Gubernur Aceh Dihadiahi Bantal oleh Pendemo

Korp Barisan Pemuda Aceh mengelar aksi di kantor Gubernur Aceh terkait penolakan PT Emas Mineral Murni.
Massa dari Korp Barisan Pemuda Aceh kembali mengelar aksi di depan kantor Gubernur Aceh terkait penolakan PT Emas Mineral Murni di Aceh, Jumat 19 Juli 2019. (Foto: Tagar/Fahzian Aldevan)

Banda Aceh – Massa yang mengatasnamakan diri Korp Barisan Pemuda Aceh (BPA) kembali mengelar aksi di depan halaman kantor Gubernur Aceh terkait penolakan PT Emas Mineral Murni (PT EMM) di Aceh, Jumat 19 Juli 2019.

Aksi dikawal ketat oleh pihak kepolisian, mempertanyakan 100 hari pasca penandatanganan komitmen pencabutan izin PT EMM dengan ribuan mahasiswa saat aksi pada 11 April 2019 lalu.

"Aksi ini kami berikan bantal kepada Pemerintah Aceh sebagai bentuk atas lambatnya penyelesaian proses pencabutan izin PT EMM yang tidak sesuai janji sebelumnya," kata Koordinator BPA Mutawalli.

Menurutnya, sudah 100 hari belum terlihat adanya progres nyata terkait penyelesaian pencabutan izin tesebut. "Sehingga Korp BPA tetap mengawal penolakan PT EMM di Aceh," katanya.

Seperti diketahui sebelumnya, aksi besar-besaran dilakukan oleh ribuan mahasiswa pada 9-11 April 2019 lalu di kantor Gubernur Aceh menuntut pencabutan izin operasi PT EMM di Aceh.

Hingga memaksa Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah menandatangani komitmen di hadapan mahasiswa. Dan jika tidak melaksanakan tuntutan dia akan mundur dari jabatannya. Komitmen tersebut akan ditagih selama 14 hari setelah tanda tangan komitmen.

"Tapi nyatanya hingga hari ini tidak ada poin tuntutan yang direalisasi. Jangankan tuntutan mahasiswa, tugas yang diberikan oleh Plt pun tidak dilaksanakan oleh tim yang dibentuk," kata Mutawalli.

Maka dari itu ke depan pihaknya akan melakukan aksi lanjutan dengan massa yang lebih banyak. "Akan ada aksi lanjutan lagi, Korp BPA tidak akan diam sebelum PT EMM dicabut izinnya," tegas Mutawalli.

 Kan karena dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA), jalur ini besar peluang kita untuk gugat

Terpisah, tim penyelesaian sengketa PT EMM menilai, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) belum menentukan sikap terkait pencabutan izin PT EMM terhadap eksploitasi emas yang ada di Beutong Ateuh, Nagan Raya, Aceh.

"Ia ini masih kita proses, termasuk cek di lapangan, kemudian kami kaji berbagai macam dokumen, baru nanti kami ambil keputusan," kata Ketua Tim Percepatan Penanganan PT EMM Muhammad Jafar, Kamis 18 Juli 2019.

Menurut dia, setelah pengkajian dokumen serta peninjauan lapangan, bila nantinya terlihat peluang besar memenangkan gugatan, maka langkah itu akan segera ditempuh.

Sebaliknya, jika selama proses pengkajian dan monitoring lapangan dilihat tidak memiliki peluang menang, maka besar kemungkinan langkah ini tidak dilakukan.

"Apakah kalau kami gugat punya peluang berhasil atau tidak. Kalau memang tidak ada peluang kami tidak gugat, tapi kalau punya cukup bukti kita akan upayakan," ujarnya.

Jafar mengatakan, rencananya Pemerintah Aceh akan menggugat Peraturan Menteri (Permen) ESDM ke Mahkamah Agung (MA). Mereka menilai Permen tidak mengecualikan Aceh sebagai daerah khusus saat izin tambang diberikan oleh BKPM ke PT EMM.

"Kalau judicial review lebih mudah, karena yang digugat peraturan menteri. Kan karena dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA), jalur ini besar peluang kita untuk gugat," kata Jafar.

Menurutnya, putusan pengadilan terhadap judicial review itu akan berlaku sejak putusan tersebut diberlakukan. Pengaruhnya, terhadap izin berikutnya yang dikeluarkan oleh BKPM atas izin tambang di Aceh.

"Judicial review tidak ngaruh terhadap izin PT EMM, pengaruhnya itu ke izin tambang yang dikeluarkan ke depannya," katanya.[]

Baca juga:

Berita terkait
0
David Beckham Refleksikan Perjalanannya Jadi Pahlawan untuk Inggris
David Beckham juga punya tips untuk pesepakbola muda, mengajak mereka untuk menikmati momen sebelum berlalu