Ingin Jadi Pengusaha? Kenali Cara Desa Penghasil Ikan Nila Beromzet Rp 17 Miliar Ini

Desa ini jauh dari laut. Dan muasalnya memakai lahan tidak terurus hingga bisa sukses beromzet miliaran.
Warga Dusun Bokesan sedang memanen ikan nila di halaman rumahnya. Setiap warga Dusun Bokesan memiliki kolam ikan, selain kolam utama milik kelompok seluas 30 hektar. Dusun ini ditetapkan sebagai Kampung Nila dan dirintis sebagai Desa Wisata. (Foto: Tagar/Ridwan Anshori)

Sleman (Tagar 1/12/2018) - Sebuah lahan di Dusen Bokesan, Desa Sindumartani, Kecamatan Ngemplak, Sleman, awalnya tidak terurus. Seperti lahan tidur yang tidak menghasilkan apa-apa. Terkesan kumuh penuh semak belukar. Tapi itu dulu.

Warga setempat penuh kesadaran menggarapnya, menjadikan lahan punya nilai ekomonis yang memberi penghasilan bagi warganya. Ya, lahan tersebut disulap menjadi kolam ikan nila. Warga merintisnya sejak 1970 lalu. Kini Dusun Bokesan menjadi sentral perikanan nila terbesar di Provinsi DIY.

Akhir November lalu, Dinas Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman menetapkaan Dusen Bokesan sebagai Kampung Nila. Bersinergi dengan Dinas Pariwisata, Kampung Nila ini menjadi Desa Wisata.

Ketua Kelompok Mino Ngremboko Saptono mengakui, tempo dulu lahan yang dipakai sebagai sentra perikanan nila ibarat lahan yang tidak terurus. Memberi kesan kumuh dan angker karena penuh semak belukar. "Warga bahu membahu membersihkan dan membuat kolam ikan," katanya kepada Tagar News di Sleman, Yogyakarta, Sabtu (1/12).

Perikanan air tawar berkembang pesat. Warga yang tergabung dalam kelompok petani ikan sebanyak 60 orang. Totalnya ada 30 hektar yang dijadikan kolam ikan. Setiap rumah juga memilikinya. "Di Dusun Bokesan ini tiap bulan menghasilkan 8,5 juta ekor ikan nila. Omzetnya sekitar Rp16-Rp17 miliar per tahun," jelasnya.

Ikan nila tidak sekedar memenuhi kebutuhan lokal. Namun, juga memasok ke luar Jawa, khususnya Sumatera, Papua dan Kalimantan dengan pesawat kargo. "Ikan nila dari Bokesan ini sudah merambah tingkat nasional," ujarnya.

Ikan nilaIlustrasi ikan nila. (Foto: Pixabay)

Saptono mengatakan, warga menjualnya dengan standar yang sudah ditetapkan. Saat ini harganya Rp 27 ribu per kilogram. "Itu sudah standarnya, tidak ada persaingan harga di sini. Warga juga menjualnya di pasar tradisional," katanya.

Warga tidak hanya menjual dalam ikan saja, tapi juga mengolahnya menjadi aneka makanan. Salah satunya, nila crispy. Namun belum banyak yang mengolahnya, baru sekitar tujuh orang. Pangsa nila crispy potensial, keuntungannya Rp 5 juta per bulan.

Zubaida, pelaku usaha nila krispy mengatakan, olahannya memiliki lima rasa yakni balado, barbeque, original, jagung manis dan pedas. Setiap bulan mengolah ikan nila 50 Kg menjadi nila crispy yang dikemas bervariasi.

Mayoritas kemasan Rp 15.000 per 100 gram yang paling laris. Pemasarannya door to door, juga menggunakan media sosial. "Sudah banyak dikirim ke kota-kota di luar Jawa seperti Palembang, Makassar, Denpasar, Medan dan lainnyaa," ujarnya.

Geliat ekonomi Dusun Bokesan, si Kampung Nila yang dinamis ini membuat Pemkab Sleman mengapreasi. Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan setempat menetapkannyaa sebagai kampung nila yang ditandai dengan penyerahan miniatur kampung nila.

"Ditetapkan sebagai Kampung Nila ini agar lebih terintegrasi, termasuk dengan Dinas Pariwisata. Ini menjadi Desa Wisata yang layak dikunjungi wisawatan, tidak hanya melihat pemandangan alamnya, tapi juga kuliner hasil olahan ikan nila," papar Kepala Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Sleman, Heru Saptono.

Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pujiastuti pernah mengunjungi Dosen Bokesan saat panen raya ikan nila pada Februari lalu. Dia mengaku kagum dengan perikanan air tawar yang dikembangkan warga. "Hasilnya melimpah ya, tapi jangan hanya dijual keluar daerah. Cukupi kebutuhan lokal," kata Susi saat itu.

Susi menyebutkan, Provinsi DIY termasuk daerah yang warganya sedikit mengkonsumsi ikan. Dia berharap, Dusun Bokesan ini memberi sumbangsih terhadap peningkatan konsumsi ikan di DIY.

Berita terkait
0
Pemimpin G7 Janjikan Dana Infrastruktur Ketahanan Iklim
Para pemimpin dunia menjanjikan 600 miliar dolar untuk membangun "infrastruktur ketahanan iklim" perang Ukraina juga menjadi agenda utama