Ini Cerita di Subuh Hari Keluarga Teroris Sebelum Lakukan Bom Bunuh Diri

Ini cerita di Subuh hari keluarga teroris sebelum lakukan bom bunuh diri. Sesuatu yang mereka lakukan sebelum berangkat untuk membunuhi orang-orang dengan bom.
Satu keluarga pelaku teror bom di tiga gereja di Surabaya, Minggu 13/5/2018. (Foto: Istimewa)

Surabaya, (Tagar 14/5/2018) - Keluarga teroris itu peluk-pelukan sambil menangis usai salat Subuh di musala kemudian meluncur menyebar ke tiga gereja di Surabaya dan blarrrr meledakkan diri dengan bom.

Momen peluk-pelukan sambil menangis usai salat Subuh di musala itu disaksikan seorang satpam perumahan yang mewanti-wanti agar tak disebutkan namanya.

Satpam itu sudah biasa melihat keluarga itu salat berjamaah di musala, tapi kali itu momen peluk-pelukan sambil menangis adalah sesuatu yang tidak biasa, janggal. 

Musala itu berada dekat rumah keluarga teroris di Perumahan Wisma Indah, Jalan Wonorejo Asri XI Blok K Nomor 22, Surabaya Timur. 

Keluarga itu terdiri dari bapak bernama Dita Supriyanto lahir 9 September 1971, ibu bernama Puji Kuswati lahir 16 Juni 1975, dan empat anak yakni, Yusuf Fadhil lahir 25 November 2000, Firman Halim lahir 13 Oktober 2002, Fadhila Sari lahir 4 Januari 2006, dan Famela Rizqita lahir 9 Desember 2009.

Teroris Gereja SurabayaPuji Kuswati dan empat anaknya ketika masih kecil-kecil

Keluarga Dita Supriyanto dikenal tertutup oleh para tetangga, jarang bersosialisasi dua tahun terakhir, padahal tiga tahun lalu Dita menjadi ketua RT/RW 02/03 Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Rungkut. Walaupun demikian, pakaian Puji Kuswati masih tergolong wajar, dua anak perempuannya juga suka bersepeda keliling perumahan.

Tak ada yang menyangka mereka berpelukan dan bertangisan untuk kemudian bunuh diri dan membunuh banyak orang dengan bom. 

Teror bom berjarak lima menit. Ledakan pertama terjadi di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di Jalan Ngagel pukul 06.30 Wib. Bom kedua diledakkan di Gereja Kristen Indonesia di Jalan Diponegoro pukul 07.15 Wib. Bom ketiga diledakkan di Gereja Pantekosta di Jalan Arjuno pukul 07.53 Wib.

Di Gereja Pantekosta Dita Supriyanto pelaku peledakan bom menggunakan mobil Avanza. Sebelum melakukan aksi di Gereja Pantekosta, ia terlebih dulu menurunkan istrinya dan dua anak perempuannya di Gereja Kristen Indonesia di Jalan Diponegoro. Sementara pelaku di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela adalah dua anak laki-lakinya.

Semuanya adalah jenis bom bunuh diri, namun jenis bomnya berbeda. Pelaku bom di Gereja Pantekosta meletakkan bom di dalam mobilnya, setelah itu pelaku menabrakkan mobilnya karena merasa terdesak. Sedangkan di GKI Jalan Diponegoro, tiga bom diletakkan di pinggang. Itu terlihat karena baik ibu dan anak mengalami luka dan rusak di bagian perut, sementara atas dan bawah masih utuh. Sementara di Gereja Ngagel, pelaku menggunakan bom yang dipangku, bom pecah dengan efek yang besar dibawa dengan sepeda motor.

ISIS menyatakan bahwa pihaknya adalah dalang atas serangkaian ledakan bom di Surabaya itu. Klaim ISIS itu dimuat di situs propagandanya, Amaq News Agency seperti dikutip dari ABC News.

Dita Supriyanto bagian dari kelompok teror Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) pendukung utama ISIS di Indonesia pimpinan Aman Abdurahman.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebutkan motif peledakan bom karena saat ini ISIS tengah ditekan dan dalam keadaan terpojok. Dalam tekanan itu ISIS memerintahkan jaringannya menyerang di seluruh dunia termasuk di Indonesia.

Ia tahu sel-sel teroris tidur, artinya sel-sel teroris yang belum melakukan aksi tindak pidana. Masalahnya, Undang-undang No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pada titik tertentu ibarat rantai yang megikat kaki dan tangannya.

Tito mengatakan, Polri ingin memberantas sel-sel teroris yang belum melakukan tindak pidana, tapi terganjal UU No. 15 tahun 2003 yang mengatakan bahwa penindakan tidak bisa dilakukan kalau mereka (orang-orang dalam jaringan sel teroris tidur) belum melakukan aksi tindak pidana.

Revisi UU No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana sudah lama diusulkan, tapi kenyataannya prosesnya memakan waktu terlalu lama, hingga satu tahun berlalu belum selesai juga, padahal keadaan sudah sangat mendesak. 

"Bila proses revisi terlalu lama, kami mohon Presiden mengajukan Perppu (UU Terorisme)," ujar Kapolri Tito di RS Bhayangkara Surabaya, Minggu (13/5) sore. (af)

Berita terkait
0
Parlemen Eropa Kabulkan Status Kandidat Anggota UE kepada Ukraina
Dalam pemungutan suara Parlemen Eropa memberikan suara yang melimpah untuk mengabulkan status kandidat anggota Uni Eropa kepada Ukraina