Jenderal Aktif di Kementerian, Dwifungsi Gaya Baru

Indonesia Police Watch (IPW) menilai ada sistem Dwifungsi gaya baru di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Lambang Polri. (Foto: wikipedia)

Pematangsiantar - Indonesia Police Watch (IPW) menilai ada sistem Dwifungsi gaya baru di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pasalnya, tiga jenderal yang masih aktif di kepolisian diberi posisi strategis di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Ketua Presidium IPW, Neta S Pane mengatakan, sosok tiga orang itu yakni, Komjen Andap Budhi Revianto. Dia menduduki posisi Inspektur Jenderal Kemenkumham, Irjen Reinhard Silitonga sebagai Direktur Jenderal Pemasyarakatan.

Jokowi memberi peran yang cukup besar pada kalangan kepolisian, sehingga muncul istilah Dwifungsi Polri

Kemudian, Komjen Antam Novambar memiliki posisi sebagai Plt Sekjen KPP. Hal itu diungkapkannya melalui siaran pers yang diterima Tagar, Selasa, 23 Juni 2020.

Baca juga: 3 Jenderal di Kementerian Didesak Lepas Jabatan

Dia mengatakan, pengangkatan perwira tinggi Polri aktif di kementerian seperti Dwifungsi ABRI pada masa Orde Baru (Orba) di pemerintahan Presiden Soeharto.

"Di era Orba cukup banyak pejabat militer yang menduduki posisi jabatan sipil maupun rangkap jabatan. Era ini dikenal sebagai Dwifungsi ABRI. Saat Orba tumbang rakyat mempermasalahkan soal Dwifungsi dan rangkap jabatan militer ini," katanya.

Dia berpendapat, kebijakan yang dilakukan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly dan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, sudah melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 tahun 2017 yang melarang TNI dan Polri duduk di Jabatan Pimpinan Tinggi Aparatur Sipil Negara (JPT ASN).

Baca juga: Dua Jenderal di Sumatera Utara Mencegah Virus Corona

"Sebab keduanya mengangkat perwira Polri aktif menjadi pejabat di kementeriannya. Perwira tinggi Polri itu tak mundur dari institusinya dan dibiarkan tidak beralih status menjadi ASN," ucap dia.

Neta menjelaskan, di awal reformasi Dwifungsi dan rangkap jabatan sudah dihilangkan. Namun, di Pemerintahan Presiden Jokowi, persoalan ini muncul dengan gaya baru.

"Di era Presiden Jokowi, rangkap jabatan dan Dwifungsi ini muncul lagi dengan gaya baru. Jokowi memberi peran yang cukup besar pada kalangan kepolisian, sehingga muncul istilah Dwifungsi Polri. Selain menjadi menteri dan komisaris, cukup banyak posisi sipil yang dipegang jenderal polisi," kata dia.

Dia berpandangan, pada masa Orba, Soeharto lebih menonjolkan anggota militer. Berbeda dengan pemerintahan Jokowi yang menurut Neta sangat memanjakan jenderal polisi.

"Sepertinya strategi Dwifungsi ini adalah strategi balas jasa. Jika Soeharto balas jasa ke kalangan militer, Jokowi melakukan balas jasa ke kalangan Polri," ucapnya.

Dia menegaskan, Jokowi bisa saja melakukan hal tersebut. Namun, harus diiringi dan sesuai dengan UU yang berlaku.

"Jokowi boleh saja menerapkan politik balas jasa seperti Soeharto, tapi tetap harus patuh dengan UU. Untuk itu jenderal polisi yang menjadi menteri ataupun Komisaris BUMN harus mundur dari Polri, seperti yang diamanatkan UU dan mereka jangan mau seenaknya saja di negeri demokrasi ini," kata Neta S Pane. []

Berita terkait
Alasan Yasonna Pindah Bahar Smith ke Nusakambangan
Bahar Smith dipindah ke Nusakambangan agar tidak terjadi gesekan di Lapas Gunung Sindur, Bogor.
Respons Yasonna Laoly Lihat John Kei Kumat Lagi
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly merespons kabar John Kei yang baru 5 bulan bebas bersyarat kumat lagi tersandung kasus hukum.
Sengkarut Napi Asimilasi, Yasonna Laoly Didesak Mundur
Direktur Eksekutif Voxpol Center and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menyarankan Menkumham Yasonna Laoly mundur, karena sengkarut napi asimilasi.
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.