Kapan IHSG dan Ekonomi Bangkit Kembali?

Setelah merebaknya wabah Virus Corona atau Covid-19 di akhir Januari 2020, Indeks Harga Gabungan Saham (IHSG) anjlok -36,1%.
Pengunjung beraktivitas di depan layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di galeri PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa, 4 Februari 2020. (Foto: Antara/Reno Esnir/hp)

Setelah merebaknya wabah Virus Corona atau Covid-19 di akhir Januari 2020, Indeks Harga Gabungan Saham (IHSG) anjlok -36,1%. 

Yaitu dari level 6.240 di 26 Januari menjadi 3.985 pada penutupan 23 Maret 2020. Bahkan, jika kita mengambil level tertinggi IHSG di 2020 yaitu 6.348 pada 15 Januari 2020, maka IHSG sudah turun sebesar -37,2%.

Melihat penurunan ini sangatlah wajar jika banyak pelaku pasar yang panik dan sebagian besar justru menjual sahamnya. Baik karena khawatir harga lebih rendah lagi, atau karena terpaksa menjual karena terkena margin call akibat membeli saham dengan pinjaman dari broker.

Krisis Ekonomi 2008 

Untuk menjawab pertanyaan “Apakah IHSG dapat kembali ke level 6.000-an” mari kita flasback dulu ke tahun 2008. Saat itu terjadi krisis ekonomi yang disebabkan oleh bangkrutnya Lehman Brothers dan jatuhnya pasar keuangan di Amerika Serikat yang akhirnya merambat ke seluruh negara di dunia. Sebab utama dari masalah ini banyaknya kredit pemilikan rumah (KPR) yang diberikan kepada para peminjam yang sebenarnya tidak mampu membayar. Sehingga terjadi peningkatan kebangkrutan yang memicu ambruknya sejumlah lembaga peminjaman.

IHSGGrafik Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) 2007-2011

Pada waktu itu, IHSG sempat berada pada posisi tertinggi yaitu di level 2.838 pada 14 Januari 2008, lalu hanya dalam waktu 9 bulan, IHSG turun 61,6% ke level 1.089 pada 28 Oktober 2008. Tentu hampir semua saham bluechip berguguran dengan persentase penurunan yang lebih besar dari IHSG. Namun ada juga yang tidak turun bahkan dapat dikatakan naik yaitu UNVR atau PT Unilever Indonesia Tbk. Itulah mengapa saham UNVR sering disebut sebagai saham bertahan atau defensif.

Kebijakan untuk Memulihkan Ekonomi 

Karena krisis keuangan atau subprime mortgage crisis 2008 terjadi pada awalnya di Amerika Serikat , tentu dua langkah yang diambil oleh Bank Sentral Amerika Serika atau The Federal Reserve (The Fed) pada waktu itu cukup efektif.

Langkah pertama yaitu, memangkas suku bunga dengan tujuan agar sektor bisnis baik perusahaan maupun pengusaha dapat meminjam uang dengan bunga yang sangat rendah untuk kembali beroperasi, merekrut pekerja kembali dan berinvestasi untuk menggerakan produksi dan jasa. Pada waktu itu Ketua The Fed, Ben Bernanke berani menurunkan suku bunga hingga nol persen untuk memastikan ekonomi dapat segera kembali aktif.

Langkah kedua adalah membeli surat utang atau dikenal dengan istilah Quantitative Easing (QE). The Fed merangsang ekonomi Amerika Serikat dengan cara langsung memompa uang masuk ke sistem keuangan lewat pembelian surat utang pemerintah Amerika Serikat dan juga obligasi kredit perumahan. 

QE ini berlangsung cukup lama yakni dari November 2008 hingga Oktober 2014 dan dibagi atas 3 tahap, dengan total dana yang disuntik adalah 4,56 triliun dolar AS. Lembaga keuangan yang kecipratan dana dari QE ini, mencoba memutarnya di negara lain termasuk Indonesia karena pada waktu itu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah sangat murah. Mereka masuk dan berinvestasi lewat saham-saham perusahaan yang ada di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Tak heran, maka IHSG dapat kembali naik semenjak dana ini mulai masuk di akhir 2008. Sebenarnya dari total QE yang dikeluarkan yaitu 4,56 triliun dolar AS hanya sekitar 10 miliar dolar AS yang masuk ke pasar saham Indonesia. Namun karena IHSG masih tergolong kecil, angka itu sudah cukup menaikkan kembali level IHSG.

