Festival Danau Toba Sepi

Festival Danau Toba (FDT) 2019 di Parapat, Kabupaten Simalungun yang dibuka Gubsu Edy Rahmayadi, sepi pengunjung.
Suasana di ajang FDT 2019 di Parapat, sepi pengunjung. (Foto: Tagar/Jonatan Nainggolan)

Simalungun - Festival Danau Toba (FDT) 2019 di Parapat, Kabupaten Simalungun, ditutup Kepala Dinas Pariwisata Sumatera Utara, dokter Ria Telaumbanua pada Kamis 12 Desember 2019 sore.

Saat memberikan laporan penutupan festival, Ria justru menonjolkan jumlah pengunjung saat proses pembukaan yakni ada tiga ribu orang hadir ketika itu dibuka Gubernur Edy Rahmayadi, 9 Desember 2019. 

Festival itu sendiri dipuncaki lantunan lagu 'O Tanoh Batak'. Sayangnya, di lokasi acara, banyak bangku kosong melompong. Waktu penutupan juga molor dari jadwal panitia.

Ria menyampaikan FDT 2019 di Open Stage Parapat merupakan event tahunan dilaksanakan Dinas Pariwisata dan Provinsi Sumatera Utara berkolaborasi dengan Kementerian Pariwisata, berlangsung selama empat hari.

Dikatakannya, tema FDT 2019 Inspiring Toba untuk memberikan inspirasi, ide-ide untuk pengembangan destinasi pariwisata Danau Toba dari kearifan lokal seluruh etnis Sumatera Utara.

FDT 2019 kata dia, memecahkan rekor MURI seni melipat kain Bulang Sulappei dengan jumlah 1.024 peserta dan telah menghasilkan tiga pemenang terbaik dari semua jenis rangkaian kegiatan dan perlombaan.

Ria kepada awak media berharap pagelaran FDT selanjutnya akan lebih meriah lagi. 

"Saya masih tiga bulan Kadis Pariwisata, jadi tentu sudah banyak catatan bagi saya untuk bisa membuat lebih baik lagi. Dari penetapan tanggal, penetapan hari, penetapan waktu juga. Nanti disesuaikan dengan situasi daerah yang akan dilakukan pada tahun yang akan datang," kata dia.

FDT 2019Bangku-bangku yang kosong di tribun pengunjung FDT 2019. (Foto: Tagar/Jonatan Nainggolan)

Disinggung selama FDT sepi pengunjung, Ria lagi-lagi mengklaim di hari pertama atas laporan panitia, ada tiga ribu jumlah pengunjung.

"Ya, karena penutup kan biasanya hanya untuk mengumumkan perlombaan-perlombaan saja. Tidak ada melibatkan banyak penari kolosal lagi, tidak ada lagi acara. Ini hanya pemberian-pemberian hadiah dan penutupan," ujarnya. "Hari keempat ya kita bisa hitung sendirilah, masa saya hitung satu-satu," sambungnya.

Tak Menjual Danau Toba

Keindahan Danau Toba yang selama ini menjadi destinasi superioritas dan memiliki reputasi internasional yang dapat menarik wisatawan mancanegara itu, tampaknya tak sepenuhnya dijual dalam FDT 2019 kali ini.

"Kita ngga menjual, tapi kita menggerakkan supaya partisipasi masyarakat untuk seni dan budaya. Tidak ada yang kita jual di sini," ucap Ria.

Seni budaya, kata dia, merupakan bagian dari pariwisata. "Seni dan budaya merupakan atraksi di dalam kepariwisataan. Jangan salah, kita kan nggak hanya mungkin menjual Danau Toba, tapi kan ada atraksi, seni. Budaya yang harus kita jual supaya orang datang ke tempat kita," kata dia.

"Yang kedua, supaya kita lestarikan jangan hilang. Nah itu kan kita fasilitasi dari provinsi. Kita ajak mereka untuk membuat pagelaran, kita buat untuk lomba, nah itukan merupakan suatu partisipasi. Itu bantuan provinsi untuk memfasilitasi," tukas Ria.

Pedagang Mengaku Sepi

Kondisi sepi itu diakui beberapa pedagang di seputaran Open Stage Parapat. Mereka mengaku sejak awal kegiatan FDT 2019, tak mendapat keuntungan dari hasil penjualan.

"Biasa aja, dibilang bisalah untung tak untunglah. Di hari pertama aja yang agak banyak, hari selanjutnya ya satu dua orang datang yang beli," kata M Simamora, 47 tahun, pedagang dodol asal Kota Sibolga.

FDT 2019dr Ria Telaumbanua memberikan keterangan kepada wartawan. (Foto: Tagar/Jonatan Nainggolan)

Ia mengaku membayar stan Rp 50 ribu per dua hari dengan rekan sekampungnya yang berasal dari Padang, Sumatera Barat.

"Rp 100 ribu empat hari semua. Cuma stan ini kami terima jadi, tukang yang di sini yang buat jadi stan dan tendanya ini. Kami cuma terima jadi," ucapnya. Selain itu mereka dikutip uang kebersihan Rp 2 ribu per harinya.

Senada, P boru Silalahi, salah seorang pedagang suvenir di seputaran Open Stage Parapat mengatakan pengunjung FDT sepi di tahun ini dan kurang berpengaruh pada penjualannya.

"Weekend biasanya agak ramai pembeli sebelum melintas ke Danau Toba. FDT ini agak sepi pembeli. Namanya kita jualan, sepi atau tidak kan kita yang tau," katanya dalam berbahasa Batak Toba.

