Jokowi: Rukun di Tengah Perbedaan, Karakter Asli Bangsa Indonesia

Jokowi berbagi kiat mengenai cara menggunakan media sosial agar tetap nyaman dan aman.
Presiden Joko Widodo. (Foto: Facebook/Presiden Joko Widodo)

Jakarta, (Tagar 4/2/2019) - Presiden Joko Widodo mengatakan media sosial berkembang tanpa bisa dibendung, membawa dampak positif dan negatifnya, memberi manfaat dan mudaratnya.

"Yang baik-baik, kita terima dengan senang hati dan tangan terbuka. Yang kurang baik ketika media sosial menjadi ruang untuk saling hina, saling mencela, saling ejek, dan saling fitnah, akan ditepis oleh kesadaran, nilai-nilai keagamaan dan etika kita," tutur Jokowi di laman Facebook resminya, Senin (4/2).

"Rukun di tengah perbedaan adalah karakter asli bangsa Indonesia," ujar Presiden.

Sebelumnya, pada akhir pekan di Semarang, Jawa Tengah, Jokowi meng-counter berbagai isu yang ditiup-tiupkan lawan politiknya termasuk melalu media sosial. 

Jokowi yang biasanya diam, kemarin memberikan penjelasan satu persatu, meluruskan tuduhan atau fitnah yang tidak berdasar yang ditujukan padanya. Seperti tuduhan dirinya antek asing, PKI, anti ulama, anti Islam. 

Baca juga Hari Santri dan Cawapres, Jokowi: Siapa Anti Ulama? Anti Islam?

Sebelumnya dalam kesempatan di Surabaya, Sabtu (2/2) dilansir kantor berita Antara, Presiden RI Joko Widodo meminta semburan hoaks (berita bohong) dan propaganda Rusia dalam berpolitik harus dihentikan.

"Cara-cara politik seperti ini harus diakhiri, menyampaikan semburan dusta, semburan fitnah, semburan hoaks, teori propaganda Rusia yang kalau nanti tidak benar, lalu minta maaf. Akan tetapi, besoknya keluar lagi pernyataan seperti itu, lalu minta maaf lagi," kata Presiden Joko Widodo di Kantor Redaksi Jawa Pos, Graha Pena, Surabaya, Sabtu.

Presiden Joko Widodo bersama dengan Ibu Negara Iriana Joko Widodo dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengunjungi Kantor Redaksi Jawa Pos Grup di Gedung Graha Pena dalam kegiatan kunjungan kerja ke Jawa Timur.

Propaganda Rusia yang dimaksud adalah teknik firehose of falsehood atau selang pemadam kebakaran atas kekeliruan yang dimunculkan oleh lembaga konsultasi politik Amerika Serikat Rand Corporation pada tahun 2016.

Rand Corporation menganalisis mengenai cara berpolitik Donald Trump mirip metode Presiden Rusia Vladimir Putin di Krimea dan Georgia, yaitu menggunakan teknik kebohongan yang diproduksi secara masif dan simultan melalui media-media pemberitaan yang mereka miliki.

"Saya kira tidak bisa cara-cara seperti ini diteruskan dalam pemilihan gubernur, pemilihan bupati, pemilihan presiden. Kita ingin mengedukasi masyarakat, memberikan pelajaran yang baik, sopan santun di politik itu ada, dan saya rasa media memegang peran sangat penting dalam hal ini," tambah Presiden.

Presiden pun menilai saat ini marak politik viral yang sesungguhnya sah-sah saja. Namun, harus dibarengi dengan etika dan tata krama.

"Saat ini kalau kita lihat, semua ini 'kan diviralkan, meski sekarang ini politik viral atau viral politik sebetulnya tidak apa-apa, tetapi jangan memakai cara-cara yang menurut saya tidak pantas, padahal kita memiliki tata krama, etika, budi pekerti, adat yang harus kita junjung," jelas Presiden.

Apalagi, semburan hoaks dan propaganda Rusia itu diulang-ulang berkali-kali dalam kontestasi pemilihan kepala daerah maupun pemilihan presiden. Meski begitu, hal tersebut dilihat Presiden sebagai proses yang mendewasakan masyarakat.

"Es degan saat minum pertama kalinya enak. Akan tetapi, diberikan terus-terusan, 10 kali sampai 15 kali jadi muntah dan kapok serta tidak minta lagi. Ini sesungguhnya proses mendewasakan kita, mematangkan kita untuk menyaring berita-berita yang tidak baik, mungkin juga bisa memintarkan, memandaikan kita," ungkap Presiden.

Presiden juga melihat bahwa media massa, baik cetak maupun elektronik, juga cenderung memberitakan berita-berita viral.

"Saya melihat media cetak atau elektronik sering mengikuti apa yang viral, kadang tidak baik juga. Orientasinya saya melihat ke sana, maaf juga tetapi jadinya membuat yang aneh-aneh," tambah Presiden.

Meski begitu, Presiden mengakui bahwa semburan hoaks tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia.

"Hampir semua kepala negara, pemerintah yang saya temui mengeluhkan kepada saya. 'Pak Jokowi, di negara kita ini begini, begini, bagaimana masalah media sosial Indonesia?' Saya jawab di Indonesia bisa lebih kejam dari itu, saya jawab (yang terjadi di sana) biasa saja, di sini (Indonesia) lebih kejam," kata Presiden. []

Berita terkait
0
Jokowi - Prabowo Berdampingan Salat Iduladha, Pesan Apa yang Ingin Disampaikan
Presiden Jokowi dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto berdampingan salat Iduladha di Masjid Istiqlal. Pesan apa yang ingin disampaikan Jokowi.