IHSGTabel Kenaikan IHSG sejak krisis ekonomi 2008 (diolah oleh Yossy Girsang)

Jika kita kembali ke grafik IHSG di atas, dari nilai IHSG terendah 1.089 pada 28 Oktober 2008, langsung naik 134,9% ke level 2.559 pada 7 Oktober 2009 atau hanya dalam waktu satu tahun. Lanjut lagi naik ke level 3.788 pada 9 Desember 2010 atau naik 247,8% dibanding level terendah di Oktober 2008, bahkan level IHSG ini sudah lebih tinggi dibanding nilai tertingginya sebelum krisis ekonomi terjadi yaitu di level 2.838.

Karena dana Quantitative Easing masih terus masuk lagi ke pasar saham Indonesia, maka IHSG juga melanjutkan kenaikannya ke level 4.195 pada 2 Agustus 2011 atau naik 285,2%. Dan puncaknya sebelum suntikan dana QE berakhir, IHSG kembali naik signifikan pada 21 Mei 2013 yakni di level 5.251 atau naik 382,2% dibanding nilai terendah IHSG di 2008. Bahkan dapat dikatakan naik 85% dibanding nilai tertinggi Indeks Harga Saham Gabungan yaitu 2.838 sebelum krisis ekonomi.

Apa yang berbeda antara 2008 dan 2020? 

Situasi krisis ekonomi di 2008 berbeda dengan saat ini 2020. Karena di 2008, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebenarnya masih bertumbuh 4,63% yang sebelumnya berada di 6,01%. Kala itu, Indonesia masih mampu menahan dampaknya karena struktur ekonomi kita sebagian besar ditopang oleh sektor konsumsi domestik. Dan memang pada waktu itu, masyarakat di desa masih tetap beraktivitas normal, demikian juga UKM yang tidak berhubungan dengan ekspor impor masih tergolong normal beroperasi.

Situasi saat ini berbeda, pandemi virus corona atau Covid-19 merusak hingga ke level konsumsi masyarakat di bawah, karena untuk mengontrol penyebaran virus ini, salah satu cara terbaik adalah masyarakat tinggal di rumah dan mengurangi aktivitas di luar. Sekolah diliburkan, karyawan sebagian besar harus bekerja di rumah, tempat wisata dan hiburan terpaksa ditutup. 

Dengan berhentinya aktivitas ini tentu warung-warung kecil yang berada di sekitar lokasi akan berhenti penghasilannya. Di berbagai daerah, pemda dan petugas kepolisian dibantu TNI memberikan imbauan agar masyarakat menghindari kumpul di warung atau tempat makan minum dengan tujuan baik agar penyebaran Covid-19 dapat dikontrol.

Menurut kami, kebijakan tahun 2008 berupa penurunan suku bunga dan stimulus quantitative easing baru akan efektif jika dan hanya jika penyebaran Covid-19 dapat dikendalikan. Yang paling ideal tentu jika vaksin untuk virus corona ditemukan, dan tampaknya masih membutuhkan waktu yang cukup panjang.

Stimulus dan Langkah Antisipasi Dampak Covid-19 

Khusus untuk Indonesia, di akhir Januari ketika virus corona mulai merebak, masyarakat pada awalnya menilai pemerintah kurang tanggap pada dampak Covid-19 dan terlalu fokus untuk menopang ekonomi.

Dua stimulus sudah dikeluarkan, yaitu stimulus pertama bernilai Rp 10,3 triliun dan bertujuan untuk membantu ekonomi di sektor pariwisata berupa diskon tiket penerbangan domestik dan pembebasan pajak untuk hotel dan restoran. Sebenarnya di awal, ada juga diskon tiket penerbangan internasional, namun banyak kritik yang masuk ke pemerintah terkait resiko penyebaran Covid-19 dari wisatawan mancanegara, maka diskon ini pun dihapus. Pemerintah juga melakukan larangan penerbangan dari dan ke Cina mengingat saat itu virus corona justru berawal di sana.

Stimulus kedua bernilai Rp 22,9 triliun juga masih berkaitan dengan ekonomi di sektor manufaktur, yaitu berupa pembebasan PPh 21 untuk pekerja, penundaan PPh 22 untuk impor, dan penundaan PPh 25 untuk Badan.

Presiden Jokowi telah menetapkan Indonesia dalam status bencana nasional non alam Covid-19, dan mempersiapkan stimulus ketiga yang rencananya akan fokus pada sektor kesehatan, bantuan sosial untuk masyarakat, dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). 

Untuk sektor kesehatan, bantuan diberikan berupa penyediaan berbagai alat, fasilitas dan kebutuhan kesehatan dan tenaga medis yang langsung berhadapan dengan Covid-19, termasuk perbaikan rumah sakit khusus untuk korban positif virus corona.

