Untuk Indonesia

Jokowi dan Macron Menghadapi Masalah Sama

Indonesia dengan Jokowi dan Prancis dengan Emmanuel Macron sebenarnya memiliki problem kebangsaan serupa. Lantas kenapa Jokowi mengecam Macron.
Jokowi dan Emmanuel Macron. (Foto: Tagar/Facebook Presiden Joko Widodo/AP/Olivier Hoslet)

Oleh: Syafiq Hasyim*

Mengapa pemerintah Indonesia mengecam Prancis, padahal mereka memiliki agenda bersama. Pernyataan pejabat pemerintahan kita yang mengecam Prancis, dalam hal ini kebijakan Emmanuel Macron, seolah-olah melupakan persoalan yang Indonesia sedang hadapi saat ini, yakni menghalau laju gerakan radikalisme dan ekstremisme agama.

Antara Indonesia dengan Joko Widodo dan Prancis dengan Emmanuel Macron sebenarnya memiliki problem kebangsaan hampir serupa. Apabila Macron menghadapi tantangan radikalisme keagamaan karena peliknya masalah imigran yang ingin menampilkan identitas keagamaan mereka di atas identitas ke-Prancisan, maka Jokowi juga menghadapi rongrongan radikalisme dan ekstremisme keagamaan dari kelompok yang menginginkan Indonesia menjadi sistem negara khilafah sebagai misal.

Indonesia sebagaimana Prancis juga mengalami tindakan-tindakan nyata terorisme dan ekstremisme keagamaan yang mengorbankan umat manusia Indonesia, bahkan umat Islam yang tidak berdosa. Bahkan sudah lama Indonesia mencanangkan perang terhadap ekstremisme dan terorisme, serta juga menahan bahkan memberangus HTI sebagai organisasi resmi yang memperjuangkan khilafah sebagai pengganti sistem Pancasila sejak 2017.

Lalu kenapa pihak pemerintah Indonesia mengecam Prancis yang saat ini sedang mengalami hal yang sama dengan apa yang Indonesia saat ini juga sedang alami dan atasi. Ya, Presiden Jokowi dan perwakilan ormas-ormas Islam hampir seluruhnya mengecam Macron, karena Macron menjamin kebebasan berekspresi yang sudah menjadi landasan budaya dan hukum mereka sejak lama.

Dalam kecaman ini, ada hal yang pincang, di mana kutukan pada Prancis ditekankan pada aspek Macron yang dianggap melecehkan umat Islam dengan memberikan kebebasan penuh untuk mengkartunkan Rasulullah SAW. Jika berhenti pada masalah ini, maka sebagian mat Islam dan umat beragama lain mungkin bisa memahami, namun sebagian lain merasa kecaman pemerintah kita tidak adil bagi Prancis yang warganya dibunuh oleh seorang pemuda muslim yang merasa tersinggung pada gurunya yang telah menampilkan kartun Rasulullah.

Apakah jika Indonesia dipaksa menerima ajaran politik khilafah karena sebagian warganya memiliki keyakinan demikian, itu akan dilakukan oleh Indonesia atau tidak?

Patut disayangkan bahwa pemerintah Indonesia tidak menyinggung masalah pembunuhan ini pada pernyataan sesamanya. Yakni masalah yang sangat pelik dan krusial. Perlu diketahui bahwa kebebasan berekspresi bukan merupakan hak masyarakat Prancis yang ditujukan pada umat muslim saja, namun juga pada umat beragama yang lainnya.

Di dalam kebebasan berekspresi Prancis ini, semua warga negara memiliki kebebasan yang sama untuk mengekspresikan pendapat mereka tentang apa saja, termasuk tentang hal yang mungkin oleh umat Islam atau umat beragama lain dianggap sebagai hal yang sudah tidak bisa dilakukan dalam keyakinan mereka.

Sekali lagi, hal dogmatis agama bukan menjadi kategori pengecualian dalam pelaksanaan hak kebebasan berekspresi dalam konteks Prancis dan warga negara Prancis atau warga lain yang hidup di Prancis. Negeri Prancis ini adalah mungkin salah satu negeri yang dalam menjalankan kebebasan berekspresi tidak mengenal bahkan batas-batas agama pun dilampaui.

Misalnya di negeri ini warga negara memiliki hak untuk melakukan blasphemy. Batas mereka adalah kewarganegaraan, tidak bisa melakukannya dengan kekerasan dan juga tidak boleh melanggar prinsip laicite. Itu batas mereka. Meskipun Prancis ini menjalankan kebebasan berekspresi yang sering kita anggap sebagai tanpa batas, namun kehidupan keagamaan terutama umat Islam mengalami perkembangan yang menjanjikan.

Jumlah umat Islam di Prancis adalah jumlah kedua terbesar setelah umat Islam di Jerman. Bagi mayoritas umat Islam di Prancis, laicite dengan kebebasan penuh dalam berekspresi, menyebabkan umat Islam bisa berkembang. Pada tahun 2004 misalnya, saya pernah melakukan wawancara dengan para pemimpin Islam di Prancis, bertanya kepada mereka, bagaimana pendapat mereka tentang perkembangan Islam dengan prinsip laicite?

