Gempa Lombok

Gempa Lombok. BNPB sampai Kamis (9/8) memverifikasi jumlah korban meninggal dunia mencapai 259 orang, pengungsi 270.168 orang.
Gempa Lombok | Seorang pengungsi Salat Magrib di dalam tenda darurat tempat pengungsian korban gempa bumi di Tanjung, Lombok Utara, NTB, Jumat (10/8/2018). Berdasarkan data BNPB, pengungsi korban gempa bumi Lombok sebanyak 270.168 orang yang tersebar di sejumlah tempat membutuhkan bantuan seperti makanan, air, obat-obatan, tenda, dan selimut. (Foto: Antara/Zabur Karuru)

Mataram, (Tagar 10/8/2018) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana sampai Kamis (9/8) pukul 17.00 Wib memverifikasi jumlah korban meninggal dunia akibat gempa tektonik 7,0 pada Skala Richter di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat mencapai 259 orang.

Dengan jumlah korban meninggal dunia sebanyak itu, layakkah gempa Lombok menjadi bencana nasional? Yang ditambah lagi akibat gempa mematikan pada Minggu (5/8) malam tersebut, banyak warga yang tinggal, khususnya di Kabupaten Lombok Utara dan Lombok Barat, kehilangan rumah dan terpaksa harus tinggal di pengungsian.

Pertanyaan layak atau tidak layaknya menjadi bencana nasional itu, cukup menarik. Pasalnya jika mengacu kepada Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dalam Pasal 1, di antaranya menyebutkan bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Selanjutnya dilansir Antara, bencana alam adalah bencana yang diakibatkan peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain, gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

Pasal 7 menyebutkan wewenang pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, di antaranya penetapan status dan tingkatan bencana nasional dan daerah.

Penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c memuat indikator yang meliputi jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan prasarana dan sarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana, dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.

Bagaimana dengan gempa Lombok? Jika mengacu kepada indikator tersebut bisa dikatakan gempa Lombok layak ditetapkan sebagai bencana nasional, terlebih lagi cakupan luas wilayah dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menilai bahwa pemerintah seharusnya menjadikan gempa Lombok sebagai bencana nasional karena begitu masifnya dampak kerusakan yang ditimbulkan dari bencana alam tersebut.

"Saya mengusulkan kepada pemerintah untuk menjadikan status bencana di sini sebagai bencana nasional," kata dia.

Dirinya berani menyatakan sebagai bencana nasional tersebut setelah mengunjungi Lombok, NTB, pada 8 Agustus 2018.

Indikatornya dilihat dari gempa tersebut telah terjadi sekitar 800-an getaran, dengan dua kali puncak gempa yang mematikan, yaitu gempa berkekuatan 6,4 SR pada 29 Juli, dan gempa 7,0 SR pada 5 Agustus.

Pada gempa yang terjadi 29 Juli, Fahri mengingatkan bahwa peristiwa nahas tersebut telah merobohkan beberapa infrastruktur dan rumah warga, serta ratusan warga luka-luka dan ribuan bertahan di tenda-tenda pengungsian.

Sedangkan pada gempa 5 Agustus, dampaknya jauh lebih besar, baik dalam jumlah korban berjatuhan hingga infrastruktur fisik yang mengalami kerusakan atau bahkan runtuh.
"Ini di Lombok Utara seperti daerah mati. Di sanalah episentrum gempa kali ini. Lombok Timur, Lombok Barat, Mataram, dan Lombok Tengah juga terkena. Sepanjang jalan raya rumah-rumah hancur berantakan," kata dia.

Sementara itu, warga Nusa Tenggara Barat (NTB) menuntut gempa bumi yang mengguncang Pulau Lombok ditetapkan sebagai bencana nasional.

"Bencana gempa Lombok dengan dampak yang sangat berat dan parah tidak akan bisa diselesaikan dengan kemampuan daerah NTB saat ini," kata anggota DPRD NTB Johan Rosihan.

Menurut dia, selain dampak dan kemampuan, bencana gempa Lombok sebagai objek wisata dunia tentu menimbulkan simpati yang luar biasa, bukan hanya volenter lokal, tetapi juga dari luar negeri.

Karena itu, menurut Ketua Komisi III DPRD NTB itu, gempa Lombok harus segera dinaikkan statusnya menjadi bencana nasional.

"Karena masih berstatus bencana daerah, beberapa volunter luar negeri sudah mendapat ancaman dari aparat akan dideportasi jika didapat operasi di lokasi gempa," ujarnya.

Selanjutnya, setelah ditetapkan sebagai bencana nasional, Presiden segera menindaklanjutinya dengan inpres penanganan pascagempa, membangun rumah rakyat, fasilitas umum, dan lain sebagainya dalam bentuk "crash" program APBN, karena kemampuan keuangan Pemprov NTB tidak akan mampu untuk penanganan pascagempa Lombok ini.

"Status bencana nasional juga akan membuka ruang partisipasi lembaga-lembaga internasional dan negara sahabat yang peduli dengan dampak gempa ini," kata Johan.

Untuk itu, sebagai warga NTB, dia meminta kepada pemerintah pusat agar meminta panitia Asian Games untuk melakukan doa bersama saat pembukaan pesta olahraga akbar tersebut sebagai bentuk solidaritas antarbangsa terhadap musibah nasional gempa Lombok.

"Ini soal perhatian dan kepedulian pemerintah pusat kepada NTB yang diguncang gempa berkali-kali," tandas Johan Rosihan.

Rekonstruksi Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Wiranto mengatakan pemerintah akan membuat "roadmap" baru untuk proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa bumi di Pulau Lombok.

"Kami membuat 'roadmap' baru bagaimana setelah tanggap darurat selesai kita memamsuki tahap pemulihan, rehabitasi, dan rekonstruksi yang memang tidak mudah karena besarnya korban dan kerusakan," kata dia usai rapat koordinasi penanganan gempa Lombok.

Rapat koordinasi yang dihadiri Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Kepala Staf Umum TNI Laksamana Madya TNI Didit Ashaf, Menteri Sosial Idrus Marham, serta sejumlah pejabat lainnya itu untuk mengevaluasi langkah-langkah yang sudah dilakukan dalam penanganan gempa di Lombok.

Wiranto menjelaskan "roadmap" tersebut terkait dengan pemulihan rumah serta fasilitas umum lainnya yang rusak.

"Rumah warga yang 80 persen hancur kita bangun kembali dengan biaya berapa, berapa lama, siapa yang bangun, malam ini kita garap semua sehingga besok 'roadmap' sudah kita selesaikan," ujar dia.

Dengan "roadmap" yang baru, maka ada gambaran yang jelas untuk proses rehabilitasi dan rekonstruksi di Lombok.

Ia mengatakan pascagempa itu, pemerintah sudah melakukan langkah-langkah tanggap darurat secara cepat menyertakan seluruh pihak terkait, seperti TNI, Polri, kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan pihak lainnya. []

Berita terkait
0
Pengamat Sebut Rakyat Menunggu Langkah KPK Soal Kasus Formula E
Pengamat politik Juliant Palar turut menyoroti dugaan korupsi Formula E Jakarta. Menurutnya, laporan tersebut fokus pada pembayaran commitment fee.