Jokowi: RI dalam Aksi Adaptasi Perubahan Iklim di CAS 2021

Presiden Jokowi mengatakan, RI dalam aksi adaptasi perubahan iklim dan mengajak negara-negara didunia atasi perubahan iklim sekaligus Covid-19.
Coalition Ambition Summit CAS 2021. (Foto:Tagar/KLHK)

Jakarta - Presiden Joko Widodo menyampaikan, sebagai negara kepulauan yang sangat dipengaruhi oleh dampak perubahan iklim, banyak bencana alam yang terjadi di Indonesia. Bencana ini, berkaitan dengan hidrometeorologi yang sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim.

Oleh sebab itu, Presiden mengajak negara-negara di dunia untuk bekerja keras bersama-sama atasi perubahan iklim sekaligus pandemi COVID-19. Hal ini, disampaikan Presiden Jokowi pada acara Coalition Ambition Summit CAS 2021 yang berlangsung Senin, 25 Januari 2021.

Inisiatif tersebut bertujuan untuk meningkatan kesejahteraan masyarakat sekaligus mengurangi risiko dampak perubahan iklim melalui upaya Padat Karya Penanaman Mangrove oleh masyarakat dan peningkatan ketahanan pangan melalui Food Estate.

Dalam acara yang sama, juga disampaikan pesan dari Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte dan keynotes dari Sekjen PBB ke-8, Ban Ki-moon, serta utusan perubahan iklim Presiden Amerika Serikat, John Kerry. Coalition Ambition diinisiasi oleh Belanda dan pada Summit 2021 Belanda sebagai chair di dampingi co-chair dari Inggris dan Indonesia.

Melanjutkan pesan dari Presiden Jokowi, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya sebagai co-chair acara tersebut mengatakan, bahwa sebagai negara agraris, peningkatan suhu global akibat perubahan iklim tentu akan mempengaruhi produktivitas pertanian yang akan berdampak pada kondisi ekonomi dan kehidupan sosial. 

Hal inilah yang membuat Indonesia memasukkan adaptasi perubahan iklim dalam Nationally Determined Contributions (NDC)-nya selain mitigasi perubahan iklim untuk mencapai tiga bidang ketahanan yaitu: ketahanan ekonomi, ketahanan sosial dan kebutuhan dasar hidup, serta ketahanan ekosistem dan bentang alam.

Menteri Siti menyampaikan hal ini saat menjadi salah satu pembicara dalam Inaugural Annual Ministerial Dialogue on Adaptation Action. Dialog tahunan tentang aksi adaptasi yang diselenggarakan oleh the Global Center on Adaptation (GCA) menjadi salah satu sesi penting pada konferensi tingkat tinggi Climate Adaptation Summit (CAS) 2021. Menteri bidang lingkungan hidup dari berbagai negara juga menjadi pembicara dalam sesi ini.

Dialog ini bertujuan untuk membentuk kerja sama yang berkelanjutan oleh para pemimpin global untuk mengakselarasikan aksi adaptasi baik dalam hal kecepatan maupun dalam skala yang lebih besar. 

Dialog ini juga menjadi platform bagi negara-negara untuk menampilkan keberhasilan implementasi dan menyampaikan inisiatif baru, kerja sama, serta tindakan-tindakan lain yang dapat berkontribusi atau berpotensi untuk akselarasi aksi adaptasi perubahan iklim. 

Adapun dari sisi regulasi, menurut Menteri Siti, Indonesia telah memasukkan adaptasi dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. 

Roadmap NDC Adaptasi sedang disusun untuk memberikan arahan terhadap pencapaian NDC adaptasi pada tahun 2030. Panduan dan perangkat telah disiapkan dalam rangka implementasi adaptasi perubahan iklim di tingkat tapak.

