Gus Dur, Gus Mus, Apa Arti Gus Bagi Warga Nahdlatul Ulama?

Masyarakat mengenal tokoh-tkoh NU dipanggil dengan sebutan Gus, di antaranya Gus Dur, Gus Mus. Bagaimana sejarah sapaan Gus di kalangan Nahdliyin?
Gus Dur dan Gus Mus. (Foto: Tagar/menews.id)

Jakarta - Masyarakat Indonesia mengenal tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama dipanggil dengan sebutan Gus, di antaranya Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid akrab disapa Gus Dur, kemudian ada Kiai Mustofa Bisri akrab disapa Gus Mus. Kabarnya sapaan Gus ini lekat dengan bangsawan, keturunan darah biru kiai. Bagaimana sejarah asal-usul panggilan Gus di kalangan Nahdliyin - sebutan warga NU - ini?

Untuk mendapatkan pengetahuan tradisi panggilan Gus di kalangan Nahdliyin, berikut tanya jawab Tagar TV dengan Mohammad Nuruzzaman - Ketua Bidang Kajian Strategis Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor sekaligus Komandan Densus 99 Banser, Senin, 26 Oktober 2020.

Di kalangan Nahdlatul Ulama, beberapa orang dipanggil dengan sapaan Gus. Ini sapaan biasa atau bermakna khusus?

Itu sapaan bermakna khusus, Gus ini hanya dialamatkan kepada putra laki-laki dari pesantren. Itu adalah panggilan kehormatan. Kalau perempuan dipanggilnya Ning. Jadi laki-laki, Gus. Perempuan, Ning. Tidak semua orang bisa mendapatkan panggilan Gus. Hanya orang-orang tertentu atau anak-anak laki-laki tertentu yang dimiliki kiai-kiai tentunya di pesantren-pesantren NU di Jawa Timur dan di Jawa Tengah.

Di Jawa Barat ada panggilan lain sebenarnya, namanya Kang atau Aceng, kita menyebutnya. Diberikan gelar itu kepada putra Kiai yang ada di pesantren di Jawa Barat, Kang, Akang, atau Aceng, hampir sama dengan Gus, tapi lebih popular Gus sebenarnya.

Berarti yang layak disapa Gus ini yang secara biologis adalah keturunan kiai?

Ya betul, karena awalnya memang seperti itu.

Apakah benar Gus itu panggilan untuk kalangan bangsawan?

Ya, karena kiai ini kan sebenarnya di pesantren-pesantren NU itu memiliki silsilah atau memiliki nashab, silsilah keturunan dari kerajaan-kerajaan Islam yang ada di Jawa, Jawa Timur, atau Jawa Tengah misalnya Demak. Atau memiliki hubungan dengan kerajaan-kerajaan atau para Wali Songo penyebar agama Islam di Jawa khususnya seperti itu. 

Misalnya di Cirebon yang saya tahu, atau Gus Dur misalnya, itu kan masih keturunan Hadi Wijaya. Hadi Wijaya ini adalah Raja Pajang Joko Tingkir. Jadi dia memang bangsawan yang memiliki hubungan erat dengan para bangsawan masa lalu yang menyebarkan Islam tentunya.

Di Jawa Barat di Cirebon khususnya pesantren-pesantren ini memiliki hubungan dengan keraton yang ada di Cirebon, Sunan Gunung Jati. Jadi hampir semua kiai di Jawa ini memiliki silsilah, memiliki hubungan secara keturunan dengan bangsawan-bangsawan yang ada di kerajaan-kerajaan Islam masa lalu.

Bagaimana sejarah pertama kali sapaan Gus digunakan di kalangan NU?

Ya dari dulu sekali ya, berbeda-beda di Madura ada panggilan namanya Lora, itu juga diberikan kepada anak Kiai, dan sama dengan Gus. Ini panggilan yang melekat cukup lama misalnya Gus Dur, Gus Dur itu kan usianya hampir atau Gus Mus itu kan hampir 70 tahun lebih jadi itu dipanggil. Sebelumnya juga ada kakak Gus Mus, Kiai Cholil Bisri misalnya itu juga dipanggil Gus oleh santrinya dulu. Jadi ini memang panggilan yang melekat cukup lama.

Saya tidak tahu kapan itu dimulainya, mungkin dulu sekali sebelum zaman penjajahan atau sejak dulu. Kalau yang saya tahu itu adalah panggilan Den Bagus, Raden Bagus kepada anaknya Kiai. Karena rata-rata Raden kan Kiai-Kiai ini tetapi menyembunyikan identitasnya. Nah putranya ini dipanggil Raden Bagus dipotong saja menjadi Gus, kira-kira itu Bagus atau Gus.

Siapa orang pertama di NU dipanggil dengan sapaan Gus?

Ya, yang popular Gus Dur tentunya ya dengan Gus Mus, tapi dulu-dulu sebenarnya juga abahnya Gus Dur, Wahid Hasyim dipanggil Gus oleh santri-santrinya Mbah Hasyim Ashari. Kaya saya ini sebenarnya tidak layak memanggil Gus kepada Gus Dur, saya harus memanggilnya Kiai, tapi karena familiar dan umum Gus Dur ini disebut Gus oleh santrinya Gus Dur atau santrinya bapaknya Gus Dur maka beliau dipanggilnya Gus yang lebih populer.