Simalungun Tak Juara Ucok dan Butet

Berbagi sumber menyebut, Ucok Butet merupakan modifikasi dari bahasa asli Batak, Sumatera Utara. Ucok, panggilan untuk bayi atau anak laki-laki yang belum punya nama atau jika tidak disebut namanya, sedangkan untuk perempuan dipanggil, Butet.

FDT 2019Pemberian hadiah tiga Ucok dan tiga Butet terbaik. (Foto: Tagar/Jonatan Nainggolan)

Ketua Juri, Eko megatakan puluhan peserta mengikuti perlombaan itu. Hasilnya, terpilih tiga Ucok terbaik dan tiga Butet terbaik di FDT 2019.

Hanya pembukaan FDT hari pertama yang ramai, sudah bisa ditebak siapa pengunjungnya. Selebihnya, pengunjung sangat sepi

"Keenam inilah nanti yang akan menyampaikan kecintaan dan mempromosikan keindahan Danau Toba," ujar Eko.

Ucok:

1. Philips Siahaan asal Kota Medan.

2. Chandra Hakiki asal Kota Medan.

3. Yoga Pratama asal Kabupaten Deli Serdang.

Butet:

1. Nurida Rahma asal Kabupaten Deli Serdang.

2. Sarah Tanjung asal Kota Medan.

3. Desy Siregar asal Kabupaten Deli Serdang.

FDT: Cuma Project

Sebelumnya diberitakan, festival berbiaya Rp 1,4 miliar dengan pelaksana event dari Jakarta itu, dikritik dua pegiat budaya dari kawasan Danau Toba, Togu Simorangkir dan Sultan Saragih.

Menurut Togu, festival itu tidak disiapkan dengan hati, tetapi sebagai sebuah project."Melaksanakan festival itu harus dengan hati. Karena selalu project itu makanya ngak berkembang," kata Togu, Rabu 11 Disember 2019.

Disinggung soal anggaran FDT mencapai Rp 1,4 miliar, Togu menyebut, dengan dana sebesar itu seharusnya ada minimal Rp 3 miliar uang beredar di lokasi festival.

"Dengan Rp 1 miliar berarti harus minimal Rp 3 miliar uang yang beredar di lokasi," tukasnya.

Dia memberi contoh Festival Babi Danau Toba yang cuma berbiaya Rp 49,6 juta. Event yang dia gelar di Muara, Kabupaten Tapanuli Utara tersebut, bahkan masih ada sisa dana lebih. Festival itu sukses, bahkan hingga diliput sejumlah media asing.

"Tapi uang yang beredar di Festival Babi Danau Toba lebih dari Rp 200 juta selama tiga hari," kata Togu.

Menurut dia, festival apapun itu idealnya harus menggerakkan ekonomi lokal. "Kalau lebih besar dana dari pada uang yang beredar selama acara, berarti acara itu perlu dievaluasi," tandasnya.

Sementara itu, Sultan Saragih yang juga pemilik Sanggar Budaya Rayantara, menilai mindset segmentasi FDT harus dirubah.

Selama ini festival hanya mengandalkan kehadiran pejabat dan instansi pemerintah untuk memenuhi jumlah pengunjung sebagai ukuran dalam keberhasilan setiap ajang event.

Togu SimorangkirTogu Simorangkir. (Foto: Tagar/Istimewa)

"Harus diganti dengan metode pembenahan baru. Lebih kepada pemberdayaan serta pendampingan masyarakat lokal," tuturnya.

Sultan menyebut, workshop pariwisata yang sering diadakan pemerintah daerah selama satu dua hari di sebuah hotel berkelas tidak memberikan solusi persoalan yang ada.

Tidak hanya sekali selesai dalam pertemuan rapat, kolaborasi dengan jasa travel sebagai penyumbang kunjungan wisatawan lokal dan internasional harus lebih intensif, gencar, kontiniu dan berkesinambungan.

Menurut dia, ada beberapa komunitas dan travel yang sudah mampu mendatangkan wisatawan internasional, sebaiknya dijadikan rujukan untuk melaksanakan agenda FDT ke depan.

Sultan menambahkan, penyelenggara juga harus memiliki data sanggar, komunitas, pelaku tradisi, masyarakat adat yang sudah intensif melakukan pelestarian budaya, memberi ruang agar mereka dapat terlibat langsung sehingga tidak menjadi penonton.

"Mindset dominan mendatangkan atau memberi banyak fee terhadap artis luar wilayah atau Jakarta yang dianggap mampu menjadi magnet event wisata harus dirubah. Pemda harus membentuk forum bersama agar kolaborasi dapat tercapai," katanya.

Dia mengingatkan bahwa pariwisata harus berbasis masyarakat lokal. Bali tidak dominan mengundang artis terkenal agar daerahnya dikunjungi, tetapi mengandalkan kegiatan budaya yang berlangsung keseharian, sebagai magnet besar bagi kunjungan wisata.

Pada sisi waktu penyelenggaraan, Sultan juga menyayangkan event sebesar itu justru dilakukan pada hari kerja dan pelajar sedang melaksanakan ujian.

"Hanya pembukaan FDT hari pertama yang ramai, sudah bisa ditebak siapa pengunjungnya. Selebihnya, pengunjung sangat sepi," tukasnya. []


Berita terkait
Festival Danau Toba Sepi, Lebih Seru Festival Babi
Festival Danau Toba (FDT) di Parapat dan dibuka Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi sepi pengunjung.
Ajang Kreativitas Para Builder Motor di Danau Toba
Salah satu wilayah di Kawasan Danau Toba baru saja menggelar kontes modifikasi sepeda motor di Doloksanggul, Kabupaten Humbahas.
Danau Toba dan Empat Wisata Bali Baru
Danau Toba telah ditetapkan pemerintah sebagai kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN) atau Bali Baru. Ada lagi empat wisata lainnya.