Nilai dari stimulus ketiga ini masih belum final karena dalam proses kalkulasi oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Ada kemungkinan sebagian dari stimulis pertama akan dialokasikan ke stimulus ketiga ini.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sendiri sudah mencoba mengeluarkan beberapa kebijakan untuk menahan laju penurunan IHSG, namun tampaknya belum berhasil menahan panik jual terutama oleh investor asing yang memindahkan dananya ke dalam mata uang dolar AS, sehingga nilai tukar rupiah juga sudah melemah hingga ke level Rp 16.600 per dolar AS.

Kebijakan OJK itu antara lain berupa izin pembelian kembali (buy back) saham oleh emiten tanpa persetujuan RUPS, perpanjangan batas waktu penyampaian laporan keuangan 2019 dan kuartal satu 2020, perpanjangan batas waktu penyelenggaran RUPS tahunan, RUPS dapat dilakukan online, perubahan batas auto rejection, pelarangan transaksi short selling, dan juga trading halt atau penghentian sementara perdagangan saham jika IHSG turun lebih dari 5%.

Di masyarakat sendiri, satu hal yang berbeda dimiliki oleh bangsa Indonesia adalah rasa gotong royong untuk saling menolong dan berbagi. Sudah banyak sekali kanal-kanal donasi yang dibuka untuk membantu para tenaga medis yang saat ini berjuang di garis depan untuk mengatasi pandemi ini, terlepas ada juga oknum yang memanfaatkan situasi ini untuk meraup keuntungan dengan menimbun barang-barang seperti APD, hand sanitizer dan alat kesehatan lainnya.

Kapan IHSG dan Ekonomi Bangkit Kembali? 

Berdasarkan prediksi Bill Gates, pendiri Microsoft sekaligus penyandang dana lewat Yayasan Gates bagi para ilmuwan yang sedang meneliti vaksin untuk Covid-19 bahwa kemungkinan besar vaksin baru akan ditemukan sekitar 12-18 bulan ke depan, dengan catatan semuanya berjalan dengan baik. Hal ini disampaikan oleh Gates kepada the Hill.

Di Amerika Serikat sendiri, Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (The FED) sudah memangkas suku bunga menjadi 0-0.25%, mendekati suku bunga di tahun 2008, dan meluncurkan Quantitative Easing senilai 700 miliar dolar AS. Langkah ini kurang lebih sama dengan protokol krisis 2008. 

Presiden Donald Trump juga saat ini sedang mengajukan proposal senilai 1 triliun dolar AS yang nantinya akan dibagikan kepada warga Amerika Serikat sebesar 1.000 dolar AS per orang, dan juga stimulus untuk memompa sektor industri hotel dan penerbangan.

Kami dari Tim Ekonomi Tagar yakin bahwa langkah-langkah yang saat ini telah diambil oleh pemerintah sudah on track, dan tentunya dengan segala perkembangan yang ada, akan ada perubahan dan update untuk menyesuaikan. 

Tahun ini tampaknya ekonomi masih akan mengalami penurunan dan belum akan membaik, demikian juga IHSG. Setidaknya dibutuhkan waktu 12-18 bulan ke depan untuk menemukan vaksin Covid-19 plus 12 bulan recovery di pasar keuangan berdasarkan histori 2008, sehingga total untuk waktu yang diperlukan untuk IHSG kembali ke level 6.000-an sekitar 24-30 bulan ke depan. Apakah bisa lebih awal? Mungkin untuk recovery IHSG dapat lebih awal karena tampaknya The Fed akan lebih agresif mengeluarkan Quantitative Easing dibanding tahun 2008.

Sehingga kami menyarankan, ketika pembaca Tagar mulai masuk ke pasar saham untuk membeli saham, sebaiknya melakukan pembelian secara bertahap, dan gunakanlah dana yang dingin alias tidak akan Anda pakai dalam 2 tahun ke depan. Mari tetap optimis, karena saat ini yang membuat kita bangkit kembali adalah HARAPAN (HOPE). []

*Yossy Girsang, Pengamat Ekonomi dan Praktisi Pasar Modal
Tim Ekonomi Tagar

Berita terkait
Pasar Pede Lagi, IHSG Akhir Pekan Menguat
Naiknya IHSG dipicu oleh membaiknya bursa saham global karena pelaku pasar apresiasi langkah yang dilakukan pemerintah dalam penanganan Covid-19.
Bunga Acuan BI Turun, Tapi IHSG kok Masih Loyo
Pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia belum mampu mengangkat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah.
IHSG Anjlok Lagi, Untung Tak Sampai 5 Persen
Investor di lantai Bursa Efek Indonesia (BEI) masih galau dengan wabah virus corona Covid-19, terlihat dari IHSG yang anjlok mendekati 5 persen.