Gerakan Benteng, Wujud Perubahan Ekonomi yang Malah Merugi

Gerakan ini bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi nasional dari berbasis kolonial menjadi ekonomi pembangunan.
Ilustrasi. (Foto: Tagar/Ist)

Jakarta - Bagi yang menyukai sejarah ekonomi Indonesia, mungkin tak asing lagi dengan kebijakan gerakan Banteng. Apa sih sebenarnya gerakan Banteng? Bagaimana perjalanannya?

Tanggal 3 Maret 1950, pemerintah telah menjalankan suatu kebijaksanaan untuk mempergiat usaha pedagang nasional swasta khusus bangsa Indonesia. Bentuknya macam-macam, berupa pemberian dan kemudahan izin impor dan kredit bagi pedagang bumiputera.

Tujuannya untuk menumbuhkan kaum kapitalis pribumi. Bantuan dan perlindungan pemerintah itu melahirkan apa yang disebut: Benteng Group. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700 perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini.

Program yang dimulai di era Perdana Menteri Muhammad Natsir ini didirikan oleh Sumitro Djojohadikusumo, ayah dari Prabowo Subianto, yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri serta Perdagangan Indonesia, bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi nasional dari berbasis kolonial menjadi ekonomi pembangunan.

Pelaksanaan Gerakan Benteng terdiri dari dua kebijakan. Pertama, Gerakan Benteng mengistimewakan importir pribumi. Importir pribumi diberi kewenangan impor khusus. Selain itu, mereka juga menerima jatah devisa dengan kurs murah.

Kedua, kebijakan ekonomi dilakukan dengan pemberian kredit modal pada pengusaha yang selama ini sulit memperoleh pinjaman dari lembaga pendanaan seperti bank. Lewat Gerakan Benteng, pemerintah memilih pengusaha-pengusaha pribumi yang akan menerima bantuan.

Para pengusaha yang dinamakan importir Benteng ini telah lulus sejumlah persyaratan di antaranya, merupakan importir baru, berbentuk badan hukum, perseroan terbatas, atau kongsi, memiliki modal kerja minimal sebesar Rp 100.000, modal kerja sekurang-kurangnya 70 persen berasal dari bangsa Indonesia asli (pribumi) atau golongan ekonomi lemah, memiliki kantor untuk pegawai dan tenaga kerja Selama pelaksanaan Gerakan Benteng.

Program Benteng ini kemudian dinyatakan gagal. Pada 1957, ketika Perdana Menteri Djuanda memimpin Kabinet Karya, program tersebut dihentikan. Program ini tidak dapat berjalan dengan baik. Berikut alasan kegagalan pada masa Gerakan Benteng:

• “Program Benteng mengalami kegagalan karena pemberian fasilitas negara tidak mencapai sasarannya, yaitu para pengusaha pribumi, karena dimanipulasi oleh para pejabat negara yang mengambil keuntungan dari kebijakan tersebut,” tulis A. Prasetyantoko dalam Kaum Profesional Menentang Rezim Otoriter (1999). Mereka dikenal denan istilah "aktentas"

•Pada 1950an Indonesia diramaikan persaingan politik antar partai. Konflik itu juga ikut menjadi biang kegagalan Program Benteng. “Program tersebut menjadi semacam alat untuk memperoleh dukungan ekonomi dari para pengusaha,” tulis Prasetyantoko.

•Analisis lain menyebutkan Program Benteng gagal karena diterapkan di waktu yang salah. Ketika itu, dunia industri di Jawa masih lemah. Arus impor menjadi begitu kuat, kapal-kapal yang membawa barang asing berdatangan, tapi kapal-kapal itu tak ada muatan ketika keluar dari Indonesia.

•Dalam artikel Ekonomi Indonesia Pada Tahun 1950an di buku Antara Daerah dan Negara (2011), Howard Dick menyebut, kapal-kapal asing yang mengirim barang impor ke Jawa itu ketika pulang berusaha singgah ke Sumatra berharap ada muatan karet. Namun, pemerintah hanya memberi restu hanya kepada kapal-kapal berbendera Indonesia saja untuk mengangkutnya.

•Beberapa penerima lisensi impor adalah importir pribumi yang telah mapan. selain sudah mapan mereka cenderung merupakan idividu-individu yang dekat dengan tokoh-tokoh yang berkuasa dalam birokrasi atau partai yang mengontrol alokasi lisensi-lisensi dan kredit.

•Mayoritas perusahaan yang ikut Program Benteng tidak menggunakan lisensi untuk mengimpor tetapi semata-mata menjualnya kepada para importir yang sesungguhnya. Jadi yang terkonsolidasi bukanlah kaum borjuis pedagang pribumi, melainkan sekelompok makelar lisensi dan tukang suap politik (Yudi Latief, Inteligensia Muslim dan Kuasa: Genealogi Inteligensia Muslim Indonesia Abad ke-20, 2003).

•Program Benteng hanya menghasilkan segelintir perusahaan lokal saja. Seperti PT Transistor Radio Manufacturing yang belakangan melahirkan Panasonic milik Gobel atau Indonesia Service Company milik Hasjim Ning, juga TD Pardede pendiri Pardedetex di Sumatra Utara. Selain mereka berdua ada juga ayah dari pengusaha cum politisi Aburizal Bakrie, yakni Achmad Bakrie.

Program yang diharapkan mampu menjadi stimulus ekonomi Indonesia, malah menjadi penyebab sumber defisit anggaran 1952 yang mencapai Rp 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun 1951 sebesar 1,7 miliar rupiah.

Cukup rawannya korupsi dan sogok menyogok yang membuat harga barang yang dijual pun jadi mahal. Program yang memanjakan pengusaha bumiputera ini pun tak membantu. Membangun dunia usaha nyatanya tak cukup dengan kredit modal dan izin semata. Perlu pengawasan yang ketat dari semua aspek pelaku. []

(Vidiana Lihayati)


Baca Juga








Berita terkait
Jakarta Biennale 2021, Anies: Tak Hanya Pusat Perekonomian
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membuka akarta Biennale 2021 di Museum Nasional Minggu, 21 November 2021. Simak harapan Anies ke depannya.
Melalui TJSL, PLN Dongkrak Perekonomian Desa
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengapresiasi kontribusi PLN dalam pengembangan desa wisata yang terdampak pandemi Covid-19.
Menko Perekonomian Ajak Calon Investor Berinvestasi di KEK
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengajak para calon investor bergabung dengan para pelaku usaha lainnya di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
0
Harga Emas Antam di Pegadaian, Kamis 23 Juni 2022
Harga emas Antam hari ini di Pegadaian, Kamis, 23 Juni 2022, untuk ukuran 1 gram mencapai Rp 1.028.000. Simak ulasannya berikut ini.