Jakarta – Pada bulan Oktober, saham yang paling banyak diborong oleh asing adalah saham PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk (DGIK). Lalu setelahnya ada saham PT Sriwahana Adityakarta Tbk (SWAT) dan yang ketiga ada PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI).
Pada perdagangan Senin, 1 November 2021 lalu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup dengan pelemahan 0,58 % dan membawa indeks berada di level 6.552,88 poin. Pelemahan ini terjadi pada saat perdagangan sesi dua, sedangkan pada perdagangan pagi indeks menguat.
Pada perdagangan akhir bulan Oktober hari Jumat, 29 Oktober 2021 lalu indeks melesat 1,03 % ke posisi 6.591,346 dibandingkan pada hari sebelumnya. IHSG sudah naik 4,84 % pada bulan Oktober.
- Baca Juga: Saham AS Catat Rekor Baru Pada Penutupan 1 November 2021
- Baca Juga: Investor Saham Tembus 3 Juta Pada Penyelenggaraan CMSE 2021
Kenaikkan saham DGIK bulan lalu adanya aksi pemegang saham pengendali emiten farmasi dannproduk alat kesehatan. PT Itama Rayonara Tbk (IRRA), yaitu PT Global DInamika Kencana yang akan mengambil alih sebanyak 51,85% saham perusahaan.
Manajemen Global Dinamika menyatakan tujuan pengambilan atau pengendalian ini untuk mengembangkan usaha dan memperkuat usaha bisnis perseroan di bidang jasa konstruksi. Dengan adanya hal tersebut, Global Dinamika Kencana menjadi pengendalian baru DGIK. Sebelumnya transaksi perseroan tidak memiliki hubungan dengan DGIK.
- Baca Juga: IHSG Diprediksi Menguat Awal Pekan November 2021
- Baca Juga: Cara Mengetahui Harga Saham Sedang Murah atau Mahal
Sedangkan saham yang banyak dijual asing selama bulan Oktober adalah PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA). Saham MPPA ini ramai dilego oleh asing di tengah perencanaan penambahan modal dengan skema hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue.
Berdasarkan prospektus yang diterbitkan perusahaan, MPPA berencana menawarkan 1.171.200.788 saham baru dengan nominal Rp 50 per saham dan harga pelaksanaan Rp 760 per saham dan Penawaran Umum Terbatas (PUT) VI, sehingga dari rights issue ini MPPA membidik dana sebsar Rp 890,11 miliar.
(Syva Tri Ananda)