Jakarta, (Tagar 9/11/2018) - Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih Rakyat (Kornas JPPR) Sunanto mengatakan, ganasnya penyebaran berita hoaks di media sosial jelang Pilpres 2019 ini karena kurang adanya kontrol ketat dari berbagai pihak terkait yang berwenang.
"Sekarang ini bagaimana mengontrol media sosial tim suksesnya. Kalau akun resminya ada, terus akun tendensiusnya ada kan gampang ditracknya. Yang susah itu akun-akun yang memang dibuat buser-busernya itu aja sih. Tapi sebenarnya kalau mau mengikat itu semua, mesti ada lembaga yang memang memiliki otoritas seperti kepolisian yang secara sistem tahu mana akun palsu atau asli," kata Sunanto dalam sebuah diskusi di Voltaire Koffie Jakarta Timur, Kamis (8/11).
Sunanto mengatakan, semakin maraknya akun-akun di media sosial yang menyebarkan suatu informasi yang belum jelas kebenarannya khususnya jelang Pilpres 2019, semua lembaga terkait harus memantau. Lembaga terkait di Indonesia adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), dan Kepolisian.
"Tiga lembaga itu harus berkolaborasi menangkal akun-akun yang menyebarkan pemberitaan hoaks di media sosial," katanya. "Karena kebebasan publik itu harus dipertanggungjawabkan juga."
"Jangan dibiarkan. Tidak cukup konten hoaks di media sosial diserahkan pada Bawaslu dan KPU saja, karena KPU dan Bawaslu tidak punya perangkat untuk mengetrack semua akun di media sosial," lanjutnya.
Ia menjelaskan, Bawaslu hanya tahu ada pelanggaran kampanye atau tidak.
"Tapi yang tahu sebuah akun itu abal-abal atau hoaks, hanya kepolisian," katanya. "Yang bisa membekukan sebuah akun adalah Kominfo. Jadi, tiga lembaga itu seharusnya memiliki kesepakatan untuk mengatur ini."
Kalau hukum tidak memadai untuk mengatasi hoaks di media sosial, kata Sunanto, maka bisa dilakukan usulan perbaikan terhadap Undang-undang tentang informasi.
Larangan penyebaran berita hoaks di media sosial, diatur dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). []