Indef: Banyak Kasih Insentif Pajak Tapi Tak Efektif

Peneliti Indef, Bhima Yudishtira menilai, pemerintah banya memberikan insentif pajak yang pada akhirnya tidak efektif.
Ilustrasi Pajak. (Foto:Reqnews.com/Tagar)

Jakarta - Peneliti di  Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menilai pemerintah banyak memberikan insentif pajak yang pada akhirnya tidak efektif. Ia mencontohkan rencana untuk memberikan insentif pajak nol persen untuk pembelian mobil baru yang diusulan Kementerian Perindustrian (Kemenperin). 

"Misalnya dari realisasi PEN per 14 september 2020, realisasi insentif pajak PPh pasal 21 DTP baru 4 persen cair, padahal anggaran hampir Rp 40 triliun. Ada lagi PPh final untuk UMKM yang ditanggung pemerintah, nyatanya realisasi baru 12,9 persen," kata Bhima saat dihubungi Tagar, Kamis, 24 September 2020.

Ada calon debitur semangat mau beli mobil baru karena harga sedang turun, eh bank-nya menahan diri khwatir tidak kuat menyicil.

Sebab menurutnya, tidak menutup kemungkinan terlalu banyak memberikan insentif fiskal nantinya dapat mempengaruhi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di tahun-tahun berikutnya. "Terlalu banyak memberikan insentif fiskal cukup berbahaya bagi keberlanjutan APBN tahun berikutnya, kalau tidak dikaji secara serius dampaknya ke berbagai sektor," ucapnya.

Sebelumnya terkait insentif pajak, Bhima juga menilai wacana yang diusulkan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menurunkan pajak mobil baru menjadi nol persen yang belakangan ini menjadi sorotan publik. Menurut dia, cara ini dinilai belum tentu mampu meningkatkan penjualan mobil baru nantinya.

"Masalahnya meskipun harga mobil turun, tapi mobilitas masyarakat masih rendah karena adanya pandemi dan PSBB yang belum tahu kapan akan berakhir," ujar Bhima.

Hal tersebut karena sejauh ini kemampuan membayar masyarakat di Indonesia masih rendah akibat dampak pandemi Covid-19. Terlebih, sebagian besar pembelian mobil baru melalui kredit ke bank atau lembaga leasing.

Hal tersebut ucap Bhima tentu masih menjadi permasalahan, karena suku bunga kredit masih mahal dan bank masih khawatir kredit bermasalah (NPL) bengkak. "Bank otomatis akan sangat selektif pilih calon debitur. Ada calon debitur semangat mau beli mobil baru karena harga sedang turun, eh bank-nya menahan diri khwatir calon debitur tidak kuat menyicil, kan sama saja nggak ngaruh itu," ujar Bhima.

Sebelumnya Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengatakan bisa saja memberi relaksasi pajak pembelian mobil baru sebesar nol persen hingga Desember 2020, seperti yang diajukan Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita.

Namun, menurut dia usulan tersebut tidak dapat langsung di-iyakan. Sebab, pihaknya harus melakukan kajian terlebih dahulu. "Kita masih kaji dan sepertinya insentif untuk program pemulihan ekonomi nasional sudah banyak," ujar Sri Mulyani saat jumpa pers perkembangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di Jakarta, Selasa, 22 September 2020 seperti dilansir dari Antara. []

Berita terkait
Pajak Mobil Nol Persen, Indef: Belum Tentu Penjualan Naik
Peneliti Indef Bhima Yudhistira menilai wacana pajak mobil baru 0 persen belum tentu mampu meningkatkan penjualan mobil secara signifikan.
Menperin Usul Pajak Mobil Baru 0%, Apa Kata Sri Mulyani?
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bisa saja memberi relaksasi pajak pembelian mobil baru sebesar nol persen.
Menperin Minta Dukungan DPR Soal Relaksasi Pajak Mobil Baru
Kemenperin meminta dukungan DPR untuk merealisasikan relaksasi pajak mobil baru 0 persen sampai Desember 2020.
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.