Mereka rata-rata menjawab bahwa umat Islam lebih leluasa dengan sistem laicite, karena sistem ini membuat mereka tidak hidup di bawah tradisi hukum agama tertentu, misalnya tradisi hukum kekristenan Katolik Prancis. Tapi berdasarkan hukum yang umum. Umat Islam berhasil mengembangkan aspek-aspek pendidikan keagamaan Islam, karena negara menyerahkannya kepada masyarakat Islam sendiri untuk mengaturnya.

Sayang sekali, aspek-aspek yang menyebabkan umat Islam maju karena sistem laicite ini sama sekali lepas dari sikap dan pernyataan para pejabat kita, pejabat Indonesia dalam menanggapi kebijakan Emmanuel Macron. Indonesia lupa jika apa yang Macron lakukan adalah menghadang laju ancaman kaum radikal, yang dimotori oleh sebagian kecil dari umat Islam di Prancis.

Antara Indonesia dengan Joko Widodo dan Prancis dengan Emmanuel Macron sebenarnya memiliki problem kebangsaan hampir serupa.

Macron menggunakan istilah "islamiste", dalam bahasa Inggris istilah ini diterjemahkan dengan islamist. Istilah islamist beda jauh dengan pengertian Islam dan Islami. Istilah islamist (islamiste) ini biasa digunakan di dalam dunia akademik untuk menunjukkan pada kelompok Islam yang memperjuangkan sistem politik Islam, memperjuangkan berdirinya negara Islam seperti khilafah.

Dalam memperjuangkan berdirinya politik Islam, kelompok islamist ini tidak mengharamkan menggunakan cara-cara kekerasan. Padanan dari istilah islamist sebenarnya adalah radikal atau ekstremis. Jika pangkal masalah terletak pada hal ini, maka sangat disayangkan pernyataan pemerintah kita yang terburu-buru dan tidak imbang.

Dengan istilah islamiste ini, Prancis tidak menyamaratakan seluruh umat Islam, namun umat Islam tertentu di Prancis, yang karena pengaruh berbagai hal, mereka menginginkan pendirian sistem politik Islam di Prancis. Jika demikian halnya, maka tindakan ini sebenarnya memiliki kemiripan dengan Indonesia, di mana Indonesia memiliki masalah serupa.

Sebagaimana kita tahu bahwa pemerintahan Jokowi dengan semangat membubarkan HTI karena organisasi ini menginginkan Indonesia diubah menjadi sistem khilafah. Bagi HTI, khilafah itu kepastian agama. Bagi pemerintahan Jokowi, khilafah itu bukan kepastian agama. Artinya, Pancasila tidak bisa menerima sistem khilafah. Umat Islam di Indonesia, nyatanya secara mayoritas bisa menerima penghapusan khilafah dan tidak menganggap Jokowi melakukan tindakan yang melecehkan Islam karena adanya pelarangan HTI.

Sebagai catatan, di dalam tradisi laicite Prancis yang kini sudah menjelma menjadi ideologi bangsa mereka, agama memang tidak masuk dalam kategori negara yang istimewa. Letak agama bukan di negara, namun di urusan pribadi masing-masing warga negara. Tradisi ini sudah berlaku jauh sebelum warga negara Prancis berlatar belakang muslim datang ke negeri ini.

Jika hal ini sudah mengakar di kalangan mereka, lalu ada tradisi baru yang hendak mengubahnya, apa yang kira-kira dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam menghadapi masalah ini? Apakah jika Indonesia dipaksa menerima ajaran politik khilafah karena sebagian warganya memiliki keyakinan demikian, itu akan dilakukan oleh Indonesia atau tidak?

*Direktur Perpustakaan dan Pusat Budaya Universitas Islam Internasional Indonesia sekaligus Wakil Ketua Lembaga Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama

Berita terkait
Profil Emmanuel Macron, Presiden Prancis Tuai Banyak Kecaman
Meski telah duduk sebagai Presiden Prancis, Macron sebenarnya bukan seorang politisi tulen. Latar belakangnya merupakan ekonom.
Pidato Lengkap Presiden Jokowi Kecam Emmanuel Macron
Berikut pidato lengkap Presiden Jokowi yang mengecam Presiden Prancis Emmanuel Macron dari Istana Merdeka, Jakarta, Sabtu, 31 Oktober 2020.
Infografis: Kontroversi Presiden Prancis Emmanuel Macron
Pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang dianggap menghina Islam mendapat kecaman dari banyak pemimpin negara termasuk Jokowi dan Erdogan.
0
Serangan ke Suharso Monoarfa Upaya Politik Lemahkan PPP
Ahmad Rijal Ilyas menyebut munculnya serangan yang ditujukan kepada Suharso Manoarfa merupakan upaya politik untuk melemahkan PPP.