Istana: Tak Ada Kaitan RUU HIP dan Pemakzulan Jokowi

Istana angkat bicara mengenai tuntutan massa penolak RUU HIP yang meminta Jokowi lengser dari kursi presiden. Menurut Istana, itu tak masuk akal.
Staf khusus Presiden Bidang Hukum Dini Shanti Purwono di Sekretariat Kabinet, Jumat, 21 Februari 2020. (foto: Tagar/Popy Sofy).

Jakarta- Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Shanti Purwono mempertanyakan tuntutan massa aksi penolak Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Tuntutan yang meminta Jokowi lengser dari kursi presiden, kata Dini, tak memiliki kaitan dengan RUU HIP.

"Saya tidak bisa melihat korelasi antara penolakan RUU HIP dengan desakan agar MPR menggelar sidang istimewa untuk memberhentikan presiden," kata Dini saat dihubungi wartawan, Jakarta, Jumat, 26 Juni 2020.

Saya tidak bisa melihat korelasi antara penolakan RUU HIP dengan desakan agar MPR menggelar sidang istimewa untuk memberhentikan presiden

Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini menegaskan RUU HIP murni inisiatif DPR. Oleh karena itu, pemerintah tak memiliki kepentingan menerbitkan RUU yang belakangan mengundang polemik ini.

Meski demikian, kata Dini, pemerintah telah menyerap aspirasi masyarakat dengan menunda pembahasan RUU HIP. Pemerintah memberikan waktu kepada DPR untuk mengkajinya kembali.

Baca juga:

Pemerintah ingin DPR membahas ulang RUU HIP dengan melibatkan partisipasi masyarakat lebih luas lagi. Dengan demikian, DPR dapat menerima masukan lebih banyak.

"Jadi, tidak ada kontradiksi antara keinginan massa dengan posisi yang diambil pemerintah pada saat ini," ujar Dini.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyatakan pemerintah meminta DPR menunda pembahasan RUU HIP.  Pemerintah, kata Mahfud, tak bisa mencabut RUU tersebut lantaran beleid tersebut inisiatif Senayan. 

Sementara Badan Legislasi DPR telah mendengar respon pemerintah yang disampaikan secara lisan. Hanya saja, DPR belum menerima surat resmi mengenai tanggapan presiden terhadap pembahasan RUU HIP. 

Padahal surat dari DPR dan RUU HIP telah berada di tangan pemerintah. Kini pemerintah memiliki waktu 60 hari untuk menjawab surat tersebut.   

Pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta mencurigai demonstrasi pada 24 Juni 2020 itu telah diagendakan Front Pembela Islam (FPI) dan Persaudaraan Alumni (PA) 212. Agenda dirancang memanfaatkan momentum RUU HIP untuk menggencarkan isu pemakzulan Presiden Jokowi di tengah pandemi Covid-19.

Sayangnya hingga saat ini, kata Stanislaus, pemerintah belum memberikan sikap tegas terhadap RUU HIP buatan DPR itu. Padahal RUU HIP sangat sensitif dan rawan disusupi isu-isu agama.

Pembakaran bendara PDIP pada demonstrasi penolakan RUU HIP, kata dia, menunjukkan indikasi sasaran aksi cenderung berbelok. "Ini sangat dimungkinkan sebagai jembatan mereka untuk memakzulkan Pak Jokowi, karena sudah beredar narasi-narasi tersebut (pemakzulan Jokowi)," kata Stanislaus kepada Tagar.[]

Berita terkait
Aksi MUI Tolak RUU HIP, Ngabalin: Di Mana Otaknya?
Ali Mochtar Ngabalin menilai tuntutan MUI kepada Istana soal RUU HIP tidak masuk akal.
Najwa Shihab Sebut Empat Argumen Basi Politisi
Politisi punya banyak argumen untuk melegitimasi sikap politiknya yang kerap menentang kepentingan publik. Najwa Shihab sampai menghafalnya.
Didemo PA 212, PDIP Usul RUU HIP Diubah jadi RUU PIP
Ketua DPP PDI Perjuangan Ahmad Basarah menjelaskan pandangan partainya mengenai pembahasan RUU HIP namanya bisa diubah menjadi RUU PIP.
0
Dua Alasan Megawati Belum Umumkan Nama Capres
Sampai Rakernas PDIP berakhir, Megawati Soekarnoputri belum mengumumkan siapa capresnya di Pilpres 2024. Megawati sampaikan dua alasan.