Jimat di Klithikan Pasar Beringharjo Yogyakarta

Katanya ada jimat di pasar barang antik atau Klithikan di Pasar Beringharjo Yogyakarta. Benarkah. Kita ikuti perjalanan kunjungan Tagar ke sana.
Koleksi barang-barang antik yang dijual oleh Nur, 47 tahun, di area klithikan Pasar Beringharjo, Yogyakarta, Rabu, 1 Juli 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Yogyakarta - Sebagian orang berpendapat banyak tempat di sudut Kota Yogyakarta memiliki daya tarik. Selalu ada hal unik di Yogyakarta, yang menjadi magnet tersendiri untuk wisatawan, orang yang pernah menetap di Yogyakarta, bahkan bagi orang-orang yang masih tinggal di kota ini.

Di kawasan Malioboro misalnya. Salah satu ikon Kota Yogyakarta itu memiliki beragam hal menarik. Mulai dari para pengamen jalanan, pedagang kaki lima yang berjejer di emperan toko, mal, bahkan papan nama jalan Malioboro pun menjadi hal menarik, khususnya untuk wisatawan.

Masih di kawasan Malioboro, ada Benteng Vredeburg dengan museum dan diorama yang menceritakan tentang perjuangan para pahlawan, ada penjual gudeg yang merupakan kuliner khas Yogyakarta di Pasar Beringharjo, dan yang tidak kalah menarik adalah pedagang barang antik di situ.

Lokasi pedagang barang antik dan kerajinan terletak di sebelah utara Pasar Beringharjo. Puluhan pedagang berjejer di sepanjang jalan kecil itu, dari barat ke timur. Saat melintasi jalanan itu antara pukul 08.00 hingga 16.00, pengunjung bisa melihat kilau kuning dari beragam jenis barang antik berbahan kuningan. Seperti pagi itu, Rabu, 1 Juli 2020.

Suasana di lokasi pedagang Klithikan, sebutan untuk para pedagang barang antik tersebut, masih belum terlalu ramai. Hanya ada para pedagang dan beberapa calon pembeli yang memilih barang antik kesukaan mereka.

Beberapa pedagang duduk santai di antara barang-barang jualannya. Sebagian menata barang jualannya, lainnya terlihat bermain ponsel sambil menunggu pelanggan. Ada juga yang sedang bercakap dengan rekan sesama pedagang.

Kalau usianya belum sampai ratusan tahun. Cuma tiruan zaman dulu. Zaman dulunya ada, terus ini tiruannya. Rata-rata tiruannya. Kalau yang aslinya zaman dulu kan udah di museum. Bahan dan bentuknya sama, kuningan juga.

Klithikan Pasar BeringharjoSuasana area pedagang klithikan dan barang antik di Pasar Beringharjo, Yogyakarta, Rabu, 1 Juli 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Harga Rp 10 Ribu Hingga Jutaan

Seorang perempuan paruh baya, Nur, 47 tahun, duduk di depan lapak penjualan barang-barang antik miliknya. Wajahnya terlihat lebih muda dari usianya yang hampir setengah abad. Senyumnya mengembang ramah saat menawarkan barang-barang antik di situ.

Nur sudah hampir 20 tahun menjadi pedagang di Pasar Beringharjo, tepatnya 18 tahun, yakni sejak tahun 2002. Sebelum itu, Nur sudah menjual barang antik dan kerajinan, tetapi bukan di Pasar Beringharjo. Dia yang menyuplai beragam barang antik pada para pedagang.

Beragam barang antik tertata rapi di lapak Nur, mulai dari yang berukuran kecil, seperti pin kuningan, keris berukuran kecil, hingga barang antik berukuran cukup besar, seperti samurai.

Dari beragam barang antik tersebut, sebagian besar terbuat dari kuningan. Meski ada beberapa yang terbuat dari bahan lain, misalnya patung dari batu dan beberapa jenis minyak untuk pusaka.

"Jenis barangnya sebagian besar kerajinan kuningan. Ada patung-patung, ada keris, ada minyak-minyak. Semuanya barang antik," kata Nur.

Ya ada juga yang asli. Misalnya jimat atau apa gitu. Tapi harus jeli memilihnya. Kalau orang awam biasanya enggak bisa membedakan.

