Jakarta, (Tagar 10/11/2017) - Indonesia Coruption Watch (ICW) mencatat selama periode 2006 hingga 2016, diindikasikan nilai transaksi perdagangan batubara yang kurang atau dilaporkan secara tidak wajar mencapai US$ 27,062 miliar atau setara Rp 365,3 triliun.
Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas menjelaskan hal tersebut berdampak kepada kerugian negara, baik royalti maupun pajak.
"Selama periode 2006-2016 ditemukan indikasi unreporting transaction batubara (ekspor) sebesar 27,062 Miliar USD atau setara Rp 365,3 Triliun. Hal ini berdampak indikasi kerugian negara baik dari kewajiban perusahaan batubara untuk pajak penghasilan maupun royalti sebesar Rp 133,6 Triliun," jelas Firdaus di kantor ICW, Jakarta, Jumat (10/11).
Terkait besarnya kerugian negara, ICW menghimbau kepada pemerintah untuk menaruh perhatian serius dalam membenahi segala celah indikasi kerugian negara, yang berasal dari perdagangan batubara serta pengelolaan sumber daya alam dan energi.
"Fenomena offshore leaks, panama papers, paradise papers menjadi relevan untuk ditindak lebih jauh oleh pemerintah maupun aparat penegak hukum lainnya," ujar Firdaus.
Selanjutnya Firdaus menegaskan, ICW dan koalisi masyarakat sipil akan melaporkan hasil kajian ini kepada instansi dan aparat terkait, termasuk Koalisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kami akan laporkan kepada instansi dan aparat terkait, termasuk tentang dugaan indikasi kerugian negara yang melibatkan perusahaan batubara," tambahnya. (ard)