Menteri Siti juga menyampaikan bahwa, implementasi adaptasi perubahan iklim dalam bentuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan Food Estate merupakan inisiatif pemerintah Indonesia untuk meningkatkan ketahanan nasional terhadap pandemi COVID-19.

“Inisiatif tersebut bertujuan untuk meningkatan kesejahteraan masyarakat sekaligus mengurangi risiko dampak perubahan iklim melalui upaya Padat Karya Penanaman Mangrove oleh masyarakat dan peningkatan ketahanan pangan melalui Food Estate,” imbuhnya.

Sedangkan dalam hal pendanaan untuk mengatasi perubahan iklim, Indonesia telah membentuk Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) yang berfungsi untuk mengelola dana yang berasal dari dalam negeri, internasional, hingga sektor swasta untuk pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian perubahan iklim.

“Sebagai negara berkembang dengan wilayah yang hampir seluas benua Eropa dan jumlah penduduk nomor 4 di dunia, tentunya akan membutuhkan sumber daya yang besar untuk meningkatkan kapasitas guna meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim, oleh karena itu diharapkan dengan dibentuknya BPDLH dapat mendukung pencapaian NDC baik dari segi mitigasi maupun adaptasi,” ucap Menteri Siti.

Diakhir sambutan, Menteri LHK menegaskan bahwa sebagai anggota G20, Indonesia juga berkontribusi membantu negara berkembang lainnya melalui South-South Cooperation. Beberapa kerja sama internasional tersebut antara lain adalah berbagi pengalaman dalam pengelolaan lahan gambut dengan Kongo dan Peru yang dikelola oleh International Tropical Peatland Center (ITPC) di Bogor yang didukung oleh UNEP, FAO dan CIFOR. 

Kerja sama dengan berbagai pihak juga telah dilakukan dengan mewujudkan Regional Capacity Center for Clean Seas (RC3S) di Bali untuk peningkatan kapasitas negara-negara berkembang dalam menangani sampah laut. RC3S didukung oleh COBSEA, GPA–UNEP, UN-ESCAP, PEMSEA dan Jepang.

"Mengakhiri pernyataan saya, saya ingin menekankan pentingnya adaptasi, sebagaimana tercermin dari ambisi besar kami untuk mencapai agenda pengendalian perubahan iklim," tutupnya.

Konferensi tingkat tinggi Climate Adaptation Summit (CAS) tahun 2021, adalah konferensi global untuk mengakselarasi, menciptakan inovasi, dan meningkatkan upaya negara-negara dalam beradaptasi dengan efek perubahan iklim. 

CAS 2021 diselenggarakan secara virtual pada tangal 25-26 Januari 2021 dengan Belanda menjadi tuan rumah. Masyarakat dapat meangakses informasi terkait CAS 2021 secara virtual melalui tautan CAS2021.com dan menyaksikan para pembicara pada tautan cas2021-onlinesummit.com.

Sebagai Delegasi Republik Indonesia, Menteri LHK pada CAS 21 ini didampingi oleh Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kepala Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi / Badan Standardisasi Instrumen LHK, dan Kepala Biro Kerja Sama Luar Negeri. []

Berita terkait
KLHK: Hanya 5,79 Persen Luas IPPKH Tambang di Kalsel
Berikut keterangan Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan mengenai luas Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Tambang di Kalimantan Selatan.
KLHK Diskusi Soal Ketahanan Pangan, Covid, & Perubahan Iklim
KLHK kembali menyelenggarakan diskusi Pojok Iklim secara virtual membahas ketahanan pangan, covid dan perubahan iklim.
Banjir Kalsel, KLHK: Karena Anomali Cuaca Bukan Luas Hutan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menegaskan, banjir yang terjadi di Kalimantan Selatan disebabkan anomali cuaca bukan soal luas hutan.
0
DPR Terbuka Menampung Kritik dan Saran untuk RKUHP
Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP merupakan inisiatif Pemerintah. Karena itu, sesuai mekanisme pembentukan undang-undang.