Jakarta - Indonesia kembali menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 9 Desember 2020. Di tengah pandemi Covid-19, pemerintah menekankan agar pesta demokrasi mematuhi protokoler kesehatan.
Saat ini, maraknya strategi kampanye baik positif maupun negatif digunakan oleh para kandidat dan tim sukses untuk mendulang suara. Hal ini diharapkan menjadi perhatian semua lapisan masyarakat.
Saya berpandangan isu ini akan digunakan oleh oknum-oknum tertentu untuk menjatuhkan marwah kandidat lain. Silahkan bertarung secara fair
Direktur Eksektif Gerakan Muda Visioner Indonesia (GEMUVI), Teofilus Mian Parluhutan mengaku khawatir jika ada penggunaan politik identitas dalam Pilkada 2020.
Menurutnya, ancaman penggunaan politik identitas terus menjadi momok politik (political spectre) yang patut dicermati dan didalami oleh pemangku kepentingan yang berwenang.
Dia berpandangan, politik identitas akan memicu terjadinya polarisasi masyarakat khususnya sebelum, atau bahkan pasca pelaksanaan pesta demokrasi tersebut berlangsung.
Teofilus mengatakan, sinyal-sinyal awal munculnya politik identitas mulai tercium di beberapa daerah yang akan menggelar Pilkada 2020 seperti, di Tangerang Selatan.
"Dengan menggunakan pendekatan isu agama. Saya berpandangan isu ini akan digunakan oleh oknum-oknum tertentu untuk menjatuhkan marwah kandidat lain. Silahkan bertarung secara fair," kata Teofilus kepada Tagar, Jumat, 6 November 2020.
Sebagai masyarakat cerdas, kata Teo, harus memilih calon kepala daerah yang memiliki track record untuk membangun.
"Ini baru salah satu contoh. Masih banyak di daerah lain yang menggunakan praktek-praktek yang sama menggunakan kesamaan agama, suku dan ras untuk memobilisasi massa dan suara," ujarnya.
Selanjutnya, Teofilus menjelaskan, dalam beberapa hajat politik sebelumnya baik Pilpres maupun Pilkada, masyarakat kerap menjadi korban, ketika termakan narasi negatif.
"Cara ini merusak sistem demokrasi di Indonesia yang mengedepankan aspek keadilan berpendapat, terlepas berasal dari suku atau agama apa pun dia," ucap Teofilus.
Senada dengan itu Perwakilan GEMUVI Tangsel Aisyah Sharifa meminta kepada seluruh kalangan untuk mengesampingkan hal yang berbau diskriminasi.
"Sebagai bangsa yang semakin cerdas berdemokrasi, sudah saatnya mengesampingkan hal-hal yang bersifat mendiskriminasi satu sama lain. Tujuan pemilu, idealnya memilih pemimpin yang amanah, jujur, dan bisa mensejahterakan rakyat. Masing-masing individu harus bisa mengutamakan sikap toleransi antar sesama umat manusia agar perpecahan bisa dihindari," kata Aisyah.
Dia menambahkan, ada beberapa cara untuk meminimalisir politik identitas dalam Pilkada 2020 dapat dilakukan dengan langkah bersama untuk mencegah politik SARA dan politik identitas.
"Pertama, partai politik perlu mengusung kader-kader yang berkualitas dan berintegritas di Pilkada sehingga pertarungan di Pilkada tidak diwarnai oleh kampanye berbau SARA, tetapi pertarungan program-program membangun daerah," ujarnya.
Kemudian, dia mengimbau agar ada gerakan untuk menciptakan masyarakat yang melek digital. Sebab, pendidikan untuk menjadikan warga sebagai pengguna digital yang bijaksana mesti menjadi agenda prioritas.
- Baca juga: GEMUVI Minta Kapolri Idham Azis Evaluasi Kabaintelkam Rycko
- Baca juga: Pilkada 2020 di Sumut Hati-hati Uang Palsu
"terkonsolidasi antar semua pemangku kepentingan terkait pemilu, meliputi KPU, Bawaslu, Kominfo, Kemdiknas, Kemdikti, Kempora, KPPPA, Kemendagri, pemerintah daerah, dan masyarakat sipil," ucap Aisyah.[]