Formapp Mabar Tolak Pembangunan Jurassic Park di Labuan Bajo

Forum masyarakat peduli dan penyelamat pariwisata (Formapp) Kabupaten Manggarai Barat tolak pembangunan Jurassic Park di TNK
Rancangan pembangunan sarana prasarana pulau Rinca oleh Kementerian PUPR (Foto:Tagar/dok.Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR)

Labuan Bajo - Forum masyarakat peduli dan penyelamat pariwisata (Formapp) Kabupaten Manggarai Barat dan sejumlah pelaku pariwisata dan pecinta konservasi menolak rencana pemerintah membangun Jurassic Park di kawasan Taman Nasional Komodo (TNK).

Ketua Formapp Mabar, Aloysius Suhartim Karya mengaku prihatin atas arah pembangunan pariwisata yang tidak mengindahkan konservasi di Taman Nasional Komodo.

Menurut dia, atas nama Pembangunan Pariwisata Super-Premium Pemerintah mengutak-atik kebijakan di dalam kawasan dan memfasilitasi masuknya investasi bisnis di dalam kawasan TNK yang merupakan ekosistem alami Komodo dan satwa lainnya, serta ruang hidup masyarakat asli di dalam Kawasan.

Sangat berbahaya bagi keberadaan TNK sebagai kawasan konservasi alami bagi satwa Komodo.

Ia menjelaskan beberapa rencana pemerintah yang mendapat penolakan dari sejumlah pelaku pariwisata dan pecinta konservasi di Manggarai Barat.

Pertama, Pemberian izin investasi kepada sejumlah perusahaan swasta; yaitu izin investasi Sarana Pariwisata Alam (IUPSWA) kepada (a) PT KWE di atas lahan seluas 151,94 hektar di Pulau Komodo dan seluas 274,13 hektar di Pulau Padar, dan (b) PT Sagara Komodo Lestari (PT SKL) di atas lahan seluas 22,1 hektar di Pulau Rinca.

Kawasan Taman Nasional KomodoKapal pengangkut wisatawan berlabuh di teluk Pulau Rinca, Kawasan Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur, Minggu (14/10). Pulau Rinca selain terkenal dengan komodonya yang termasuk dalam 7 keajaiban dunia, juga memiliki pemandangan dengan bentang alam yang indah memikat wisatawan dengan tingkat kunjungan dari Januari hingga September 2018 mencapai 100 ribuan pengunjung. (Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso)

Kedua, Pemerintah menjadikan Pulau Komodo dan perairan sekitarnya sebagai destinasi wisata ekslusif super premium dengan tiket masuk sebesar 1000 USD dan pengelolaannya akan diserahkan kepada PT Flobamora (BUMD Pemprov NTT) dan pihak lain. Belum diketahui siapa persisnya pihak lain tersebut.

Ketiga, Pemerintah hendak merombak penataan Pulau Rinca dengan dalih  persiapan agenda G-20 2023. Penataan ini dilakukan dengan cara meruntuhkan semua Barang Milik Negara (BMN) yang ada di Loh Buaya dalam waktu dekat dan digantikan dengan pembangunan sarana dan prasarana yang baru. Pada saat yang sama, KLHK telah mengeluarkan izin investasi pariwisata alam (IUPSWA).

Kelima, pemerintah berencana mengelola Pulau Muang (dan mungkin juga Pulau Bero/Rohbong) yang terletak antara Pulau Rinca dan Golo Mori akan dijadikan sebagai area investasi untuk mendukung Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tana Mori seluas 300 hektar. Dua pulau itu masing-masing adalah zona rimba dan zona inti TNK.Keempat, Pemerintah akan membangun dermaga di Pulau Padar dan pusat kuliner bertaraf premium, yang pengelolaannya diserahkan kepada pihak perusahaan. Pada saat yang sama, telah diserahkan kepada PT KWE untuk investasi sarana pariwisata alam (IUPSWA).

Kelima, pemerintah berencana mengelola Pulau Muang (dan mungkin juga Pulau Bero/Rohbong) yang terletak antara Pulau Rinca dan Golo Mori akan dijadikan sebagai area investasi untuk mendukung Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tana Mori seluas 300 hektar. Dua pulau itu masing-masing adalah zona rimba dan zona inti TNK.

Keenam, Pemerintah yang sebelumnya mengumumkan kebijakan relokasi warga Kampung Komodo sampai saat ini belum membuat surat keputusan resmi yang membatalkan rencana tersebut.

Setelah mencermati kebijakan-kebijakan tersebut, serta mempertimbangkan prinsip-prinsip konservasi serta pembangunan pariwisata berkelanjutan dan berkeadilan, pihaknya mengeritik dengan keras agenda wisata super-premium atas Taman Nasional Komodo.

"Sangat berbahaya bagi keberadaan TNK sebagai kawasan konservasi alami bagi satwa Komodo serta satwa lainnya baik di darat maupun di laut dan ruang hidup asli bagi masyarakat dalam kawasan. Kebijakan ini juga hanya akan memberikan keuntungan ke pengusaha besar di masa mendatang," katanya kepada Tagar, Kamis 29 Oktober 2020.

Kami mendesak Pemerintah untuk tidak merevisi PP No.12 tahun 2014 tentang PNPB.

Atas dasar itu pihaknya menyampaikan point-point tuntutan sebagai berikut:

Pertama, menuntut Pemerintah harus segera meninjau kembali penerapan Permen KLHK No: P.8/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2019 tentang pengesahaan pariwisata alam di suaka marga satwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Tawan Wisata Alam.

