Helmy Yahya di Mata Ketua Dewas TVRI

Dewas TVRI akhir-akhir ini sering jadi sorotan terkait keputusan pemecatan Helmy Yahya sebagai Dirut LPP TVRI
Cover. (Infografis: Tagar/Regita Setiawan P)

Jakarta – Dewan Pengawas TVRI akhir-akhir ini sering menjadi sorotan terkait keputusan pemecatan Helmy Yahya sebagai Direktur Utama (Dirut) Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI. Beberapa alasan keputusan pemecatan yang dibeberkan dinilai kontroversial baik oleh masyarakat maupun para karyawan TVRI. Dewas memberikan Surat Keputusan Pemberhentian Helmy sebagai Dirut melalui SK dewas tanggal 16 Januari 2020.

Ketua dewas TVRI, Arief Hidayat Thamrin, menjadi sosok penting di balik pemecatan Helmy. Arief menganggap Helmy cenderung mengejar share dan rating layaknya televisi-televisi swasta. Selain itu Helmy juga dinilai telah melenceng dari visi misi TVRI yang tampil sebagai media edukasi dan pemersatu bangsa.

"Seolah-olah direksi mengejar rating dan share seperti tv swasta," kata Arief dalam rapat bersama Komisi I DPR, Jakarta, Selasa, 21 Januari 2020.

Arief Hidayat Thamrin merupakan wajah lama di industri pertelevisian. Ia telah malang melintang selama lebih 20 tahun di dunia penyiaran. Berdasarkan informasi yang dihimpun Tagar melalui akun LinkedIn miliknya, pria lulusan Universitas Indonesia (UI) ini sudah menjabat sebagai dewas TVRI sejak 2017.

Sebelum dipercaya sebagai pemantau kerja jajaran Direksi TVRI, Arief sempat bekerja selama 13 tahun sebagai General Manager (GM) Marketing di Metro TV tepatnya pada 2001 hingga 2013. Kemudian, pada 2013-2015, Arief bekerja pada posisi Business Development untuk Berita Satu Media Holdings. Setelah hengkang dari Berita Satu, ia dipinang oleh INews untuk mengisi posisi Business Development selama 2 tahun hingga 2017.

1. Potensi Utang

Salah satu alasan pemecatan Helmy adalah terkait anggaran terutang tahun 2019 yang akan masuk ke anggaran TVRI tahun 2020 sebesar Rp 37,3 miliar. Utang tersebut paling besar digunakan untuk pembelian hak siar yakni sebesar Rp 33,8 miliar yang digunakan dalam pembelian hak siar Liga Inggris sebesar Rp 27 miliar dan hak siar Badminton World Federation (BWF) sebesar Rp 5,8 miliar.

"Makanya kami tidak ingin kerugian lembaga ini membawa sebuah kesulitan bagi TVRI ke depan dan kami tegas yang salah pasti jenderalnya sehingga kami melakukan pemberhentian pada Direktur Utama," jelas Arief.

Selain utang hak siar, penjabaran utang lainnya yakni pada utang jasa profesi sebesar Rp 882 juta, utang biaya sewa pemilu Rp 625,7 juta, perjalanan dinas luar negeri Rp 53,2 juta, perjalanan dalam kota Rp 11,35 juta, belanja bahan senilai Rp 4.333,6 juta, dan Rp 1,9 miliar untuk biaya sewa.

2. Penayangan Discovery Channel

Penayangan Discovery Channel juga tak luput jadi soal. Discovery Channel adalah sebuah program televisi non fiksi yang berfokus pada kekayaan alam, sejarah, dan ilmu pengetahuan.

Penayangan Discovery Channel dinilai mengesampingkan isu-isu penting yang terjadi di Indonesia, khususnya pada saat bencana banjir yang melanda wilayah Jabodetabek pada awal tahun 2020. Hal tersebut, menurut Arief, sempat mendapat kritikan dari masyarakat.

"Sempat waktu ada banjir juga kami sedang tayangkan Discovery Channel, ini dikritik publik, kok lagi banjir Discovery Channel-nya tayang terus, tak peduli banjir. Ini miris, kami sudah tegur direksi tapi tetap dilanjutkan," ujar Arief.

