Gubernur Lemhannas Minta Persoalan Politik Tak Libatkan Militer

Gubernur Lemhanas mengingatkan urusan politik Indonesia harus diselesaikan secara politik tanpa melibatkan unsur militer.
Gubernur Lemhanas RI, Letjen (Purn) Agus Widjojo. (uni)

Jakarta - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo meminta agar dinamika politik yang terjadi di Indonesia tak melibatkan militer. 

Menurutnya urusan politik Indonesia harus diselesaikan secara politik tanpa melibatkan unsur militer.

"Jangan lagi ada yang berpikir untuk menggunakan militer untuk memperbaiki keadaan betapa pun argumen ketidaksukaan kita pada situasi yang berlaku. Masalah politik hendaknya diselesaikan secara politik, tanpa campur tangan militer," kata Agus Widjojo dalam seminar tentang "Pilkada Serentak dan Konstelasi Politik di Daerah", di Kantor Lemhannas, Jakarta, Kamis, 12 Februari 2021. 

Tapi saya rasa itu bukan cerminan Tiongkok menyetujui junta. Mereka lebih menjaga manuver perimbangan tata global.

Baca juga: Lemhanas: Bersihkan Prajurit TNI dari Radikalisme

Menurut Agus, Indonesia perlu mengidentifikasi praktik negatif dalam pilkada serentak yang mempengaruhi implementasi kaidah demokrasi melalui gejala yang terjadi di masyarakat. Tujuannya, lanjut dia, untuk menjaga kepercayaan masyarakat kepada sistem demokrasi dengan segala implementasinya. 

"Hal ini penting karena demokrasi telah menjadi pilihan strategis rakyat Indonesia sejak reformasi," ujarnya lagi. 

Agus mencontohkan negara Amerika Serikat melihat pentingnya kekuatan masyarakat (civil society) dan tetap menggunakan kaidah demokrasi dalam jalur politik tanpa campur tangan militer. 

Menurutnya, masyarakat AS yang prihatin dengan gaya kepemimpinan presiden sebelumnya, Donald Trump berusaha untuk mengembalikan demokrasi di jalur yang semestinya. Dengan kekuatan civil society, maka demokrasi ini bisa diselamatkan melalui kaidah-kaidah demokrasi juga. 

"Di sini kita melihat pentingnya kita percaya pada demokrasi dan selalu berusaha berjalan dalam rambu demokrasi," kata Agus. 

Baca juga: Andi Arief Singgung Politik Oligarki dan Dinasti di Medan

Sementara itu, di Myanmar terjadi pengambilalihan kekuasaan oleh junta militer. Mereka menggulingkan pemerintahan yang dipilih secara sah melalui pemilu. Kalau pun Tiongkok, sebagai negara sandaran Myanmar, menggunakan hak veto di PBB untuk membela junta militer Myanmar, mereka menyesalkan terjadinya kudeta di Myanmar. 

"Tapi saya rasa itu bukan cerminan Tiongkok menyetujui junta. Mereka lebih menjaga manuver perimbangan tata global. Sementara menghadapi protes politik di Hong Kong, betapa pun lama dan kerasnya, Tiongkok tetap menggunakan penegakan hukum," kata Agus. 

Kedua negara tersebut, menurut Agus, dapat menjadi catatan bagi Indonesia seandainya ada pihak yang memiliki pikiran untuk memperbaiki keadaan dengan menggunakan militer. 

"Walaupun dengan dalih untuk memperbaiki keadaan, pengambilan kekuasaan seperti itu kurang memberikan hasil untuk menuju keadaan yang lebih baik. Sejarah menunjukkan perbaikan itu tidak pernah terbukti. Pengambilalihan kekuasaan secara paksa justru menghasilkan keadaan yang kurang baik dan malah kembali pada garis nol," ujar Agus Widjojo. []

Berita terkait
Sindir Politik Dinasti, PKS: Ini Bukan Perusahaan Keluarga
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR, Mulyanto mengaku prihatin dengan sikap abai Pemerintahan Presiden Jokowi atas perkembangan politik dinasti saat ini.
Politik Dinasti di Pasangkayu Sulbar Berpotensi KKN
Dinasti politik di Kabupaten Pasangkayu Sulawesi Barat berpotensi terjadinya tragedi politik
Terpapar Covid, Mantan Gubernur Lemhanas Muladi Wafat
Mantan Menteri Kehakiman era 1998-199 RI Prof Muladi wafat setelah menjalani perawatan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.