Hambatan Mendeteksi HIV/AIDS di Kabupaten Cirebon

Dinkes Kabupaten Cirebon, Jabar, kesulitan mendeteksi HIV/AIDS di masa pandemi virus corona (Covid-19), 117 kasus baru HIV/AIDS ditemukan
Kadis Kesehatan Kabupaten Cirebon, Jabar, Enny Suhaeny (kiri) didampingi Kabid P2P Dinkes Kabupaten Cirebon, Nanang Ruhyana (Foto: Tagar/Charles).

Cirebon - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Jabar), mencatat hingga akhir bulan Agustus 2020 telah mendeteksi sebanyak 117 penderita HIV/AIDS.

Kepala Dinkes Kabupaten Cirebon, Enny Suhaeny, melalui Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kabupaten Cirebon, Nanang Ruhyana, mengungkapkan jika dibandingkan dengan bulan Agustus tahun lalu angka penderita HIV/AIDS menurun meskipun tidak signifikan.

"Sampai bulan Agustus kemarin, kami baru bisa mendeteksi 177 penderita HIV/AIDS. Kalau dibandingkan dengan bulan Agustus tahun lalu, penderita HIV/AIDS sudah masuk angka 200 orang," kata Nanang kepada wartawan, 13 September 2020.

Data jumlah penderita HIV/AIDS turun tahun ini, menurut Nanang, karena adanya Covid-19 diduga menjadi salah satu penyebab orang yang menderita HIV/AIDS malas memeriksakan diri ke rumah sakit atau puskesmas. "Adanya Covid-19 juga, membuat program Dinkes untuk pemeriksaan HIV/AIDS sempat terhenti beberapa bulan, dan baru bisa berjalan bulan Juli sampai Agustus kemarin," kata Nanang.

Masih menurut Nanang, penyebaran HIV/AIDS lebih banyak di kalangan komunitas gay dan LGBT pada usia produktif. Namun, Nanang enggan merinci dimana saja komunitas gay itu berada. "Tapi untuk mendeteksi penyebaran, kami sudah menyiapkan LSM sebagai wadah mereka untuk bisa mendeteksi peningkatan HIV/AIDS. Merekalah yang membawa komunitas gay atau LGBT ke tempat pemeriksaan, termasuk rumah sakit atau puskesmas," ujar Nanang.

Masih ditemukannya kasus HIV/AIDS, membuat pihaknya mengambil langkah melakukan penyuluhan promotif. Disamping itu, ada pemeriksaan yang dikombinasikan. Dia memberikan contoh dimana setiap orang yang terkena TBC harus di0screning juga HIV. Sedangkan untuk ibu hamil, minimal sekali dalam masa kehamilan, harus jalani tes HIV.

"Khusus ibu hamil, kalau minimal dalam 16 minggu kehamilan terdeteksi HIV, maka begitu lahir bayinya bisa dinyatakan negatif HIV. Biasanya kalau sudah terdeteksi awal, maka 85 persen bayi yang lahir insyaallah negatif," tutur Nanang.

Nanang menambahkan, anggaran untuk penanggulangan HIV/AIDS saat ini dirasa masih kurang. Anggaran sebesar Rp 900 juta yang diterima tahun ini, sama sekali tidak bisa didistribusikan, mengingat anggarannya direcofusing untuk Covid-19. Untuk tetap melakukan pelayanan, maka dibiayai dari BOK setiap puskesmas. Justru saat ini, puskesmas yang mengadakan penyuluhan.

"Idealnya anggaran per tahun untuk penanggulangan HIV/AIDS itu ada Rp 1,5 miliar. Jadi semakin banyak anggaran maka sosialisasi kita untuk upaya pencegahan HIV/AIDS akan semakin sering. Tapi sampai sekarang kami belum mendapatkan data akurat, berapa jumlah yang meninggal. Masalahnya, mereka banyak yang meninggalnya di rumah, jadi sulit untuk dideteksi," ujar Nanang. []

Berita terkait
Jakarta dan Papua dengan Kasus Terbanyak HIV/AIDS
Laporan terbartu kasus HIV/AIDS di Indonesia menunjukkan ada lima provinsi dengan jumlah kasus HIV dan AIDS terbanyak