Selain karena terkesan abai terhadap isu-isu nasional, penayangan Discovery Channel juga dinilai lebih menonjolkan kekayaan flora, fauna, dan budaya-budaya asing dibanding kekayaan alam Indonesia. Dalam kasus ini, Arief mengambil contoh salah satu siaran yang menayangkan buaya Afrika.

"Discovery channel kita nonton buaya di Afrika, padahal buaya di Indonesia barangkali lebih baik," tutur Arief.

"Siaran film asing cukup banyak, ada yang bayar dan ada yang gratis. Kemudian, seolah-olah direksi mengejar rating dan share seperti tv swasta," lanjutnya.

Penyiaran program-program asing layaknya Liga Inggris, Discovery Channel, hingga BWF dirasa tidak mengindahkan permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk selalu membatasi penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Artinya APBN dibelanjakan ke luar (negeri), padahal presiden minta dibatasi," katanya.

Menurut Helmy, penayangan Liga Inggris adalah sebuah killer content atau program unggulan. Hak siar Liga Inggris juga, jelas Helmy, didapat melalui kerjasama TVRI dengan Mola TV dan dengan anggaran yang terbatas. Bahkan, ia telah memastikan hak siar Liga Inggris sudah diketahui dan mendapat persetujuan dari pihak dewan pengawas TVRI.

"Semua stasiun di dunia ingin memiliki sebuah program killer content, monster content, atau locomotive content yang membuat orang (ingin) menonton TVRI," kata Helmy dalam konferensi pers pada 17 Januari 2020.

3. Program Kuis “Siapa Berani”

Dewas TVRI menduga adanya keberpihakan Helmy pada kuis Siapa Berani. Helmy menjelaskan kalau program kuis Siapa berani telah ia donasikan untuk TVRI.

“Tapi karyaku paling besar ‘Siapa berani’ tayang di RCTI, Indosiar, ANTV, dan kemarin sudah ada yang minta saya persembahkan itu. Saya donasikan nol rupiah kepada TVRI,” ujar Helmy.

Kuis Siapa Berani, kata Helmy, bertujuan untuk menarik iklan sekaligus sebagai tayangan edukasi kepada masyarakat. Bahkan Helmy tak mendapat royalti dari penayangan kuis tersebut. Helmy menyayangkan niat baiknya malah dicurigai oleh para Dewas.

“Karena TVRI perlu satu acara yang semua orang sudah tahu, mencari iklannya gampang dan edukatif. Saya sudah serahkan ke TVRI. Selain itu, saya nggak ikut-ikutan. Masyaallah akhirnya selalu dicurigai,” tutur Helmy.

Terkait hal-hal di atas, maka berdasarkan keputusan dewas, Helmy telah melanggar beberapa Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yakni asas ketidakberpihakan, asas kecermatan, maupun asas keterbukaan.

Singkatnya, pemecatan Helmy Yahya dilatarbelakangi oleh dugaan sejumlah pelanggaran yang telah dilakukan oleh Helmy. Seperti terkait pelaksanaan tata tertib administrasi anggaran TVRI, mutasi pejabat struktural yang dinilai tidak sesuai dengan norma, prosedur, standar, dan kriteria yang berlaku, serta pelaksanaan rebranding TVRI dengan Rencana Kerja Anggaran Tahunan 2019 dinilai tidak sesuai. []

Berita terkait
DPR Minta Dewas TVRI Diaudit Pasca Pecat Helmi Yahya
Pemecatan Helmy Yahya oleh Dewan Pengawas dinilai terus memanaskan konflik internal hingga menciptakan gerbong - gerbong di kalangan pegawai
TVRI Dulu dan Sekarang
Nostalgia penyiar senior dan acara terkenal di TVRI yang dulu.
TVRI Pecat Helmy Yahya Berujung Audit Investigasi
Komisi I DPR dan BPK akan melakukan audit investigasi ihwal pemecatan Helmy Yahya dari posisi Direktur Utama oleh Dewan Pengawas TVRI
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.