Harapan Besar Nelayan Pandeglang pada Kapal Semen TNI

Sejumlah nelayan di kawasan Pantai Desa Sukajadi, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang, Banten, berharap TNI memproduksi lagi kapal dari semen.
Para nelayan di Pantai Carita Pandeglang, Banten, Minggu 8 November 2020 (Foto: Tagar/Jumri)

Pandeglang – Ombak di kawasan Pantai Desa Sukajadi, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang, Banten, bergulung menuju daratan. Namun bebatuan yang tersusun rapi di laut menghalangi dan memecah gulungan ombak itu menjadi lebih kecil.

Sisa-sisa ombak yang telah terpecah berkejaran menuju daratan dan membasahi pasir putih di situ. Mendung yang menggantung di langit menghalangi sinar matahari sore. Meneduhi sejumlah warga dan pengunjung yang beraktivitas di situ, Sabtu, 7 November 2020.

Sementara, suara burung-burung yang berkicau menyela deru ombak yang tertiup angin, mengiringi embusannya menggoyangkan sejumlah perahu nelayan yang tertambat berjejer di dermaga.

Beberapa nelayan terlihat mengatur kapal mereka di dermaga. Sebagian tampak bersantai seusai mengatur barang-barangnya. Salah satunya adalah Abdul Ajis, 60 tahun, warga desa tersebut..

Nelayan Terjebak Jerat Bakulan

Abdul Ajis sedang duduk. Bibirnya sesekali mengembuskan asap rokok berwarna putih. Sementara pada jemari tangannya terselip sebatang rokok kretek. Mata Ajis menatap tajam ke arah laut biru sambil membuka cerita tentang kejadian dua tahun lalu.

Dulu saya masih punya kapal, setiap cuaca bagus selalu ke laut mencari ikan, tapi sekarang saya dan para nelayan di sini, bekerja ke bos yang memiliki modal untuk membuat kapal.

Saat ditemui reporter Tagar, Sabtu 7 November, Ajis mengisahkan, saat ini dirinya dan sejumlah nelayan lain yang ada di kawasan itu tidak sepenuhnya memiliki hak atas ikan-ikan tangkapan mereka. Sebab, para nelayan itu terikat perjanjian dengan bos nelayan atau yang biasa disebut sebagai bakulan (pemilik modal-red) oleh warga setempat.

Cerita Kapal Semen TNI Pandeglang (2)Sejumlah personel TNI dan Polrei bersama warga sedang berada di atas kapal yang terbuat dari semen, Sabtu, 7 November 2020. (Foto: Tagar/Moh Jumri)

Para nelayan terjerat dalam sistem kredit informal yang ditetapkan oleh bakulan. Awalnya, bakulan itu memberikan pinjaman dana pada para nelayan untuk membuat kapal penangkap ikan. Setelah kapal itu jadi dan digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan, pemilik modal mempunyai hak ekslusif atas tangkapan yang diperoleh nelayan.

"Nanti para nelayan wajib menjual hasil tangkapanya kepada bakulan dengan harga yang realtif murah dan ditentukan oleh bakulan. Mau diapakan lagi Mas, mereka yang memiliki modal, ya mereka yang harus menerima hasilnya lebih besar." ucap Ajis yang terdengar seperti keluhan.

Bukan hanya memiliki hak eksklusif atas ikan tangkapan para nelayan. Bakulan juga menyediakan kebutuhan melaut, dan para nelayan wajib membelinya dari bakulan, dengan harga di atas rata-rata yang ada di warung. Para nelayan tak berdaya dan tak punya pilihan lain. Sebab, jika mereka tidak mengambil barang-barang dari bakulan, keluarga para nelayan itu bisa kelaparan karena tidak melaut.

Biasanya para nelayan membeli barang kebutuhan itu dan membayarnya setelah pulang melaut. dengan harga yang sudah ditentukan.