Usia barang-barang antik itu, menurut dia, belum mencapai ratusan tahun, karena sebagian barang yang ada merupakan replika atau tiruan dari barang-barang kuno. Mulai dari bahan hingga bentuknya, semua dibuat persis dengan barang-barang aslinya.

Saat ini, sebagian barang-barang asli dari beragam kerajinan yang dijualnya, sudah ada di museum.

"Kalau usianya belum sampai ratusan tahun. Cuma tiruan zaman dulu. Zaman dulunya ada, terus ini tiruannya. Rata-rata tiruannya. Kalau yang aslinya zaman dulu kan udah di museum. Bahan dan bentuknya sama, kuningan juga," urainya.

Klithikan Pasar BeringharjoBeberapa jenis barang antik dan kerajinan kuningan yang dijual oleh Nur, 47 tahun, di Pasar Beringharjo, Yogyakarta, Rabu, 1 Juli 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Seperti jenis barang jualannya yang beragam, harga kerajinan dan barang antik yang dijualnya pun beragam. Mulai dari harga Rp 10 ribu hingga jutaan rupiah.

Pedang samurai merupakan barang dengan harga termahal, mencapai jutaan rupiah. Tapi Nur tidak menjelaskan harga pasti dari samurai-samurai yang dijualnya. Sedikitnya ada empat macam samurai terpajang di lapaknya.

Sedangkan barang dengan harga termurah, yakni Rp 10 ribu, berupa pernak-pernik kuningan dengan berbagai bentuk, termasuk kerajinan kuningan berbentuk keris.

"Yang paling murah itu ya pernik-pernik kuningan, yang kecil-kecil itu, mulai harga Rp 10 ribu. Misalnya kayak keris-keris kecil, semar-semar kecil," ujarnya.

Nur sejenak menghentikan ceritanya, saat seorang pria datang. Dia bermaksud untuk membeli sebotol minyak berwarna hijau. Pria itu memilih sendiri minyak yang dikehendakinya. Beberapa menit kemudian, dia selesai memilih, kemudian menyerahkan selembar uang kertas nominal Rp 20 ribu kepada Nur.

"Ini minyak-minyak. Kalau fungsinya saya belum tahu persis. Saya menyiapkan saja barang-barang kebutuhan untuk pusaka," kata Nur setelah si pembeli pergi.

Selain barang antik dari kuningan dan minyak, Nur juga menyediakan beberapa jenis barang-barang unik, yang sebagian orang mempercayai untuk dijadikan jimat, di antaranya bambu pethuk (bambu yang ruasnya bertemu), taji, patung kura-kura yang terbuat dari batu, hingga uang kertas kuno.

Hampir seluruh barang yang dijualnya merupakan replika atau kerajinan yang dibuat serupa aslinya. Meski ada juga beberapa barang dagangannya yang bukan sekadar replika. Tapi, harganya beberapa kali lipat lebih mahal dibandingkan dengan replika.

"Bambu pethuk, ini kerajinan juga. Kalau aslinya ya ada, tapi harganya lebih mahal. Ini kerajinannya, harganya Rp 10 ribu juga," kata Nur.

Klithikan Pasar BeringharjoSeorang pedagang barang antik di area klithikan Pasar Beringharjo, Yogyakarta, Nur, 47 tahun, sedang menata barang antik jualannya, Rabu, 1 Juli 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Dampak Pandemi Covid-19

Hingga saat ini, peminat barang-barang antik cukup banyak. Setidaknya hingga sebelum pandemi Covid-19 melanda. Bahkan, menurut Nur, peminat barang-barang antik dagangannya bukan hanya dari area Kota Yogyakarta dan sekitarnya.

Nur memiliki pelanggan dari berbagai daerah di Indonesia, mulai dari Sumatera hingga ke Kalimantan dan Sulawesi.

Salah satu hal yang membuat lapaknya memiliki banyak pelanggan adalah Nur tidak enggan mencarikan barang yang diinginkan pelanggan. Jika barang antik yang diinginkan pelanggannya tidak tersedia, Nur akan berusaha mencarikan sampai dapat. Namun jika dia merasa barang itu sulit didapatkan, dia akan menolak untuk mencarikan.

"Ada juga yang dari luar Jogja sengaja datang ke sini untuk belanja. Tergantung keperluannya, biasanya mereka telepon dulu, dia cari apa. Kalau ada, nanti dia terus datang," tuturnya.

