Ini Alasan DPR ‘Keukeuh’ Masukkan Frasa Motif Politik di RUU Terorisme

Ini alasan DPR ‘keukeuh’ masukkan frasa motif politik di RUU Terorisme. “Sesuai logika hukum, frasa itulah yang membedakan antara kejahatan kriminal biasa dengan kriminal terorisme,” kata Muhammad Syafii.
Ketua Pansus RUU Terorisme, Muhammad Syafii. (Foto: Tagar/Nuranisa Hamdan Ningsih)

Jakarta, (Tagar 23/5/2018) - Ketua Pansus RUU Terorisme, Muhammad Syafii ‘keukeuh’ ingin memasukkan frasa motif politik atau tujuan politik pada Revisi Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Sebab, definisi terorisme yang dibuat pemerintah masih belum merangkum motif politik.

“Namanya ketentuan umum definisi, itu harus jelas tuntas dan tidak multi tafsir dan tidak perlu diberi penjelasan,” ujarnya di Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (23/5).

“Ada frasa yang kita anggap sangat penting yakni frasa motif atau tujuan politik atau ancaman terhadap keamanan negara. Itu belum terangkum dalam definisi yang dipresentasikan oleh pemerintah,” sambungnya.

Alasan utama perlunya frasa motif politik atau tujuan politik dimasukkan ke dalam definisi terorisme, menurut Syafii karena frasa tersebut sebagai pembeda kejahatan kriminal biasa, dengan kriminal terorisme.

“Sesuai dengan logika hukum, karena frasa itulah yang membedakan antara kejahatan kriminal biasa, dengan kriminal terorisme,” jelasnya.

Syafii menjelaskan, pemerintah maupun aparat penegak hukum tak perlu khawatir dengan pengungkapan bukti motif politik. Untuk pengkapan bukti, diberikan tugas pada yang berwenang untuk mengungkap seseorang bisa disebut teroris.

“Saya kira di dunia ini tidak ada yang mudah, makanya setiap profesi ada pendidikan, ada spesialisasinya. Mudah-mudahan mereka yang bertugas di bidang itu harus memiliki kualifikasi untuk bisa mengungkap semua unsur agar seseorang disebut sebagai terorisme,” tandasnya. (nhn)

Berita terkait