"Ya lumayan, ketika melaut hanya cukup untuk menghidupi keluarga di rumau, nilainya tidak bisa ditentukan tergantung cuacanya kalau lagi baik, ya baik, begitupun sebalinya. Kadang, kita diminta secara khusus menangkap ikan yang biasa bakulan jual," ucap Ajis lagi, sambil menatap nanar ke arah perahu-perahu yang tertambat di dermaga.

Ajis mengaku, menjadi seorang nelayan yang hanya mengandalkan hasil tangkapan ikan, sebenarnya tak mencukupi untuk biaya kehidupan sehari-hari, terlebih kata Ajis, Kapal yang dia gunakan untuk menangkap ikan milik orang lain. Ajis berharap, dia dan teman-teman nelayannya bisa mempunyai kapal sendiri.

"Saya masih bawa punya orang (bakulan-red), belum punya sendiri, semoga aja dengan launching (peluncuran) Kapal Babinsa Merah Putih kemarin bisa memberikan dampak positif dengan menjual harga kapal yang murah untuk nelayan. Rata-rata kapal di sini, bukan milik nelayan tapi bakulan," kata Ajis lagi dengan mata berkaca-kaca.

Cerita Kapal Semen TNI Pandeglang (3)Sejumlah personel TNI-Polri dan warga bersiap turun dari perahu yang terbuat dari semen, Sabtu, 7 November 2020. (Foto: Tagar/Moh Jumri)

Kemudian sorot mata Ajis tertuju ke arah dermaga, lalu telunjuknya menunjuk ke arah kapal yang bertuliskan “Babinsa”.

Kapal Babinsa Merah Putih

Kapal Babinsa Merah Putih merupakan kapal yang diproduksi oleh personel TNI dari Kodim 0601, terbuat dari campuran semen dan pasir.

Kapal itu diluncurkan oleh personel TNI dari Kodim 0601 Pandeglang pada Jumat, 6 November 2020, dan dihadiri oleh Pangdam III Siliwangi Mayor Jendral (Mayjen) TNI Nugroho Budi Wiryanto.

Kata Ajis, seandainya Prajurit dari Kodam III Siliwangi bisa memproduksi kembali Kapal Babinsa untuk keperluan para nelayan dengan harga yang murah, kemungkinan besar duka yang dialami nelayan akan berganti menjadi senyum sumringah.

"Tadinya, para nelayan di sini tak percaya ada perahu dari semen, tapi setelah melihat dan mencoba langsung, baru kita percaya. Kita berharap perahu ini bisa diproduksi kembali oleh TNI Kodim 0601 Pandeglang dengan jumlah yang lebih banyak dan dijual dengan harga yang murah,” kata dia penuh harap.

Hal yang sama dikatakan Sahani Abeng, 46 tahun, kepala dusun (kadus) di Desa Sukajadi. Di atas kapal Babinsa itu, Abeng berbagi cerita tentang kehidupan para nelayan yang ada di kawasan Carita, terlebih saat ini, dia pun dipercaya menjadi ketua kelompok nelayan di Desanya.

Menurut Abeng, Kapal Babinsa yang diproduksi oleh TNI, mungkin dapat memberikan solusi bagi para nelayan yang ada di Carita. 

Mulanya, kata Abeng, dia tak menyangka bahwa kapal yang diproduksi oleh babinsa dengan semen tersebut bisa digunakan. Bahkan Abeng membayangkan Kapal Babinsa tersebut akan tenggelam ketika berada di laut.

Dalam benak pikiran Abeng terlintas, Kapal terbuat dari campuran Semen mustahil bisa digunakan, terutama untuk keperluan berlayar di laut. 

Tapi, setelah, dia melihat langsung dengan mata kepalanya sendiri, Abeng melongo dan ia pun kaget tak percaya melihat inovasi baru dari prajurit TNI. Dia kemudian, mengakui karya nyata TNI dan memberikan apresiasi kepada babinsa yang telah membuat inovansi baru terutama di desanya.

