Untuk Indonesia

Joe Biden Hancurkan Skenario Kiamat Kaum Ekstrem

Kehadiran Joe Biden dan Kamala Harris adalah berkah untuk sebuah dunia yang damai. Joe Biden menghancurkan skenario kiamat kaum ekstrem.
Joe Biden. (Foto: Tagar/The New York Times)

Oleh: Ade Armando*

Ketika Joe Biden dinyatakan menang, kata pertama yang keluar dari mulut saya adalah alhamdulillah. Terima kasih Allah. Kemenangan Biden adalah berkah bagi dunia. Tapi khusus untuk Islam, Biden adalah presiden yang akan membawa kemaslahatan bagi akum muslim moderat.

Dan bila negara adikuasa Barat bisa bersahabat dengan kaum moderat Islam, perdamaian dunia akan lebih mudah dicapai. Sebaliknya, Biden adalah seorang yang dibenci kaum radikal Islam. Kehadiran seorang Presiden Amerika seperti Biden akan menghancurkan skenario kiamat yang diharapkan kaum ekstrem.

Biden adalah Presiden Amerika yang sama sekali tidak memenuhi gambaran tentang penjelmaan setan Barat. Saya menyaksikan video Biden bicara dengan seorang anak kecil muslim. Dengan nada penuh sayang, Biden bicara pada anak itu: "Be proud," katanya. "Be really proud. Ia really mean it. I promise you, as President, Islam is going to be trated like it should be, like every other major confessional faith."

"Berbanggalah," katanya. "Sungguh-sungguh berbangga. Saya bicara sejujurnya. Saya berjanji, sebagai Presiden, Islam akan diperlakukan sebagaimana seharusnya, seperti juga agama-agama lain."

Saya tidak tahu persis kapan dia bicara itu, apakah sebelum atau sesudah terpilih sebagai Presiden. Tapi waktu mungkin tidak terlalu penting. Yang penting adalah Biden seorang Katolik bicara sebagai Presiden yang menyayangi semua warganya, terlepas dari latar belakang mereka.

Tapi bukan kali ini saja Biden bicara tentang Islam dengan nada penuh penghormatan. Pada Juli 2020, kepada PAC, sebuah komunitas muslim terbesar di Amerika, Biden berkata: "Saya ingin bekerja sama dengan Anda semua, dan memastikan kaum muslim dilibatkan dalam proses pengambilan kebijakan untuk membangun Amerika."

Dia juga menyatakan harapannya agar anak-anak Amerika lebih dapat memahami dan belajar Islam di sekolah-sekolah mereka. Dalam satu kesempatan lain, Biden bahkan merujuk pada hadis Nabi Muhammad yang menyerukan umat Islam untuk selalu bersedia menghentikan kemungkaran: dengan tangan, dengan lisan, atau dengan doa.

Kehadian Joe Biden dan Kamala Harris adalah berkah untuk sebuah dunia yang damai.

Infografis; Pilpres AS, Trump atau Biden?Trump Vs Biden. (Infografis: Tagar/Bagus Cahyo Kusumo)

Tentu saja kaum nyinyir bisa saja menyatakan ini adalah strategi Biden dalam rangka menarik suara pemulih muslim. Sikap Biden ini seperti Obama. Sekadar sebagai ilustrasi, Obama dulu bersikap kritis terhadap Israel dan bersedia membuka kembali hubungan politik dengan Iran. Sekarang, Biden sudah menyatakan akan membatalkan keputusan kontroversial Trump melarang masuknya pengunjung dari sejumlah negara dengan mayoritas penduduk Islam ke Amerika.

Wakil Biden sendiri, Kamala Harris, juga adalah senator yang menjadi pengecam keras kebijakan "Muslim Ban" yang diterapkan Trump itu. Sebagai aktivis hak asasi manusia, komitmen Kamala untuk membela hak kaum muslim sudah dikenal sejak lama. Karena itulah kelompok-kelompik muslim Amerika termasuk yang paling keras menyuarakan dukungan atas terpilihnya Harris sebagai cawapres Biden di awal pilpres dulu.

Mayoritas muslim Amerika mendukung Biden, dan itu adalah kabar baik. Sebaliknya, kaum islamis radikal hampir pasti membenci kemenangan Biden. Masalahnya kaum islamis radikal memperoleh kekuatan dari kebencian terhadap Barat dan non-muslim. Eksistensi kaum Islamis radikal hanya relevan dan dibutuhkan kalau sistem memang terancam.

Mereka berusaha meyakinkan umat Islam bahwa dunia ini sebenarnya medan peperangan antara kaum Islam melawan kaum kafir. Mereka ingin sekali umat percaya bahwa kaum kafir tidak akan bahagia sebelum bisa menghabisi Islam. Jadi, mereka membutuhkan bukti-bukti yang bisa membuka mata tentang kebiadaban dan kejahatan kaum kafir.

Bagi kaum Islamis radikal, Islam itu diancam konspirasi Barat, Kriten, Katolik, Yahudi, dan mungkin juga China. Mereka senang ketika George Bush dulu menyerang Irak dan Afghanistan. Mereka senang ketika di Eropa, tumbuh pemimpin-pemimpin populis anti-Islam. Mereka senang dengan kebangkitan kaum Redneck Amerika yang membenci Islam.

