Gerakan #2019GantiPresiden Tak Ubah Nama, Ini Kata Ferdinand

Gerakan #2019GantiPresiden tak ganti nama menjadi #2019PilihPrabowo, ini kata Ferdinand Hutahaean.
Gantipresiden

Jakarta,(Tagar 27/8/2018) - Gerakan #2019GantiPresiden hingga sekarang menjadi topik yang hangat di masyarakat. Dari pernyataan tersebut pastinya dapat diartikan bahwa gerakan ini secara tidak langsung berkeinginan menggantikan posisi Joko Widodo pada Pilpres 2019 mendatang.

Jika demikian mengapa kelompok dari gerakan #2019GantiPresiden tidak ingin menggantikan pernyataan tersebut menjadi #2019PilihPrabowo saja. Padahal seperti masyarakat ketahui, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menetapkan Capres 2019 adalah Joko Widodo dan Prabowo Subianto.

Maka dari itu Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat (PD) Ferdinand Hutahaean mengatakan, jika #2019GantiPresiden diubah menjadi #2019PilihPrabowo, itu artinya sudah melakukan kampanye di luar jadwal yang telah ditentukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Kalau ganti tagar itu jadi pilih Prabowo-Sandi itu kampanye diawal itu. Itu mencuri start namanya. Itu kenapa Bawaslu mendiamkan gerakan #2019GantiPresiden. Bahkan #2019GantiPresiden itu Bawaslu sudah bicara bukan pelanggaran," kata Ferdinand Hutahaean saat dihubungi Tagar, Senin (27/8).

Menurut Ferdinand gerakan #2019GantiPresiden ini adalah gerakan civil society atau gerakan kelompok masyarakat yang ingin memperjuangkan aspirasinya saja.

"Mereka ingin mengapresiasikan aspirasi dari kelompok mereka. Di situ tidak membawa atribut partai, tidak membawa atribut dukungan pada salah satu calon presiden. Tetapi mereka mengusung ingin mengganti presiden 2019 nanti secara sah melalui pemilu. Ini yang harus dilihat. Jadi kalau ada alasan sekarang udah ada capres segala macam justru kalau mereka langsung (terang-terangan) pilih Prabowo, mereka akan semakin nyata melanggar undang-undang, mereka berkampanye di luar jadwal yang ditentukan dan itu bisa dipidana, bisa calonnya didiskualifikasi," ucap Ferdinand.

Kata dia menambahkan, gerakan #2019GantiPresiden bukanlah suatu hal yang melanggar aturan perundang-undangan. Melainkan hal itu hanya bentuk aspirasi yang tujuannya hanya ingin menggantikan presiden.

"Sah-sah saja, itu aspirasi (#2019GantiPresiden). Harus dibedakan aspirasi dengan kampanye, mereka gak kampanyekan nama. Mereka ingin kampanyekan ganti presiden. Mereka ingin mengganti presiden. Sama aja dengan demo-demo mandat cabut turunkan SBY sekarang apa bedanya. Itu aspirasi masyarakat yang menghendaki kepemimpinan baru," ujarnya.

"Kalau gerakan ganti presiden menyatakan gulingkan Jokowi baru tidak boleh. Mereka menyatakan #2019GantiPresiden kok, artinya ganti secara sah pada pemilu nanti. Mereka ingin membangun dan menyebarkan aspirasinya ke masyarakat umum. Itu tidak ada yang salah," ungkapnya.

Sementara menanggapi gerakan #2019GantiPresiden, Pengamat Politik LIPI Wasisto Raharjo Jati mengatakan kelompok dari gerakan tersebut tidak ada ketegasan untuk memberikan dukungan kepada salah satu capres yang mereka inginkan.

"Saya pikir bintik-bintik awalnya itu adalah sentimen anti Jokowi sebenarnya. Itu mengerucut pada pencarian sosok lain sebagai penggantinya. Yang menjadi masalah hari ini kan adalah mereka gak tegas milih mau siapa sebenarnya. Tapi ada semacam hubungan tidak jelas antara gerakan ini dengan sosok Prabowo Subianto karena satu sisi mereka anti Jokowi, tapi mereka juga ragu-ragu dukung Prabowo sebagai capres," ucap Wasisto saat dihubungi Tagar, Senin (27/8).

Kata dia, jika ingin menunjukkan dukungan terhadap Capres Prabowo Subianto, gerakan sekelompok #2019GantiPresiden seharusnya diubah menjadi #2019DukungPrabowo.

"Kalau misalnya mereka mendukung Prabowo sebagai presiden terbaru harusnya ganti tagar dong, mis 2019DukungPrabowo karena yang saya lihat gerakan ini mengundang aksi berpotensi massa untuk menggoyahkan pemerintah yang sah sebenarnya," ujar dia.

Menurut dia, deklarasi #2019GantiPresiden hanya memperkeruh suasana di Pilpres 2019 dan menciptakan kekisruhan di masyarakat. "Saya pikir arahnya memang ke sana, karena saya lihat bahwa gerakan ini berusaha memanfaatkan semua kelemahan yang ada sebagai bahan diskusi. Ini artinya mereka hanya menciptakan kekisruhan publik dengan berupaya memanfaatkan kelemahan yang sekarang," tuturnya.

"Yang jadi masalah selanjutnya mereka gerakan non fartikan, artinya mereka gak tegas mau dukung siapa. Kalau misalnya dikenakan kampenye hitam, mereka tidak terikat kemanapun. Itu yang jadi masalah. Iya mereka gak termasuk timses Prabowo juga. Makanya itu gerakan ini menurut saya aneh juga. Oke gerakan ini non fartikan tapi arahnya ke politik. Namun tidak tegas secara politik sikapnya kemana," paparnya.

Dia menyoroti deklarasi #2019GantiPresiden hanya menimbulkan sentimen anti pemerintah di tengah masyarakat tanpa menciptakan suatu solusi yang konkrit.

"Mereka tidak secara tegas mau mendukung siapa hanya sekadar menimbulkan sentimen anti pemerintah di masyarakat. Ini kan suatu yang sangat ironi karena mereka tidak hanya sekadar mengumbar kepentingan tanpa menciptakan suatu solusi yang konkrit," tuturnya.

Sebelumnya aktivis #2019GantiPresiden, Neno Warisman pada Sabtu (25/8) dihadang massa di Pekanbaru. Neno datang ke Pekanbaru untuk mengikuti gelaran deklarasi #2019GantiPresiden yang akan digelar pada Minggu (26/8).

Neno tiba di bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru pada Sabtu petang dengan menggunakan Batik Air dari bandara Halim PerdanaKusuma, Jakarta. Namun seperti yang dialaminya saat di Batam, Neno pun tak bisa keluar dari lingkungan bandara Pekanbaru. Ia tertahan di dalam mobil yang akan membawanya keluar dari bandara selama berjam-jam.

Neno dipulangkan kembali ke Jakarta menggunakan pesawat. Anggota Badan Komunikasi DPP Gerindra Andre Rosiade mendapat video saat Neno menuju pesawat.

"Akhirnya teman-teman semuanya, saya mengajak Kabinda untuk tidak kasar. Saya salat dulu 2 rakaat sebelum akhirnya dilakukan pemulangan," ujar Neno dalam sebuah video, Sabtu (25/8).

"Jadi dipulangkan dan dipaksa pulang, tepatnya sekarang saya sedang menuju ke dalam pesawat dan sekarang kita coba untuk bertahan," imbuhnya. []

Berita terkait
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.