondisi saat ini areal tersebut telah dirambah warga dan banyak terjadi aktivitas illegal di dalamnya.

“Setiap malam keluar kayu dari areal kerja PT THL yang dilakukan oleh pelaku ilegal logging, kondisi ini ibarat membuka kios dalam toko, kalaupun tidak dikelola seharusnya jangan diberi ruang untuk aktivitas ilegal. Aktivitas ilegal dalam areal kerja PT THL diduga melibatkan banyak pihak, termasuk para pengusaha yang ada di Bener Meriah,” ujarnya.

Terkait temuan tersebut, Walhi Aceh telah mendiskusikan kasus itu bersama Dinas Kehutanan Kabupaten Bener Meriah, serta Kesatuan Pengelola Hutan (KHP) Wilayah II yang berkantor di Bener Meriah. KPH wilayah II sudah berulang kali memberi teguran kepada PT THL. Dengan menelantarkan areal izin, PT THL sudah sepatutnya mendapatkan sanksi.

Sebagian besar areal kerja PT THL berada di Kabupaten Bener Meriah, dan sisanya di Kabupaten Aceh Tengah. Pada tahun 2014, alokasi kayu untuk PT. THL sebesar 53.000 m3, karena PT. THL tidak mampu meningkatkan kinerjanya kemudian pada tahun 2016 alokasi kayu diturunkan menjadi 35.000 m3 mendapatkan izin potong dari pemerintah.

Namun, sambung Muhammad Nur, dari jumlah alokasi tersebut, PT THL hanya mampu memproduksi sekitar 700 m3. Ini merupakan dosanya PT. THL, terlebih PT. THL memiliki kewajiban untuk menanam berdasarkan jumlah potong, tapi data tersebut tidak tersedia.

“PT THL belum mampu menunaikan kewajibannya atas areal yang telah diberikan izin oleh pemerintah. Sebaliknya, PT THL dianggap lalai dalam menjaga areal kerja sehingga telah terjadi aktifitas ilegal. Kehadiran PT THL telah membatasi ruang bagi wilayah kelola masyarakat di Bener Meriah,” imbuhnya. []

Baca juga: 

Berita terkait
0
Lanskap Politik AS Menjelang Pemilu Sela November 2022
Dalam tradisi politik di AS biasanya partai yang berkuasa, Partai Demokrat, akan mengalami kekalahan dalam pemilihan mid-term atau sela