Jakarta - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menegaskan, fungsi psikolog untuk memberikan perlindungan terhadap anak ketika berhadapan dengan hukum sangat penting.
Sekretaris Kemen PPPA Pribudiarta Nur Sitepu menyebutkan, peranan psikolog tersebut tidak boleh putus baik kepada anak yang berkonflik dengan hukum, anak korban, atau anak saksi.
"Dimulai dari tahap pencegahan sampai dengan reintegrasi. Para psikolog dapat berperan dalam berbagai tingkat pencegahan, dari pencegahan primer sampai dengan tersier melalui intervensi langsung kepada anak, keluarga, maupun lembaga lainnya yang berkaitan dengan anak," kata Pribudiarta dalam Seminar Ilmiah Nasional Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia, dikutip dari keterangannya, Rabu 4 November 2020.
Ia mengatakan, dalam proses pemeriksaan perkara hingga adanya putusan hakim yang mengikat, psikolog juga memiliki peranan penting terhadap anak bermasalah dengan hukum (ABH).
Pencegahan primer sampai dengan tersier melalui intervensi langsung kepada anak, keluarga, maupun lembaga lainnya.
Begitu juga ketika masa rehabilitasi dan reintegrasi yang dijalani ABH fungsi psikolog penting. Adapun di antaranya dapat berperan pemberian dukungan psikososial, memberikan informasi kepada para petugas layanan mengenai keadaan psikologis anak, memberikan kesaksian ahli, sampai dengan merancang intervensi yang paling sesuai untuk anak.
"Dalam ranah pembuatan kebijakan terkait isu ABH, para psikolog juga memiliki potensi besar memberikan kontribusi nyata. Para psikolog dapat sangat membantu para pembuat kebijakan meramu kebijakan ramah anak yang dapat mendorong perkembangan psikologis anak secara maksimal ke arah yang positif," ujarnya.
Ia menyampaikan, berbagai peran (psikolog) tersebut sangat penting bagi masa depan anak.