Namun sejak pandemi Covid-19 melanda, penghasilannya anjlok. Pandemi ini, sebut Nur, berdampak sangat besar terhadap jualan dan penghasilannya. Apalagi dirinya sempat menutup lapak jualan selama tiga bulan.

Tidak tanggung-tanggung, penurunan penghasilannya selama pandemi, mencapai sekitar 90 persen. "Ya saya terus libur sekitar tiga bulanan, Mas. Terus enggak jualan. Ini baru buka kira-kira semingguan ini. Selama tiga bulan ya cuma kerja di rumah. Kalau ada yang cari, ya nanti ke rumah. Di rumah menjual juga."

Meski beberapa pelanggan telah mengetahui rumahnya di kawasan Jl Imogiri Timur, Kabupaten Bantul, tapi kendala tetap ada. Salah satunya adalah keengganan pelanggan untuk datang karena beberapa jalan masuk ditutup total sejak pandemi. Mereka jadi kesulitan untuk keluar dan masuk ke daerah rumah Nur.

Dampak pandemi bukan hanya dirasakan Nur dan keluarganya, tetapi juga pada pegawai-pegawainya. Nur terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 10 pegawainya.

"Pegawai saya juga saya kurangi di rumah. Dari dulunya 15 orang, terus dikurangi, dikurangi, dikurangi, terus sampai sekarang tinggal lima orang. Dampaknya gede sekali. Sejak mulai buka ini masih ada pengaruhnya. Ya cuma kalau ada pelanggan mungkin telepon dulu ke sini, terus datang. Tapi ya belum pulih sempurna, belum," tuturnya.

Klithikan Pasar BeringharjoSeorang pedagang barang antik di area klithikan Pasar Beringharjo, Yogyakarta, Nur, 47 tahun, sedang menunggu pembeli barang antik jualannya, Rabu, 1 Juli 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Cukup Elegan untuk Hiasan

Seorang penggemar barang antik, Ansar, 44 tahun, mengaku sering berkunjung ke lokasi penjualan barang antik di tempat itu, baik untuk membeli maupun sekadar melihat-lihat.

Ansar mengaku paham betul bahwa sebagian besar barang-barang antik yang dijual di kawasan itu merupakan replika dari barang-barang kuno.

"Ya logikanya kan gitu, Mas. Enggak mungkin barang kuno yang umurnya sampat 400 atau 500 tahun dijual di klithikan. Pasti replikanya aja. Harganya sesuailah," ujarnya.

Kata Ansar, barang-barang antik yang memang kuno, seperti samurai berusia ratusan tahun, harganya tidak mungkin hanya berkisar jutaan rupiah, tapi bisa mencapai angka miliaran rupiah.

Tapi, meski barang-barang antik yang dijual di tempat itu hanya replika, menurutnya sudah cukup elegan jika hanya ingin dipajang di rumah sebagai hiasan. Terlebih bentuk dan bahan yang digunakan untuk membuat replika itu mendekati barang-barang aslinya.

Selain barang-barang antik replika, Ansar mengatakan ada juga barang-barang asli yang dijual di situ. Biasanya barang-barang itu berupa semacam jimat atau perlengkapan pusaka, termasuk minyak untuk dioleskan pada pusaka. "Ya ada juga yang asli. Misalnya jimat atau apa gitu. Tapi harus jeli memilihnya. Kalau orang awam biasanya enggak bisa membedakan." [] 

Baca cerita lain:

Berita terkait
Mencari Berkah Sungai di Bawah Langit Bantaeng
Di sebuah sungai di Bantaeng, Sulawesi Selatan, Muhammad Ilyas mencari pasir dan batu. Ada Kamariah, istrinya, setia menemani dan turun tangan.
Laki-laki yang Kunikahi Ternyata Perempuan
Memakai jas hitam, peci menutupi rambut cepaknya, dia tampak gagah layaknya pria tangguh. Hingga kemudian rahasianya terungkap. Dia perempuan.
Kisah Mbah Uti, Penjual Gorengan di Kota Semarang
Jangan kehilangan harapan. Kalau ada kesempatan jualan, tetap jualan di mana pun. Seperti saya jualan di depan rumah. Mbah Uti Semarang.
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.