Untuk Indonesia

Fenomena Pembunuhan dan Matinya Hati Nurani

Gagasan Imanuel Kant tentang peran etika memunculkan pertanyaan berkaitan dengan fenomena pembunuhan dalam kehidupan manusia dewasa ini.
Ilustrasi pembunuhan (Foto: pixabay)

Oleh: Ewaldus Hariyono Meo*

Telah sekian lama, Imanuel Kant seorang filsuf kondang asal Jerman dalam filsafat etika pernah menegaskan bahwa etika filosofis tidak hanya membantu manusia untuk menyuluhi kesadaran moral dalam mempertanggungjawabkan persoalan yang sangat sulit tetapi etika akan membantu manusia untuk mencari alasan mengapa suatu perbuatan itu harus dilakukan atau justru tidak boleh dilakukan.

Etika tidak saja menjawab pertanyaan apa yang harus saya lakukan, melainkan juga pertanyaan mengapa harus saya lakukan sesuatu. (K. Bertens, 2003:9).

Gagasan Kant tentang peran etika kemudian memunculkan suatu pertanyaan berkaitan dengan fenomena pembunuhan yang justru menjadi persoalan utama dalam kehidupan manusia dewasa ini. Apakah etika filosofis Kant ini masih berlaku dan diterapkan dalam kehidupan manusia saat ini?

Jawaban yang pasti atas pertanyaan ini adalah tidak. Ironisnya, dalam kehidupan manusia sekarang masih menemukan beragam tingkah perilaku manusia yang tidak dapat diterima oleh akal sehat salah satunya kasus pembunuhan. 

Pembunuhan adalah suatu tindakan menghilangkan nyawa seseorang. Artinya hak orang lain untuk hidup dirampas begitu total, sehingga si pemilik hak menghilang bersama dengan haknya. Letak perbedaan antara tindakan pembunuhan dan perbuatan immoral lainnya adalah pada destruktivitasnya total.

Pembunuhanlah yang paling besar destruktifnya di antara semua kejahatan lain. Berbeda dengan konteks kejahatan imoral lain seperti pencurian, rupanya pemulihan kembali lebih mudah. 

Salah satu cara untuk mencegah terjadinya tindakan pembunuhan itu adalah dengan mendengarkan dan mematuhi hati nurani

Yang paling penting pelaku bisa menggantikan barang milik orang lain dengan barang yang sejenis atau dengan uang. Namun dalam konteks pembunuhan, pemulihan kembali, permohonan maaf dan pemberian ampun tidak pernah mungkin lagi.

Matinya Hati Nurani

Hati nurani sering juga disebut sebagai suara hati atau suara batin dalam bahasa Latin disebut concientia, yang dalam bahasa Indonesia berarti kesadaran. Kesadaran yang dimaksud adalah kemampuan untuk mengenal diri dan kesanggupan untuk membuat refleksi yang matang sebelum melakukan sesuatu.

Tindakan mendengar hati nurani sebetulnya merujuk pada suatu refleksi yang perlu dilakukan oleh manusia atas segala perstiwa yang terjadi dalam hidupnya. 

Refleksi perlu dilakukan agar manusia tidak terjerumus dalam berbagai kejahatan yang dapat membahayakan dirinya sendiri dan sesama. Dalam hal ini, benarlah apa yang dikatakan oleh Sokrates bahwa hidup yang tidak pernah direfleksi tidak layak untuk dijalani. Tindakan pembunuhan terjadi karena manusia tidak merefleksikan kehidupannya.

Perstiwa pembunuhan terjadi karena manusia tidak mau mendengar apa yang dikatakan hati nurani. Hati nurani mengajak manusia untuk melakukan refleksi yang mendalam akan eksistensinya di dunia ini. Hati nurani atau suara hati menyadarkan manusia akan pentingnya refleksi akan setiap perstiwa yang terjadi dalam hidupnya. 

Lebih dari itu, hati nurani juga menyadarkan manusia akan pentingnya membuat pertimbangan yang matang dan bijak sebelum melakukan sesuatu. Lalu pertanyaannya mengapa harus mengikuti hati nurani atau suara hati sebelum melakukan sesuatu?

John Henry Newman pernah mengatakan bahwa suara hati adalah suara Tuhan sendiri. Dan manusia tidak mendengarkan suara hati berarti manusia yang tidak menghargai Tuhan sebagai Sang Pencipta. 

Demikian halnya dengan pelaku pembunuhan. Pelaku pembunuhan secara tidak langsung berarti membunuh Tuhan yang hadir dalam diri manusia melalui hati nurani atau suara hati. 

Dan di sini kita dapat melihat betapa naifnya perbuatan pelaku pembunuhan. Kasus pembunuhan bisa dikategorikan dalam satu jenis kejahatan kemanusian terbesar (crimes again humanity). 

Sebagai suatu bentuk kejahatan dan pelanggaran moral yang paling besar, tindakan pembunuhan ini harus dicegah dan diatasi agar tidak terus-menerus terjadi dalam lingkungan masyarakat. 

Salah satu cara untuk mencegah terjadinya tindakan pembunuhan itu adalah dengan mendengarkan dan mematuhi hati nurani atau suara hati.

Maka dari itu, perstiwa pembunuhan kini marak terjadi dalam kehidupan manusia tidak akan terjadi apabila manusia mendengar dan mematuhi apa yang dikatakan oleh hati nurani atau suara hatinya.

Oleh karena itu, hal utama yang perlu dilakukan oleh manusia untuk mencegah terjadinya tindakan pembunuhan adalah mendengar dan mematuhi suara hati.

*Penulis adalah Biarawan, tinggal di Biara Rogationist Ribang, Maumere, Flores, NTT.

Berita terkait
Tak Ada Tanda Pembunuhan dalam Kematian Oh In Hye
Aparat kepolisian Korea Selatan mengaku tidak menemukan bukti maupun tanda-tanda pembunuhan dalam kasus kematian aktris Oh In Hye.
Lima Film Hollywood Munculkan Aksi Sadis Mutilasi
Lima film Hollywood yang menampilkan adegan sadis, salah satunya memperlihatkan tindakan mutilasi.
Rinaldi Harley Wismanu Korban Mutilasi di Kalibata City
PMJ menyelidiki penemuan mayat seorang pria yang diduga kuat adalah Rinaldi Harley Wismanu, korban mutilasi ditemukan di Apartemen Kalibata City.