Geram dengan Hoaks, Ini yang Dilakukan Akademisi dan Budayawan

Geram dengan hoaks yang dianggap lazim untuk memenuhi birahi berkuasa, ini yang dilakukan akademisi dan budayawan Yogyakarta.
Warga mengangkat poster bertulis penolakan terhadap hoaks jelang Pemilu 2019 saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (3/3/2019). Aksi tolak hoaks tersebut digelar untuk mewujudkan pesta demokrasi yang aman dan damai. (Foto: Antara/Hafidz Mubarak A)

Jakarta, (Tagar 4/3/2019) - Geram dengan hoaks yang dianggap lazim untuk memenuhi birahi berkuasa, akademisi dan budayawan akan menggelar seminar kebhinekaan di Aula Wisma Syantikara Yogyakarta pada 9 Maret 2019. 

Hal tersebut disampaikan Dosen Fakultas Teknik Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) Bagas Pujilaksono Widyakanigara melalui keterangan tertulis diterima Tagar News, Senin (4/3).

Berikut ini keterangan Bagas Pujilaksono Widyakanigara selengkapnya:

"Saya atas nama pribadi dan rekan-rekan di Jogja dari lintas berbagai variabel keberagaman prihatin dengan kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia yang akhir-akhir ini sangat jauh dari cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Jauh dari nilai etika, moral dan ajaran agama. Fitnah dan hoaks dianggap hal yang lazim semata hanya untuk memenuhi birahi berkuasa. Sistem demokrasi dan kebebasan sudah dimanfaatkan oleh sekelompok orang yang sebenarnya bertujuan menghancurkan kebebasan dan demokrasi itu sendiri.

Seminar JogjaSeminar Kebinekaan. (Foto: Bagas Pujilaksono)

Kita sudah sepakat bahwa Indonesia adalah Negara Kebangsaan. Artinya perekat kita adalah sprit kebangsaan yang jejaknya sudah terbentuk sejak Deklarasi Sumpah Pemuda 1928. Dimana,  kita satu dalam bahasa, bangsa dan tanah air.  Jejak kebangsaan ini terbentuk karena kita semua merasa senasib dan sepenanggungan saat revolusi fisik melawan kolonialisme.

Kita juga sepakat, bahwa kita menolak ideologi ekstrim kanan dan esktrim kiri, karena keduanya sama saja, sama-sama anti Pancasila, bersifat otoriter dan anti demokrasi.

Melihat kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara yang seperti itu, kami sebagai akademisi dan budayawan akan berbicara dalam Seminar Kebinekaan yang diadakan oleh FMKI dan Forges di Aula Syantikara, Yogyakarta pada tanggal 9 Maret 2019.  Kajian implementatif Kebangsaan dari aspek kehidupan akademik di perguruan tinggi, ekonomi dan budaya akan dibahas secara detail utamanya bagi generasi milenial dalam membangun militansi nasionalisme yang berperikemanusiaan.

Ini adalah upaya nyata kami sebagai bagian dari warga bangsa Indonesia dalam menjaga Pancasila sebagai dasar negara dan keutuhan NKRI. Dimana tidak ada diskriminasi mayoritas atas minoritas atau tidak ada perampasan hak-hak dasar hidup kelompok minoritas dengan dalih toleransi dan gigih memperjuangkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang berkeadilan sosial. Pancasila tidak mengenal mayoritas dan minoritas: musyawarah untuk mufakat atau musyawarah untuk sepakat. Pancasila juga adalah kompromi politik terbaik dalam hidup berbangsa dan bernegara yang plural ini." []

Berita terkait