Dan Donald Trump adalah sosok yang sangat pas untuk menunjukkan bahwa Barat membenci Islam. Trump berulang kali menghina dan melecehkan Islam secara terbuka. Sebenarnya sih, Trump dikenal bersahabat baik juga dengan Saudi, terutama dengan Pangeran Muhammad bin Salman. AS juga membantu Saudi dalam perang melawan Yaman.

Saudi adalah pembeli senjata AS terbesar. Tapi fakta ini lazim ditutupi agar umat Islam dunia tidak sadar. Yang terungkap adalah fakta-fakta yang membuktikan Trump pada dasarnya adalah anti-Islam. Dan tidak susah mencari bukti-bukti itu.

Barat, Timur, Utara, Selatan, Islam, Kristen, Katolik, Yahudi, Hindu, Budha, China, Konghucu, semua adalah ciptaan Tuhan.

Infografis: Sepak Terjang Kamala HarrisPerjalanan karier politik Kamala Harris (Infografis: Tagar/Muhammad Difa Aditya)

Kebencian Trump pada Islam memang sudah berlangsung lama. Jauh hari sebelum menjadi kandidat Presiden Amerika, Trump sudah dengan sembarangan menyatakan bahwa kaum muslim di New Jersey merayakan kehancuran dua menara kembar saat tragedi 9/11. Dia juga menghina Obama yang dikatakannya muslim.

Kampanye Trump menuju kursi kepresidenan pada 2015 memuat rencana Trump menutup semua masjid di Amerika dan melarang sama sekali orang Islam masuk Amerika. Pada Desember 2015, Trump menyebut muslim sebagai sick people. Pada Februari 2016, dia mengkritik Obama yang mengunjungi masjid di Baltimore. Pada bulan yang sama, di hadapan pendukungnya ia menuturkan cerita yang kemudian diulang-ulangnya, yakni tentang seorang jenderal Amerika di Filipina yang pada awal abad 20 membunuhi pemberontak muslim Filipina dengan menggunakan peluru yang dilumuri darah babi.

Pada Maret 2016 Trump menyatakan: "Muslim membenci orang Amerika. Mereka memiliki kebencian yang luar biasa." Sesudah memerintah, Trump benar-benar mewujudkan sikap islamophobic-nya. Hanya dalam satu minggu setelah menjadi Presiden (Januari 2017), dia mengeluarkan perintah menolak masuknya pengungsi dari Suriah dan menolak kunjungan warga dari sejumlah negara berpenduduk mayoritas Islam ke Amerika, termasuk Iran, Yaman, Libya, Somalia, dan belakangan juga Nigeria dan Sudan.

Pemerintah Trump berulang kali dituduh mendiskriminasikan muslim, baik di birokrasi maupun di dalam kebijakan yang dikeluarkan. Trump juga menabuh genderang perang kembali dengan Iran.

Seperti saya katakan, Trump adalah sosok yang memenuhi syarat sebagai bukti bahwa Barat dan Kristen membenci Islam. Apa yang dilakukan pemerintahan Trump sesungguhnya adalah bukti pembenar bagi Islamis radikal bahwa Islam sedang berada di bawah ancaman.

Kaum ekstremis terus memprovokasi dengan aksi-aksi terornya. Teror ini pada gilirannya akan dibalas dengan keras dan tegas. Dan pemimpin seperti Trump dengan mudah terpancing. Kekerasan demi kekerasan yang dilakukan kaum radikal justru digunakan Trump untuk menyatakan bahwa umat Islam memang membenci Barat dan karena itu harus dihabisi.

Pada gilirannya, perang sesungguhnya akan terjadi. Karena itu kehadian Joe Biden dan Kamala Harris adalah berkah untuk sebuah dunia yang damai. Mereka berdua adalah pecinta perdamaian. Kita doakan agar pemuka Islam moderat di Amerika akan lebih mudah menjalankan program-program pencerahannya. Mudah-mudahan kelompok Islam moderat lebih bisa meyakinkan umat Islam bahwa Barat bukanlah musuh.

Barat, Timur, Utara, Selatan, Islam, Kristen, Katolik, Yahudi, Hindu, Budha, China, Konghucu, semua adalah ciptaan Tuhan. Dan agar kita bisa merawat dunia yang dikaruniakan Tuhan, kita harus bekerja bersama-sama. Mari terus gunakan akal sehat. Karena hanya dengan akal sehat, dunia akan selamat.

*Akademisi dari Universitas Indonesia

Berita terkait
Joe Biden Jadi Presiden AS, Pasar Ekonomi Digital RI Terbuka
Indonesia dinilai berpeluang besar untuk penetrasi pasar di sektor jasa ekonomi digital ke AS setelah Joe Biden menjadi presiden.
Akankah Joe Biden Mengubah Dinamika Hubungan AS-Korea Utara
Kemenangan Joe Biden sebagai Presiden AS diperkirakan para analis akan mengubah dinamika hubungan antara AS dan Korea Utara
Joe Biden Siapkan Transisi, Donald Trump Lanjutkan Gugatan
Presiden AS terpilih, Joe Biden, menyiapkan pemerintahan transisi untuk menghadapai pelantikan tanggal 20 Januari 2020, Trump lanjutkan gugatan
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.