Jakarta - Presiden Joko Widodo diminta tidak diam melihat kemelut Partai Demokrat yang melibatkan anak buahnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Jokowi harus bersikap tegas kepada Moeldoko, pilih jadi pembantu Presiden atau melanjutkan usaha merebut kekuasaan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono.
Hal tersebut disampaikan Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun dalam webinar, Kamis, 11 Maret 2021. Menurut Refly, Moeldoko berada dalam posisi strategis di Istana, representasi Istana, tidak bisa dipisahkan dari Presiden Jokowi.
"Jokowi harus memberikan pilihan, utimatum kepada Moeldoko," kata Refly.
Hal tersebut harus dilakukan Jokowi, kata Refly, untuk membuktikan Presiden Jokowi tidak terlibat konflik Partai Demokrat.
Apabila Presiden Jokowi diam, kata Refly, isu kudeta Partai Demokrat yang diungkap Agus Yudhoyono, dengan AHY berkirim surat kepada Presiden, menjadi pembenaran publik bahwa Istana mendapat keuntungan apabila Demokrat dikuasai Moeldoko.
Refly berspekulasi, "Demokrat ini tidak hanya untuk Moeldoko untuk bargaining power 2024, bisa juga untuk kepentingan Presiden Jokowi."
Ia meragukan Moeldoko tidak minta izin kepada Jokowi untuk melakukan gerakan di Partai Demokrat.
Jokowi harus memberikan pilihan, utimatum kepada Moeldoko.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Poldukam) Mahfud MD mengatakan Presiden Jokowi tidak tahu Moeldoko terlibat kudeta Partai Demokrat. Moeldoko juga tidak pamitan kepada Presiden Jokowi ketika akan berangkat ke Deli Serdang pada Jumat, 5 Maret 2021, untuk menghadiri Kongres Luar Biasa yang kemudian menetapkannya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Hal sama disampaikan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin.
Ngabalin yang adalah anak buah Moeldoko di Istana itu mengatakan Presiden Jokowi tidak tahu manuver Moeldoko. Ngabalin bilang nyaris tiap hari bertemu Moeldoko di Istana, Moeldoko tidak pernah bicara rencananya menggulingkan Agus Yudhoyono.
"Banyak agenda negara yang sungguh-sungguh kami harus bicarakan. Tidak ada sama sekali kesempatan membahas materi lain," kata Ali Mochtar Ngabalin.