Istana Bicarakan Penghapusan Pasal dalam UU Cipta Kerja

Staf Khusus Presiden bidang Hukum Dini Shanti Purwono menyatakan, pihaknya telah melakukan koreksi terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Staf Khusus Presiden bidang Hukum Dini Shanti Purwono menyatakan, pihaknya telah melakukan koreksi terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja. (foto: Tagar/Popy Sofy).

Jakarta - Staf Khusus Presiden bidang Hukum Dini Shanti Purwono menyatakan, pihaknya telah melakukan koreksi terhadap Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja yang dikirimkan Sekjen DPR. 

Dalam hal ini penghapusan tersebut sifatnya administratif atau typo (salah ketik).

Dalam hal ini, lebih spesifik koreksi yang dilakukan oleh Sekretariat Negara (Setneg) terkait dengan Pasal 46 di Undang-Undang Cipta Kerja ia pastikan tidak mengubah substansi yang telah disepakati oleh Panitia Kerja DPR.

"Yang tidak boleh diubah itu substansi, dalam hal ini penghapusan tersebut sifatnya administratif atau typo (salah ketik) dan justru membuat substansi menjadi sesuai dengan apa yang sudah disetujui dalam Rapat Panja Baleg DPR," kata Dini kepada wartawan, di Jakarta, Jumat, 23 Oktober 2020.

Baca juga: Staf Presiden Jokowi Pastikan Publik Bisa Akses UU Cipta Kerja

Secara terpisah, sebelumnya Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas menjelaskan, Pasal 46 terkait minyak dan gas bumi memang seharusnya dihapus dari UU Cipta Kerja.

Supratman menyebut, Pasal 46 tersebut merupakan Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang sebelumnya tercantum di dalam naskah UU Cipta Kerja setebal 812 halaman yang dikirimkan DPR kepada Presiden Jokowi.

Namun, pasal tersebut diketahui telah dihapus dari naskah UU Cipta Kerja setebal 1.187 halaman yang dikirimkan Sekretariat Negara ke sejumlah organisasi masyarakat Islam.

Supratman juga menjelaskan, Pasal 46 UU Migas itu berkaitan dengan tugas Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas karena Panja DPR tidak menerima usulan pemerintah soal pengalihan kewenangan penetapan toll fee dari BPH Migas ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Baca juga: Pasal 46 UU Cipta Kerja Hilang, Istana: Sudah Diparaf DPR

Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Pratikno memastikan substansi UU Cipta Kerja yang disiapkan Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), sama dengan dokumen UU Cipta Kerja yang disampaikan DPR ke Istana.

"Sebelum disampaikan kepada Presiden Jokowi, setiap naskah RUU dilakukan formating dan pengecekan teknis terlebih dahulu oleh Kementerian Sekretariat Negara agar siap untuk diundangkan," kata Pratikno kepada wartawan, Kamis, 22 Oktober 2020. 

Diketahui, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan PP Muhammadiyah menerima naskah final UU Cipta Kerja setebal 1.187 halaman dari Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno.

Wakil Ketua Umum MUI Muhyidin Junaidi mengatakan ada dua tipe naskah UU Cipta Kerja yang diberikan Pratikno, yakni berupa soft copy (1.187 halaman) dan hard copy (1.038 halaman).

Sedangkan, jika dibandingkan jumlah ini lebih banyak daripada jumlah halaman UU Cipta Kerja yang diserahkan DPR kepada pemerintah yakni sebanyak 812 halaman seperti yang disebutkan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin beberapa waktu lalu.

Draf elektronik pertama UU Cipta Kerja beredar dengan nama "5 OKT 2020 RUU Cipta Kerja-Paripurna.pdf" pada 5 Oktober 2020, saat RUU Cipta Kerja disahkan DPR menjadi UU dengan jumlah 905 halaman. []

Berita terkait
Penyederhanaan Birokrasi Dilakukan Guna Ciptakan Iklim Baru
Menurut Kepala BKN, penyederhanaan birokrasi bertujuan untuk ciptakan iklim baru dan ada 3 komponen yang akan dipertimbangkan.
Resolusi Jihad Santri: Tolak UU Cipta Kerja Demi Keadilan
FNKSDA Bojonegoro menggelar aksi demonstrasi tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja. Demonstrasi itu bertepatan dengan Hari Santri Nasional.
Tuntut Perppu UU Cipta Kerja Buruh Longmarch Menuju Istana
Sejumlah elemen dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) tuntut Presiden Jokowi terbitkan Perppu UU Cipta Kerja. Mereka longmarch ke Istana.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.