Jakarta - Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti mengatakan wajah ekonomi domestik dan dunia kini telah berubah. Menurutnya wajah ekonomi dunia kini suram.
"Apa penyebabnya? Ada perang dagang, fluktuasi harga komoditas, penurunan suku bunga flat, memanasnya suhu politik di Amerika Serikat karena Presiden AS Donald Trump," tutur Esther Sri Astuti di JS Luwasa Hotel, Rasuna Said, Jakarta Selatan, 26 November 2019.
Baca juga: Empat Tanda Ekonomi Dunia Menuju Resesi
Wajah ekonomi global kata dia ditandai oleh beberapa hal seperti kurangnya daya beli yang cenderung menurun pada 2017-2019. Esther mengatakan sebenarnya bukan daya beli yang turun melainkan daya ingat untuk belanja.
"Lupa untuk belanja karena tidak punya uang," ucapnya.
Belum lagi volume ekspor dan impor cenderung menurun. Hal tersebut kata dia tak lain karena masalah perang dagang antara AS dan China yang ujung-ujungnya berimbas kepada negara-negara di Asia, termasuk membuat wajah ekonomi Indonesia lesu.
"Ya karena tidak hanya perang dagang tapi meliputi turunan banyak perang teknologi, saling blokir perusahaan," ujarnya.
Eshter pun menjelaskan ada dua penyebab kenapa ekonomi Indonesia berwajah lesu. Pertama karena Indonesia belum mampu atau terjebak dari pertumbuhan ekonomi 5 persen.
Penyebabnya terutama disebabkan kurangnya dorongan pada pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB). Dari sisi pengeluaran, dua komponen terbesar penyumbang PDB yakni konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto Domestik (PMTDB) atau investasi tidak mampu mengangkat pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen.
"Meskipun sempat tumbuh pada kisaran 7 persen, namun ini lebih disebabkan karena kehiatan investasi barang modal pada sektor infrastruktur," ujarnya.
Hambatan kedua yakni industri, perdagangan, dan investasi yang terdiri dari deindustrialisasi dini, kedapnya peran investasi langsung terhadap ekonomi serta rintangan berat menuju surplus. []