Untuk Indonesia

Jip Hijau, Jenderal Jusuf dan Supersemar

Jip hijau, di dalamnya ada Jenderal Jusuf dan Supersemar, setengah abad lalu menyusuri jalan Bogor yang lengang.
Penulis Tomi Lebang berpose dalam Jip Toyota FJ40 keluaran tahun 1960 milik Jenderal Jusuf (kiri) dan Jenderal Jusuf (kanan). (Foto: Facebook/Tomi Lebang dan Wikipedia)

Oleh: Tomi Lebang*

Setengah abad yang lalu, lewat tengah malam 11 Maret 1966, sebuah jip menyusuri jalan raya Bogor yang lengang. Di dalamnya ada tiga perwira tinggi angkatan darat, Brigjen M Jusuf, Mayjen Basuki Rahmat dan Brigjen Amir Mahmud. Duduk di belakang kemudi adalah M Jusuf, di sampingnya Basuki Rahmat, dan di belakang duduk menyamping adalah Amir Mahmud.

Mereka menyusul Presiden Soekarno yang meninggalkan Istana Negara di Jakarta 10 Maret siang harinya dengan helikopter. Bung Karno kabur ke Bogor setelah mendengar kabar adanya pasukan tak dikenal mengepung istana. Suasana ibu kota tegang dan penuh ketidakpastian.

Tiga jenderal ini tiba di Istana Bogor menjelang dini hari dan langsung menemui Presiden Soekarno.

Subuh itu, dalam berbagai versi sejarah, Presiden Soekarno memutuskan untuk membuat surat perintah yang memberi wewenang kepada Menteri Panglima Angkatan Darat Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan memulihkan keamanan negara, menjaga ajaran Bung Karno, menjaga keamanan Presiden, dan melaporkannya kepada Presiden.

Tiga jenderal tadi kemudian kembali ke Jakarta dengan mobil jip, menyusuri jalan raya Bogor yang masih lengang. Embun mulai turun. Langit subuh hari masih gelap. Di belakang, Amir Mahmud menyorotkan senter ke surat yang dipegang Basuki Rahmat. "Lho ini kan perpindahan kekuasaan...," seru Amir Mahmud.

Surat itu -- yang kemudian dikenal dengan Supersemar -- diserahkan kepada Soeharto di Markas Kostrad di kawasan Gambir pada malam harinya.

Surat Perintah Sebelas Maret menandai akhir era Soekarno, dan menjadi awal kekuasaan Orde Baru yang panjang.

50 tahun kemudian, tepat hari ini, saya berkeliling Kota Makassar dengan jip bersejarah itu, sodara-sodara. Bersama keponakan Jenderal Jusuf yang bekas Wali Kota Makassar, Andi Herry Iskandar, kawan Andi Hudli Huduri (Manajer Bank Panin), Thamzil Tahir (Wapemred Tribun Timur) dan sahabat Haeruddin Elu -- kami menyusuri jalan-jalan kota yang padat, dan berhenti di kediaman mendiang Jenderal Jusuf di Jalan Sungai Tangka.

Jip Toyota FJ40 keluaran tahun 1960 ini lama terparkir di Jakarta, di rumah Jenderal Jusuf di Jalan Teuku Umar 48. Sepeninggal sang jenderal 8 September 2004, jip ini dibawa ke Makassar.

Mobil masih seperti aslinya, saat dulu menyusuri jalan lengang membawa tiga jenderal yang mengempit Supersemar. Hanya pelat nomer Makassar -- DD 113 SS -- yang mengabadikan kenangan atasnya.

Dari Makassar di hari yang bersejarah ini, saya mengirimkan doa untuk sang jenderal, semoga damai dan di tempat yang lapang di sisiNya. Amin.

-- Makassar, 11 Maret 2016

*Penulis adalah Eks Wartawan Tempo

Baca juga:

Berita terkait
0
Banyak Kepala Daerah Mau Jadi Kader Banteng, Siapa Aja?
Namun, lanjut Hasto Kritiyanto, partainya lebih mengutamakan dari independen dibandingkan politikus dari parpol lain.