Abahnya Gus Dur atau bapaknya Gus Dur Kiai Wahid Hasyim dulunya juga dipanggil Gus oleh santri-santrinya kakeknya Gus Dur. Jadi santrinya kakeknya Gus Dur ini yang menyebut Gus kepada putra-putra Kiai, karena putranya. Nah, itu tentu kalau cucunya memanggilnya kiai gitu, jadi tergantung dia di mana, di pesantren ketika dia bertemu putra kiai ya dia panggilnya Gus. Mungkin kiainya dulu juga dipanggil Gus oleh santri bapaknya kiai tersebut karena silsilahnya sangat panjang.

Apa arti Gus?

Ya itu tadi, Gus itu bagus, Den Bagus. Bagus itu baik kan, penyebutan penghormatan. Bukan, bagus itu Den Bagus kan panggilannya begitu di Jawa lebih populer, ini sebenarnya untuk menghormati saja, putra kiai dihormati para santri.

Panggilan Gus sangat istimewa sampai ada orang yang menggunakan label Gus untuk kepentingan tertentu yang belum tentu baik. Bagaimana menurut Anda?

Ini panggilan yang istimewa dan tentu saja tidak semua orang bisa mendapatkan gelar itu. Kalau pun ada misalnya orang-orang yang dianggap dia tidak memiliki silsilah atau keturunan kiai, tapi dia dianggap memiliki pemahaman keagamaan yang baik, pintar, alim maka disebut Gus. Itu pilihannya. Jadi, Gus ini sekarang mungkin populer disandangkan bukan hanya kepada putra-putra kiai, juga kepada anak-anak muda atau kiai-kiai muda atau anak-anak muda yang memiliki pemahaman keagamaan yang baik.

Kemudian karena dia populer dipanggil Gus atau karena urusan politik karena dia tiba-tiba ada pemilihan apalah ini kemudian mendapatkan gelar Gus. Jadi ada Gus politik, ada Gus keilmuan, ada Gus memang karena keturunan kiai. Gus ini penting dilabelkan kepada orang karena dia akan mendapatkan privilege di tengah-tengah masyarakat terutama dalam penghormatan, kira-kira itu.

Selain Gus, sapaan apa lagi yang populer di kalangan NU?

Tergantung daerah sebenarnya, tadi itu saya sebutkan di Madura itu Lora itu panggilnya, kemudian di Jawa Barat itu ada Aceng atau Kang gitu. Nah, tapi hampir semua anak-anak maupun dewasa kalau putranya kiai dipanggil Gus. walaupun dia masih usia 2 tahun, karena dia adalah putra kiai.

Misalnya saya belajar mengaji kepada kiai tertentu dan kiai itu punya putra laki-laki yang usianya masih 5 tahun, kecil, saya harus memanggil dia Gus, karena dia adalah putra kiai saya. Nah, ini menjadi label kepada putra yang di mana orang-orang ini itu mengaji di kiai. Walaupun usianya masih anak-anak, remaja atau dewasa atau bahkan sampai tua. Karena saya murid dari bapaknya. Nah, ketika Gus ini sudah punya murid sendiri, orang-orang akan memanggil kiai kepadanya.

Apa pesan Anda untuk orang-orang yang menyalahgunakan sebutan Gus untuk keuntungan sendiri?

Pesan saya, apa sih susahnya kalau tidak mau disebut Gus ya satu itu tadi, kepentingan adalah Gus ini dilabelkan kepada orang yang memiliki pemahaman keagamaan kalau mau disebut Gus belajar agamalah tentunya. Belajar agama yang baik. Kedua, kalau mau disebut Gus, ya cari Ning, nikahi, jadi menantu kiai juga bisa disebut Gus. 

Kalau memanfaatkan nama Gus tentu itu tidak baik. Ya sebenarnya tidak ada salahnya orang mau disebut Gus itu silakan-silakan saja, namun nanti orang dapat menilai sendiri, mana Gus yang sebenarnya dan mana Gus yang imitasi. Jadi orang akan tahu Gus imitasi dan Gus yang mulia, kira-kira begitu. Logam mulia dan logam imitasi, kira-kira itu.

(Nurmania Anggraini)

Simak perbincangan Tagar TV dengan Mohammad Nuruzzaman tentang sapaan Gus untuk anak kiai dalam video berikut ini.


Berita terkait
Profil Kiai Haji Hasyim Asy'ari, Pendiri Nahdlatul Ulama
Kiai Haji Hasyim Asyari, kakek Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini yang mendirikan Nahdlatul Ulama atau biasa disingkat NU.
Nahdlatul Ulama Berperan Besar Tangkal Radikalisme
Nahdlatul Ulama berperan penting dalam memerangi radikalisme di Indonesia.
Puisi Gus Mus dalam Bahasa Jawa: Bila Kutitipkan
Bila Kutitipkan, satu judul puisi karya Kiai Ahmad Mustofa Bisri atau akrab disapa Gus Mus. Berikut ini terjemahannya dalam bahasa Jawa.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.