Harapan Pedagang Rokok Asongan di Malioboro Yogyakarta

Malioboro akan menjadi kawasan tanpa rokok, dan pelanggarnya terancam denda hingga jutaan rupiah. Begini harapan pedagang rokok asongan di sana.
Papan peringatan Malioboro Kawasan Bermasker dan Kawasan Tanpa Rokok, yang terpasang di sejumlah titik di Malioboro, Senin, 16 November 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Yogyakarta – Suasana di kawasan Malioboro, Yogyakarta, siang itu, Senin, 16 November 2020, terlihat cukup lengang. Lalu lintas di ruas jalan utama Kota Yogyakarta tersebut tampak lancar meski tidak bisa juga dikatakan sunyi.

Di trotoar yang berada di sisi timur ruas jalan hanya terlihat sejumlah pedagang kaki lima yang duduk-duduk sambil menunggu pembeli. Beberapa terlihat mengipas-ngipas tubuhnya dengan kipas, mencoba mengusir gerah siang itu.

Hanya ada segelintir pengunjung yang melintas di bagian timur jalan. Mereka juga terlihat cukup tergesa-gesa hingga tidak singgah di lapak-lapak pedagang kaki lima yang berjejer dari sisi utara ke selatan.

Dari kejauhan terlihat semacam spanduk berisi peringatan. Warnanya yang kuning cerah cukup menyolok dan menarik perhatian siapa pun yang melintas di trotoar itu. Bahkan spanduk bertuliskan “Malioboro Kawasan Bermasker dan Kawasan Tanpa Asap Rokok” itu terlihat jelas dari jalanan.

Sejumlah petugas keamanan yang mengenakan seragam berwarna gelap terlihat duduk dan berdiri tidak jauh dari papan peringatan tersebut. Mata mereka memperhatikan pengunjung Malioboro yang melintas maupun yang duduk di kursi-kursi kayu.

Cerita KTR Malioboro (2)Seorang pria bermasker melintas di antara dua papan peringatan di kawasan Malioboro, Yogyakarta, Senin, 16 November 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Salah satu petugas keamanan kemudian berdiri, lalu melangkah menuju kursi yang diduduki oleh dua pengunjung pria. Salah satu dari pengunjung tersebut terlihat mengembuskan asap putih tipis dari bibirnya. Mungkin dia terlalu serius menikmati suasana di Malioboro, sehingga tidak memperhatikan adanya spanduk peringatan tersebut.

Petugas keamanan itu menegur dengan halus, kemudian meminta si pria memadamkan rokoknya dan mengenakan masker yang saat itu terpasang di dagu.

“Mas boleh minta tolong rokoknya dimatikan?”

Pria itu menuruti imbauan si petugas keamanan tapi tidak menjawab pertanyaan yang diajukan. Dia mematikan rokok kemudian berjalan menuju arah selatan bersama rekannya. Tapi wajahnya tampak tidak suka.

Area Merokok

Di trotoar yang terletak sisi barat ruas Jalan Malioboro, pengunjung yang berlalu lalang tampak lebih banyak daripada pengunjung di sisi timur jalan. Para pedagang kaki lima juga terlihat lebih sibuk daripada rekannya di sebelah timur jalan. Mereka melayani sejumlah pengunjung yang ingin membeli dagangannya.

Dari arah utara, seorang pria paruh baya pedagang asongan melangkah pelan, berharap agar ada pengunjung atau pedagang yang membeli rokok dagangannya. Wajahnya tertutup oleh masker, namun kerut-kerut di pinggir kelopak matanya terlihat jelas, mununjukkan usianya yang tidak lagi muda.

Sesekali pedangang asongan bernama Wagiman itu membuka topi yang dikenakan, kemudian menggaruk-garuk kepalanya, lalu kembali meletakkan topinya di kepala.

Pria berusia 50 tahun itu mengaku sudah puluhan tahun menjual rokok dengan cara diasong di kawasan Malioboro, tepatnya sejak tahun 1984.

Cerita KTR Malioboro (3)Wagiman, 50 tahun, seorang pedagang rokok asongan di Malioboro, berharap agar area merokok di kawasan itu diperbanyak, Senin, 16 November 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Setiap hari dia berjalan dari Jl Pasar Kembang di ujung utara kawasan Malioboro, sampai ke ujung selatan, yakni di sekitar titik nol kilometer Kota Yogyakarta.

Wagiman mengaku dirinya sudah mengetahui adanya rencana menjadikan Maliobowo sebagai kawasan bermasker dan kawasan tanpa rokok (KTR). Meski demikian, dia mengatakan belum ada rencana untuk beralih usaha.

Kalau saya ya penjual rokok, orang kecil untuk menghidupi keluarga dan anak sekolah. Tapi penghasilan sekarang ya agak kurang.

Wagiman mengaku akan menaati aturan itu saat diberlakukan nanti. Tapi dia belum tahu bagaimana nasibnya dan jualannya jika aturan tidak boleh merokok di kawasan Malioboro benar-benar ditetapkan.

“Yang tidak boleh merokoknya, kalau jualan masih boleh,” ucapnya menambahkan.

Saat ditanya mengenai harapannya jika nantinya aturan tersebut diberlakukan di kawasan Malioboro, Wagiman menyatakan dia hanya ingin agar jualannya tetap laku tanpa harus melabrak aturan. Satu-satunya cara, kata dia, adalah dengan memperbanyak titik-titik lokasi area merokok yang saat ini hanya ada empat titik.

