Imbal Hasil Tak Wajar, Warga Riau Jangan Tergiur Investasi ‘Bitcoin’

Imbal hasil tak wajar, warga Riau jangan tergiur investasi ‘bitcoin’. “Potensi risikonya cukup besar,” kata Yusri, Kepala OJK Kantor Perwakilan Provinsi Riau.
Ilustrasi, Bitcoin. (Gambar: Ist)

Pekanbaru, (Tagar 17/12/2017) – Warga Riau diingatkan agar tidak terpengaruh untuk berinvestasi mata uang digital atau "cryptocurrency" bitcoin karena mata uang ini tidak diakui di Indonesia.

"Beberapa waktu lalu OJK sudah mengingatkan masyarakat untuk tidak tergiur berinvestasi bitcoin, karena tingginya return atau imbal hasil yang diluar kewajaran didapat," kata Yusri, Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Perwakilan Provinsi Riau di Pekanbaru, Minggu (17/12).

Yusril menjelaskan, masyarakat diminta juga harus jeli melihat potensi risiko yang ditimbulkan dengan ikut berinvestasi bitcoin. Mana ada keuntungan besar bisa diraih kalau bisnis berjalan normal dan wajar, sebab semua usaha ada biaya dan modal.

Ia mendukung dan sangat setuju atas apa yang disampaikan Gubernur Bank Indonesia (BI) belum lama ini terkait larangan masyarakat ikut investasi bitcoin.

"Karenanya masyarakat perlu hati-hati untuk berinvestasi di sektor sejenis bitcoin mengingat potensi risikonya cukup besar. Ada baiknya mereka lebih jauh melihat adanya potensi risiko yang mungkin timbul, " ujar Yusri.

Diakui dia dari beberapa kasus yang dibacanya, hanya sebagian kecil masyarakat yang mungkin beruntung dengan berinvestasi di bitcoin.

Sementara itu seorang pengamat ekonomi dari Universitas Riau Dahlan Tampubolon menjelaskan, bitcoin muncul mirip seperti IMF berdiri pertama kali, memunculkan kemungkinan konflik di masa depan antara keduanya.

Dahlan Tampubolon bitcoin terdesentralisasi, tanpa otoritas dan mengandung potensi untuk mengancam stabilitas ekonomi global yang diciptakannya.

"BI sebagai otoritas moneter mempunyai fungsi menjaga stabilitas moneter di Indonesia, wajib mengeluarkan aturan berkenaan dengan lalu lintas crypocurrency ini," ujar dia.

Karena sambungnya memberikan alsan gerak bebas bitcoin susah mengontrolnya, apalagi untuk saat ini BI hanya melakukan pelarangan transaksi, karena masih liar.

"Dikuatirkan mekanisme kebijakan moneter yang selama ini dijalankan, tidak mampu mengontrol bitcoin," imbuhnya.

Ia mencontohkan, upaya yang bisa dilakukan misalnya ketika inflasi mulai merangkak naik, BI bisa melakukan open "market policy" dengan melepas Surat Berharga Indonesia (SBI) ke pasar atau melalui "discount rate policy" dengan menaikkan suku bunga SBI.

Sebelumnya Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengingatkan masyarakat agar tidak menganggap enteng risiko yang mungkin dimunculkan dari investasi menggunakan mata uang digital atau "cryptocurrency" bitcoin.

Mata uang digital seperti bitcoin tidak dijamin dan merupakan investasi yang tidak diakui di Indonesia saat ini. Selain itu, bitcoin juga bukan merupakan alat pembayaran yang sah. (ant/yps)

Berita terkait
0
UNICEF Sebut Keputusan Taliban Halangi Pendidikan Anak Perempuan Sangat Merugikan
Keputusan Taliban awal tahun ini untuk menghalangi pendidikan bagi anak-anak perempuan menghilangkan 2,5% PDB Afghanistan