IPW Nilai Penyiraman Novel Baswedan Kasus Ringan

Ketua Presidium IPW, Neta S Pane menilai hukuman 1 tahun penjara terhadap penyerang penyidik KPK Novel Baswedan sudah sangat berat.
Neta S Pane. (Foto: Tagar/Nurul Yaqin)

Padang - Indonesia Police Watch (IPW) menilai kasus penyiraman Novel Baswedan adalah kasus penganiayaan tergolong ringan dan hendak dipolitisasi sebagai kasus besar dan luar biasa. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Presidium IPW, Neta S Pane menanggapi tuntutan satu tahun penjara kepada penyerang Novel Baswedan.

Menurut Neta, tuntutan Jaksa adalah bagian dari sikap promoter aparat penegak hukum yang taat hukum dan memahami fakta hukum yang ada. IPW mengingatkan bahwa kasus penyiraman Novel itu adalah kasus ringan, lebih tepatnya penganiayaan ringan, apalagi jika dibandingkan dengan kasus yang melilit Novel di Bengkulu, di mana Novel menjadi tersangka kasus pembunuhan.

Egois dan mau menang sendiri, sebagai aparatur penegak hukum tentunya sangat tidak pantas Novel menghina Pengadilan Wong Muara kasus ditanganinya selama ini di KPK juga dilanjutkan di pengadilan.

"Anda bisa bayangkan, di mana hati nurani anda karena anda hanya ribut dalam kasus penganiayaan ringan, sementara Anda tak peduli dengan kasus pembunuhan yang dia, di mana hingga kini keluarga korban masih menuntut keadilan," kata Neta dalam keterangan tertulis diterima Tagar, Jumat, 12 Juni 2020.

IPW menilai dalam kasus penganiayaan terhadap Novel, tuntutan satu tahun penjara sudah tergolong berat. Jika Novel menyebut persidangan tersebut hanya formalitas, dimana sebagai aparat penegak hukum Novel sudah terkategori menghina pengadilan.

"Egois dan mau menang sendiri, sebagai aparatur penegak hukum tentunya sangat tidak pantas Novel menghina Pengadilan Wong Muara kasus ditanganinya selama ini di KPK juga dilanjutkan di pengadilan. Tapi sudahlah, biarkan saja Novel ngoceh sesukanya," katanya.

Bagi IPW terdakwa penyiram Novel lebih kesatria mengakui perbuatannya ketimbang Novel selalu berdalih untuk menghindari pengadilan kasus pembunuhan dituduhkan padanya di Bengkulu.

"Seharusnya Novel berjiwa besar menyelesaikan kasusnya di pengadilan dan jangan bersikap kerdil dengan menghina pengadilan bahwa persidangan kasus penyiraman padanya hanya formalitas," katanya.

Neta menilai, Novel telah membuat tragedi hukum di negeri ini berkelanjutan hingga carut-marut, di mana seorang tersangka pembunuhan bisa memeriksa tersangka korupsi.

"Ini sebuah tragedi dan saya melihat tragedi hukum ini dimana KPK membiarkan tersangka pembunuhan bisa memeriksa tersangka korupsi. Sebaiknya KPK dibubarkan saja, sebab upaya penegakan hukum yang dilakukannya makin tidak jelas," tuturnya.

Sebelumnya diberitakan Tagar, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Utara menjelaskan, dua orang polisi aktif yang melakukan penyerangan kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan hanya dituntut 1 tahun bui lantaran sudah meminta maaf dan menyesali perbuatannya.

"Dituntut hanya 1 tahun karena pertama, yang bersangkutan mengakui terus terang di dalam persidangan. Kedua, yang bersangkutan meminta maaf dan menyesali perbuatannya, dan secara dipersidangan menyampaikan memohon maaf kepada keluarga Novel Baswedan, dan meminta maaf (pada) institusi kepolisian, institusi Polri itu tercoreng," kata JPU Ahmad Patoni di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis, 11 Juni 2020.

JPU Kejari Jakarta Utara menuntut 1 tahun penjara terhadap Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, selaku dua orang terdakwa penyerang penyidik KPK Novel Baswedan karena dinilai terbukti melakukan penganiayaan terencana yang mengakibatkan luka-luka berat.

Keduanya dinilai terbukti melakukan dakwaan subsider dari pasal 353 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Jadi gini Pasal 355 (dakwaan primer) dia harus mempersiapkan untuk melukai orang itu sudah ada niat dari awal, sedangkan di fakta persidangan dia tidak ada niat untuk melukai, tapi hanya ingin memberikan pelajaran kepada seseorang, yaitu Novel Baswedan. Alasannya, dia (Novel) lupa dengan institusi, menjalankan institusi (Polri)," ucap Patoni.

Menurut Patoni, Ronny maupun Rahmat awalnya ingin menyiram badan Novel tapi ternyata malah mengenai mata.

"Maka kemudian pasal yang tepat adalah di Pasal 353 soal perencanaan, penganiayaan yang mengakibatkan luka berat. Berbeda dengan pasal 355, kalau pasal 355 dari awal sudah menargetkan dan dia lukai tuh sasarannya, sedangkan ini dia tidak ada (niat) untuk melukai," katanya.

Ahmad Patoni juga memastikan Ronny dan Rahmat tidak mendapat perintah untuk melukai Novel. []

Berita terkait
Kasus Novel Baswedan, Eks Ketua YLBHI Cemas Hakim Digarap
Eks Ketua YLBHI sekaligus Jubir FPI Munarman mengingatkan hakim kasus Novel Baswedan jangan mengikuti putusan Jaksa Penuntut Umum.
KPK: Kasus Novel Baswedan Ujian Bagi Keadilan
Plt Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri menyebut persoalan penyidik Novel Baswedan sebagai ujian bagi keadilan di Tanah Air.
Sidang Kasus Novel Baswedan Dinilai Penuh Sandiwara
Tim advokasi Novel Baswedan menilai persidangan terhadap kedua pelaku kasus penyiraman air keras kepada kliennya terkesan penuh sandiwara.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.