Empat titik area merokok di kawasan Malioboro tersebut antara lain di Taman Parkir Abu Bakar Ali (ABA), halaman Malioboro Mal sebelah utara, halaman Ramayana Mal sisi utara, dan Pasar Beringharjo lantai tiga.

“Kalau bisa ya area merokok dibanyakin, supaya rokok tetap laku. Kalau nggak laku bagaimana mendapat hasil. Saya sudah lama menjual di Malioboro, sejak tahun 1984,” kata dia lagi.

Harapan senada disampaikan oleh seorang wisatawan yang berasal dari Subang, Jawa Barat, Edi, 24 tahun. Hari itu Edi sedang berwisata bersama keluarganya. Dia mengaku baru pertama kalinya berwisata ke Yogyakarta sehingga dia belum mengetahui adanya sosialisasi KTR di kawasan ini.

“Saya perokok. Kalau menurut saya sih, intinya kalau merokok harus tahu tempat aja. Karena kalau di tempat umum kan takutnya ada anak-anak, gitu,” kata dia.

Cerita KTR Malioboro (4)Edi, 24 tahun, wisatawan asal Subang, Jawa Barat, saat ditemui di kawasan Malioboro, Senin, 16 November 2020. Edi berharap agar area merokok diperbanyak untuk kenyamanan wisatawan. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Sebagai seorang wisatawan, dia menyarankan agar sebelum aturan itu benar-benar diterapkan, pemerintah setempat menyiapkan area merokok terlebih dahulu. Sebab dia yakin banyak wisatawan yang merupakan perokok.

Dengan disediakannya area merokok, maka wisatawan yang merupakan perokok tetap akan merasa nyaman berkunjung ke situ.

“Mungkin lebih bagus kalau ada smoking area.”

Area Merokok Sunyi

Dari pantauan Tagar di salah satu area merokok yang sudah disiapkan di kawasan Malioboro, yakni di halaman Malioboro Mal di sisi utara, atau di tepi jalan Perwakilan, tidak satu pun perokok yang terlihat di tempat itu.

Area merokok yang didesain menyerupai halte atau shelter bus tersebut terletak cukup jauh dari jalanan, dengan sejumlah kursi dan tempat sampah yang disiapkan.

Sebelumnya diberitakan, Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi mengatakan, Malioboro menjadi KTR sudah digodok sejak tahun lalu. Namun realisasinya urung terlaksana alias mundur karena ada pagebluk pandemi Covid-19.

Uji coba pencanangan kawasan tanpa rokok di Malioboro saat pandemic, sekaligus sebagai upaya untuk menghindari penyebaran Covid-19.

"Kami jadikan Malioboro sebagai salah satu destinasi wisata tanpa rokok untuk menghindari sebaran corona," katanya, Kamis, 12 November 2020.

Pria yang juga Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Kota Yogyakarta ini mengungkapkan, Pemkot Yogyakarta tetap menyediakan kawasan untuk merokok di sekitar Malioboro. Setidaknya ada empat lokasi yang disiapkan yakni Taman Parkir Abu Bakar Ali, utara Malioboro Mall, utara Ramayana dan lantai III Pasar Beringharjo.

Meski demikian, dia berharap agar para pengunjung kawasan Malioboro bisa menahan diri dulu untuk tidak merokok.

Cerita KTR Malioboro (5)Salah satu area merokok yang disiapkan di kawasan Malioboro, yakni di halaman Malioboro Mal sisi utara, Senin, 16 November 2020. (Foto: Tagar.Kurniawan Eka Mulyana)

"Kami berharap pengunjung bisa menahan diri tidak merokok dulu saat di Malioboro," kata dia menegaskan.

Karena saat ini penerapan kawasan tanpa rokok tersebut masih dalam tahap sosialisasi, maka belum ada sanksi yang akan dijatuhkan pada pelanggarnya.

Sanksi yang nantinya bakal diterapkan, seperti yang tercantum pada baliho, adalah sesuai dengan yang diatur dalam yakni Perda Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kawasan Tanpa Rokok, berupa denda Rp 7.500.000 atau kurungan 1 bulan penjara.

Untuk saat ini, Pemkot Yogyakarta masih tahap sosialisasi. Penindakan seperti yang tercantum sesuai amanat Perda Nomor 2 Tahun 2017 belum diterapkan. Kata dia, sosialisasi setidaknya membutuhkan waktu hingga satu bulan ke depan, tujuannya untuk membiasakan warga atau pengunjung.

"Fokus sosialisasi dulu, untuk penegakannya nanti," ujarnya.[]

Berita terkait
Cara Belajar Sejarah Para Pemburu Makam di Yogyakarta
Beragam cara dilakukan oleh orang untuk mempelajari sesuatu, termasuk yang dilakukan oleh dua anak muda di Yogyakarta dalam mempelajari sejarah.
Cerita Migran Perempuan di Perbatasan Meksiko - AS
Sejumlah migran dan pencari suaka di perbatasan Amerika Serikat dan Meksiko menceritakan kisah mereka selama ada di kamp.
Sejarah Kesatuan Musik Eropa Milik Keraton Yogyakarta
Keraton Yogyakarta pernah memiliki kesatuan abdi dalem yang bertugas memainkan musik-musik Eropa. Tapi kesatuan itu kemudian dibubarkan.