Hasil Pajak Pemerintah Pusat ke Daerah Tidak Transparan

Anggota DPD RI Cholid Mahmud menuding pembagian dana bagi hasil pajak dari pemerintah pusat ke daerah tidak transparan.
Komite IV DPD RI saat rapat kerja bersama perwakilan Bappeda dan DPPKA se-DIY di Kantor DPD RI Perwakilan DIY Jalan Kusumanegara Yogyakarta, Rabu 7 Agustus 2019. (Foto : Tagar/Ridwan Anshori)

Yogyakarta - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Cholid Mahmud menuding pembagian dana bagi hasil pajak dari pemerintah pusat ke daerah tidak dijalankan secara transparan. Hal itu diungkapkan saat rapat kerja Komite IV DPD RI di Kantor DPD RI Perwakilan DIY Jalan Kusumanegara Yogyakarta.

Rapat kerja digelar dalam rangka menjaring aspirasi perihal RAPBN 2020. Acara ini dihadiri perwakilan Bappeda, Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKA) Pemda DIY dan pemkab/pemkot se-DIY.

"Selama ini daerah hanya menerima dana dari pusat begitu saja, tanpa mengetahui berapa pajak yang diperoleh," kata Cholil, Rabu, 7 Agustus 2019.

Menurut Cholid, transparansi dana bagi hasil pajak antara pusat dan daerah perlu didorong. Dalam rapat kerja itu, Senator dari Dapil DIY ini juga menyoroti pagu dan serapan anggaran.

"Daerah tidak pernah diberitahu berapa pajak yang diperoleh dari daerahnya. Harusnya terbuka. Ini duit negara, tidak boleh disembunyikan," ujarnya.

"Sistem keuangan pemerintah pusat itu agak unik, karena efisiensi anggaran dianggap tidak bagus," kata Cholid.

Selama ini daerah hanya menerima dana dari pusat begitu saja.

Dia menyontohkan, misalnya ada pagu anggaran Rp 100 miliar. Dalam lelang para kontraktor hanya menawar lebih murah, misal Rp 80 miliar. "Ini justru menjadi masalah. Ini kan unik ya," ujarnya.

Kenapa unik, karena bisa melakukan efisiensi anggaran, tapi di sisi lain dinilai tidak bagus karena tidak mampu menghabiskan pagu anggarannya.

"Pagunya Rp 100 miliar tapi selesai hanya Rp 75 miliar justru oleh pusat menganggap kurang bagus prestasinya, karena serapan anggarannya tidak bagus," kata Cholid.

Menurut dia, pemerintah pusat perlu mencontoh Pemda DIY yang sudah bagus dalam hal pengelolaan pagu anggaran. Pemda DIY juga memberi apresiasi kepada dinas yang mampu melakukan efisiensi anggaran. "Tapi sistem pemerintah pusat belum bisa begitu," ungkapnya.

Pemerintah pusat kata cholid, seharusnya memberi apresiasi kepada dinas yang mampu melakukan efisien. Dengan catatan pekerjaan selesai dan spek sesuai standar.

"Bisa melakukan efisiensi anggaran seharusnya diberi apresiasi. Tapi yang terjadi orang didorong untuk menghabiskan uangnya," ucapnya.

Sementara Kepala Seksi Belanja DPPKA Sleman Nisa Fidyati mengatakan, persoalan yang dihadapi daerah dalam mengelola dana transfer dari pusat keterlambatan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis (juklak dan juknis).

"Dana sudah ada (ditransfer), tapi aturannya (juklak dan juknis) belum ada. Sehingga daerah belum bisa menggunakan dana itu," kata dia.

Dia berharap, agar pengelolaan dana transfer daerah bisa optimal, juklak dan juknis lebih cepat diterbitkan. Dari segi waktu juga lebih leluasa jika juklak dan juknis sudah ada sejak awal. []

Baca juga:

Berita terkait
Kejati Sulsel Dalami Kebocoran Pajak BBM
Kejati Sulsel diam-diam tengah melakukan penyelidikan dugaan kebocoran Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB) di wilayah Sulawesi Selatan.
Mantan Ketua BPK: Sistem Pajak Kita Harus Naik Kelas
Hadi Purnomo mengusulkan sistem perpajakan di Indonesia sudah harus naik kelas. Usulan ini sudah diutarakan sejak zaman Gus Dur.
Pajak Rokok Dinilai Diskriminatif
Penerapan pajak rokok dan tembakau dinilai diskriminatif karena rokok dikenakan pajak ganda yaitu pajak di industrinya dan dipenjualannya.
0
Untuk Pertama Kali Korea Selatan Ikut KTT NATO
Korea Selatan diundang sebagai negara mitra untuk menghadiri pertemuan puncak aliansi militer yang terdiri dari 30 negara itu