Gubernur Baru Antara Harapan dan Pertaruhan

Pilkada Jakarta memang unik. Baru kali ini pemilihan kepala daerah di satu wilayah ikut dipengaruhi oleh tekanan warga daerah lain yang datang berombongan ke Jakarta.
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo memberi selamat kepada Gubernur DKI Jakarta yang baru, Anies R. Baswedan, sesusai dilantiknya di Istana Negara. (Foto: Ant)

Jakarta, (Tagar 16/10/2017) – Hingar bingar pilkada DKI Jakarta semestinya usai tepat ketika pemenang kontestasi paling riuh di Indonesia itu ditetpkan oleh KPUD Jakarta.

Persaingan seharusnya reda saat kemenangan diraih salah satu calon. Semua semestinya kembali normal dan biasa setelah pilkada berlalu.

Namun faktanya, pilkada itu sendiri memiliki nuansa di luar batas normal, kepatutan, dan keharusannya. Pilkada Jakarta dianggap sebagian orang di luar batas normal, karena pilkada kemarin dianggap menabrak batas normal sesuai aturan atau undang-undang pemilu itu sendiri.

Adalah tempat ibadah, yang dilarang dalam UU Pemilu untuk dijadikan tempat berpolitik atau kampanye. Isu SARA yang dilarang keras malah dilakukan dalam kampanye (dan apalagi) untuk menjatuhkan lawan atau kompetitor dalam bersaing memperebutkan kursi jabatan.

Jika batas normal yang dilarang UU Pemilu dilanggar, tentu tak perlu lagi bertanya soal kepatutan dan keharusan. Apa lagi yang patut jika aturan normal sudah dilanggar? Apa lagi yang mau dibicarakan jika keharusan mengikuti aturan, undang-undang, malah dipatahkan dan dilakukan?

Pilkada Jakarta memang unik. Baru kali ini pemilihan kepala daerah di satu wilayah ikut dipengaruhi oleh tekanan warga daerah lain yang datang berombongan ke Jakarta. Alasannya pun sungguh aneh, ‘bela agama’ dalam Pilkada orang. Isu agama memang masif dan terstruktur dilancarkan. Diakui atau tidak, isu agama jadi dagangan laris yang berseliweran saat itu.

Beberapa bulan setelah Pilkada yang mencampuradukan emosi warga Jakarta tersebut berlalu, beberapa bulan setelah Pilkada itu memakan korban (salah satu kontestannya sendiri), terungkaplah adanya komplotan jahat yang menjadikan fitnah, hoax, dan fake news sebagai profesinya.

Komplotan berjuluk Saracen itu membuka pelayanan jasa kampanye hitam untuk membunuh karakter seseorang atau kelompok atas dasar pesanan pihak yang bersedia membayarnya.

Pengusutan kejahatan Saracen memang belum selesai. Artinya, Anies atau siapa pun memang belum terbukti menggunakan jasa perusahaan fitnah itu dalam pilkada, baik Jakarta atau daerah lainnya.

Namun penyidikan polisi terhadap para anggota pebisnis fitnah itu mengindikasikan Saracen ikut bermain dalam Pilkada Jakarta yang baru berlalu.

Apa pun cerita, Anies – Sandi sudah dilantik Presiden petang ini. Tak perlu lagi bicara soal Pilkada yang telah lalu. Mari berfikir positif dan menggantang asa terhadap mantan menteri pendidikan ini.

Mari percaya bahwa Jakarta akan lebih baik di tangan mereka. Kecuali jika Polisi kemudian memberi fakta adanya kaitan antara Anies – Sandi dengan Saracen.

Jika ada korelasi kemenangan itu dengan pebisnis fitnah Saracen, sulit membayangkan bagaimana menulis sejarah Jakarta ke depannya nanti. Tapi, semoga itu tak pernah terjadi, mari doakan dan bantu Anies – Sandi membangun Jakarta.

Selamat berbakti Anies – Sandi!

(rif)

Berita terkait
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.