Intelijen Sipil China Dituduh Gunakan Peretas Kontrak

Presiden Biden akan terima laporan terperinci tentang peran badan intelijen sipil China gunakan ransomware memeras bisnis-bisnis Amerika
Bagian dalam sebuah komputer di New Jersey, 23 Februari 2019. Pada 2 Juli 2021, sekitar 200 perusahaan AS lumpuh setelah diserang ransomware (Foto: voaindonesia.com/AP)

Jakarta – Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, mengatakan dia akan menerima laporan terperinci pada Selasa, 20 Juli 2021, tentang peran yang dimainkan oleh badan intelijen sipil China dalam menggunakan ransomware untuk memeras bisnis-bisnis Amerika.

Ransomware adalah sejenis peringkat lunak atau virus komputer yang diciptakan oleh peretas untuk menghalangi pemilik data mengaksesnya kecuali jika dibayarkan sejumlah uang tebusan.

“Mereka masih menentukan dengan tepat apa yang terjadi. Penyelidikan belum selesai,” kata Presiden pada Senin, 19 Juli 2021.

Presiden Biden menanggapi pertanyaan wartawan tentang mengapa tidak ada sanksi terhadap Beijing menyusul tuduhan publik pemerintahnya bahwa Kementerian Keamanan Negara China menggunakan peretas kriminal kontrak untuk melakukan operasi dunia maya tanpa sanksi secara global. Dalam hal ini, peretas secara pribadi diuntungkan.

Amerika Serikat, bersama dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Alliance Treaty Organization/NATO), Uni Eropa, Inggris, Jepang, Kanada, Australia, dan Selandia Baru pada Senin, 19 Juli 2021, secara khusus menyalahkan China atas serangan siber pada Maret lalu yang mempengaruhi puluhan ribu organisasi melalui server Microsoft Exchange.

Ini adalah jenis peretasan zero-day di mana kerentanan diketahui oleh vendor perangkat lunak, tetapi mereka belum memiliki cara untuk memperbaiki kekurangan.

jubir ged putih jen psakiJuru Vicara Gedung Putih, Jen Psaki (Foto: voaindonesia.com/Reuters)

Ditanya oleh wartawan mengapa AS tidak menghukum Beijing atas serangan siber tersebut, juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki, menjawab bahwa “kami tidak mengizinkan keadaan atau pertimbangan ekonomi apa pun untuk mencegah kami mengambil tindakan jika diperlukan, dan juga, kami memiliki opsi untuk mengambil tindakan tambahan jika diperlukan.”

“Ini bukan akhir dari upaya kami” mengenai serangan siber yang terkait dengan China atau Rusia,” tambah Psaki.

“Ini masalah besar,” kata Chris Painter, presiden Global Forum on Cyber Expertise Foundation Board (Forum Global Dewan Yayasan Keahlian Siber), diplomat urusan dunia maya pertama di Departemen Luar Negeri.

Painter menjelaskan di Twitter bahwa “koalisi negara-negara yang mengutuk tindakan China belum pernah terjadi sebelumnya,” terutama keikutsertaan NATO.

twit chrisTweet Chris Painter @C_Painter (Foto: voaindonesia.com)

Pemerintahan Biden telah bicara secara terang-terangan tentang serangkaian ransomware dan serangan lain yang dituduhkan pada kelompok-kelompok yang beroperasi di Rusia, tetapi tidak secara langsung menghubungkan kegiatan tersebut dengan pemerintah Rusia.

Dalam pertemuan tatap muka dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin, di Jenewa bulan lalu, Biden mengancam akan mengambil tindakan terhadap Moskow jika penjahat dunia maya terus beroperasi di dalam Rusia tanpa hambatan.

China secara konsisten membantah terlibat dalam kegiatan peretasan lewat dunia maya (lt/em)/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Biden Marah Peretas Rusia Minta Tebusan Uang Kripto Rp 1 T
Geng peretas itu menuntut US$ 70 juta atau setara dengan Rp 1 triliun (kurs Rp 14.500/US$) dalam bentuk kripto (cryptocurrency).
Kelompok yang Diduga Peretas Minta Tebusan 70 Juta Dolar AS
Para peretas yang dicurigai berada di balik serangan ransomware telah mengajukan tuntutan 70 juta dolar AS dalam bentuk mata uang kripto