Pulau Komodo NTTKeindahan wisata Pulau Komodo Nusa Tenggara Timur habitat asli biawak Komodo. (Foto:Tagar/Aneka Tempat Wisata)

Permen ini tidak cocok diterapkan di kawasan TN-Komodo yang merupakan ekosistem khusus yang harus diperlakukan dengan sangat hati-hati (prudent).

Kedua, menuntut Pemerintah untuk segera mencabut izin yang sudah diberikan kepada dua Perusahaan swasta di Pulau Komodo, Pulau Rinca, dan Pulau Padar, serta membatalkan rencana pemberian izin kepada PT Flobamor serta pihak lainnya di dalam kawasan Taman Nasional.

Mereka menilai, Pembangunan resort, villa, restaurant, dan fasilitas pendukung lainnya di dalam kawasan sangat bertentangan dengan prinsip konservasi yang sudah kita kerjakan bersama selama ini.

Ketiga, menolak pemberlakukan kawasan Pulau Komodo dan perairan sekitarnya sebagai kawasan wisata ekslusif super premium dengan tiket masuk sebesar USD 1000 yang dikelola oleh PT Flobamor dan pihak lainnya.

Menurut mereka, Praktek macam ini merupakan bentuk monopoli bisnis yang merugikan masyarakat Komodo sendiri maupun para pelaku pariwisata di Labuan Bajo pada umumnya.

"Kami mendesak Pemerintah untuk tidak merevisi PP No.12 tahun 2014 tentang PNPB dan tetap mempertahankan angka tarif masuk ke TNK yang telah berlaku sejak tahun 2019," katanya.

Keempat, mengutuk keras rencana untuk menata ulang kawasan Loh Buaya dalam waktu dekat, mengingat paket-paket wisata untuk 2020 umumnya sudah direncanakan dan akan terganggu akibat kebijakan yang mendadak dan serampangan seperti ini.

"Sebaliknya rencana penataan destinansi harus dilakukan lewat perencanaan yang transparan dan akuntable" ujar dia.

Kelima, menolak utak-atik status sejumlah pulau yang berada dalam zona rimba dan zona inti di dalam kawasan Komodo untuk menjadi bagian dari Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

Keenam, mendesak pemerintah secara khusus BTNK untuk segera menerapkan kebijakan carrying capacity di tempat-tempat wisata seperti Pulau Siaba, Long Beach dan tempat-tempat lain demi menjaga kelangsungan ekologi dalam kawasan TNK.

Pulau KomodoPesona Pulau Komodo di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.(Foto: Shutterstock/Sergey Uryadnikov)

Ketujuh, menuntut Pemerintah untuk mengeluarkan jaminan tertulis dan permanen bahwa warga Komodo tidak akan dipindahkan atau diganggu dengan rencana kebijakan relokasi, serta menuntut kebijakan yang memperhitungkan hak-hak dan partisipasi aktif mereka dalam konservasi dan pariwisata.

Kedelapan, meminta kepada Pemerintah untuk mengembangkan model-model pembangunan pariwisata yang berbasis masyarakat seperti memaksimalkan dan melakukan pembinaan terhadap para pelaku UMKM lokal di Manggarai Barat dan membentuk BUMD yang diisi oleh orang-orang lokal.

Kesembilan, pihaknya melihat bahwa Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo-Flores (BOP-LBF) merupakan institusi di lapangan yang berada di balik rencana utak-atik kawasan Taman Nasional Komodo sebagai target baru investasi.

"Karena itu kami menuntut kepada pemerintah untuk membubarkan BOP-LBF dan mencabut Perpres No.32 tahun 2018. Sebaiknya Pemda Manggarai Barat harus diberi ruang untuk menentukan pembangunan pariwisata yang sesuai dengan konteks (ekonomi, budaya, lingkungan) masyarakat setempat," tegasnya.

Kesepuluh, di akhir tuntutan ini, pihaknya dengan tegas mendesak pihak DPRD, BTNK, dan Pemda Manggarai Barat untuk segera mengeluarkan pernyataan tertulis untuk menolak segala bentuk investasi dalam kawasan Taman Nasional Komodo.

DPRD, BTNK dan Pemda kata dia juga harus segera membangun komunikasi dengan Presiden dan pihak KLHK.

"Kami siap bekerja sama dengan pemerintah untuk setiap kerja nyata dan bertanggungjawab demi keseimbangan konservasi dan pariwisata, serta demi pembangunan ekonomi yang berkeadilan," ujarnya. []

Berita terkait
Kejati NTT Geledah Kantor Camat Komodo dan Lurah Labuan Bajo
Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejati NTT geledah Kantor Camat Komodo dan Kanto Kelurahan Labuan Bajo.
Kapolda NTT Pimpin Pasukan Bersihkan Pantai Pede Labuan Bajo
Kapolda Nusa Tenggara Timur, Irjen Pol Lothakoria Latif memimpin langsung pasukannya untuk membersihkan Pantai Pede Labuan Bajo NTT.
Pemuda Manggarai Ditangkap di Labuan Bajo, Ini Kasusnya
Seorang pemuda asal Rokang, Desa Bangka Ruang, Kecamatan Rahong Utara, Kabupaten Manggarai ditangkap di Labuan Bajo. Ini kasusnya.