"Katanya Kapal Babinsa itu, pembuatanya tidak membutuhkan biaya besar seperti kapal dari kayu-kayu atau kapal sejenis lain yang biasa menghabiskan Rp 100 juta lebih. Kalau ini, kata Babinsa dengan modal 35 juta sudah bisa para nelayan sudah bisa memproduksi," kata Abeng.

Abeng menceritakan, dua tahun yang lalu ketika tsunami menghantam Selat Sunda, termasuk Pantai Carita yang terkena dampaknya, saat ombak naik ke daratan, dia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri, Kapal Babinsa yang terbuat dari Semen itu tak hancur.

Cerita Kapal Semen TNI Pandeglang (4)Sejumlah personel TNI dan Polri berada di atas kapal yang terbuat dari semen, Sabtu, 7 November 2020. (Foto: Tagar/Moh Jumri)

Biasanya, kata Abeng, saat terbalik, seharusnya kapal tersebut bisa hancur dan tenggelam seperti yang dia pernah saksikan di Youtube atau film tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan juga film Titanic.

"Memang betul, pas waktu tsunami kemarin, Kapal Babinsa itu tak hancur, cuma bergeser saja. Kabarnya ada bahan pengeras dan sistem pembuatanya yang memang harus teliti. Kemarin lihat Pangdam dan Ketua DPRD Banten juga ikut mencoba naik diatas kapal yang telah dibuat oleh babinsa," ucapnya.

Sebelumnya, saat launching Kapal Babinsa, Pangdam III Siliwangi Mayjen TNI Nugroho Budi Wiryanto menyebut keberhasilan babinsa dalam membuat kapal sebagai modal awal percontohan dalam membantu para nelayan di wilayah binaannya.

Budi meyakini, tjuan utama pembuatan Kapal Babinsa Merah Putih untuk membantu para nelayan dalam meningkatkan kesejateraan laut agar dapat terwujud.

Pangdam mengaku dirinya sangat optimis dengan adanya sinergi yang baik antara Pemerintah, TNI mapun pelaku usaha, tentu pembuatan Kapal Merah Putih selanjutnya bisa terwujud.

"Saya apresiasi kepada para Babinsa dari jajaran Korem 064 Maulana Yusuf yang telah berhasil menyelesaikan pembuatan satu unit kapal. Kapal yang terbuat dari campuran semen, air, pasir dan rangka besi diselesaikan dalam waktu 21 hari," jelas Mayjen TNI Nugroho Budi.

Dewan Pakar Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) yang juga antropolog dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dedi Adhuri mengakui para nelayan di Indonesia mayoritas tak memiliki modal yang cukup untuk membeli bahan bakar.

Kata Dedi, nelayan kecil kerap bergantung ke pihak lain untuk menangkap ikan atau menjadi buruh dengan bekerja ke pemilik kapal besar.

"Memang benar, jadi keuntunganya, hanya terpusat ke pemilik kapal."ucap Dedi.

Dedi menjelaskan, di pesisir, Kapal-kapal besar biasanya bukan dikuasai nelayan melainkan pengusaha. Menurut Dedi, untuk meningkatkan kesejateraan nelayan dan mengurangi kemiskinan, pemerintah harus mendorong nelayan agar mempunyai keahlian yang lebih luas. []

Berita terkait
Melihat Salinan Ijazah SD dan Foto Tembem Jokowi di Solo
Salinan ijazah sekolah dasar milik Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) tersimpan dengan rapi dalam pigura berbingkai warna emas di SDN Tirtoyoso 111.
Trauma Erupsi Gunung Merapi, Penjual Bakso Berbekal HT
Seorang penjual bakso dan mie ayam di Ngrangkah, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, selalu ditemani HT saat menjual.
Mimpi Anak Aceh Penjual Air Nira Jadi Prajurit TNI AU
Seorang anak Aceh penjual air nira bercita-cita menjadi prajurit TNI AU. Mimpinya itu tak lepas dari cita-cita sang ayah yang kandas.