Jakarta - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menanggapi terkait peningkatan kerja sama Indonesia dan Amerika Serikat (AS) di bidang ekonomi dan pertahanan yang kian mesra. Menurut dia, ada beberapa sektor yang berpotensi bisa menjadi lebih baik ke depannya dengan kerja sama tersebut.
Kemudian secara politik juga perlu tunjukkan bahwa Indonesia tidak memberikan karpet merah pada China.
"Potensi kerja sama investasi masih terbuka lebar di bidang industri manufaktur seperti otomotif dan elektronik," kata Bhima saat dihubungi Tagar, Minggu, 1 November 2020.
Sementara, kata Bhima, untuk investasi di portofolio juga masih menarik. Ini lantaran pemerintah menawarkan utang dengan bunga di atas 6-7 persen.
"Tapi harapannya investasi dari AS yang masuk bukan sekedar hot money jangka pendek, melainkan FDI (foreign direct investment - investasi asing lansung) dalam jangka panjang karena ada implikasi serapan kerja yang lebih optimal," ucapnya.
Bhima menjelaskan, terkait penanaman modal langsung dari AS memang sedikit terganggu akibat preferensi kebijakan pemerintah terhadap kepentingan bisnis negara lain khususnya China. Menurut dia, untuk menarik modal dari AS tentu yang penting adalah adanya insentif yang lebih tajam dan sesuai kebutuhan dari calon investor nantinya.
"Kemudian secara politik juga perlu tunjukkan bahwa Indonesia tidak memberikan karpet merah pada China. Harus balance saya kira perlakuannya," ujarnya.
Sebelumnya, Indonesia dan Amerika Serikat (AS) sepakat untuk mempererat kerja sama antar negara. Kerja sama tersebut ditekankan pada bidang ekonomi dan pertahanan di masa mendatang. []
- Baca Juga: Genjot Potensi Ekspor ke AS, Indef: Perlu Intelijen Pasar
- UKM Kabupaten Bogor Ekspor ke Amerika