Fakta Terbaru Kasus Terbakarnya Pabrik Mancis di Binjai

Selain diwarnai isak tangis para keluarga korban, sidang perdana yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kota Binjai, menguak sebuah fakta.
Keluarga Korban kebakaran pabrik mancis saat memberi keterangan. (Foto: Tagar/Jufri Pangaribuan)

Binjai - Peristiwa kebakaran pabrik mancis ilegal di Kota Binjai, Sumatera Utara, yang menelan 30 korban jiwa karyawan termasuk anak-anak, masih membekas dalam ingatan para keluarga dan sanak saudara korban.

Selain diwarnai isak tangis para keluarga korban, sidang perdana yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kota Binjai, menguak sebuah fakta.

Perusahaan tidak memperlakukan para keluarga korban secara manusiawi. Sehingga, sebagian menolak santunan yang diberikan PT Kiat Unggul, induk perusahaan perakitan mancis "TOKE".

Alasan menolak santunan, tidak sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia.

"Perusahaan tidak pernah datang ke kami untuk mengucapkan belasungkawa atau apapun," ungkap Sarimin, saksi yang istrinya turut meninggal dunia dalam peristiwa itu, Kamis 19 September 2019.

Para keluarga korban mengatakan, perusahaan pernah mengutus seseorang bernama Sapri yang saat ini menjadi pengacara Direktur PT Kiat Unggul, Indramawan, Menajer Burhan dan Supervisor Lismawarni untuk memberi santunan.

Di sini bukan mediasi santunan. Kita sidang untuk mendengar keterangan saksi

Namun, seolah-olah kata para keluarga, pihak perusahaan itu menganggap sepele nyawa para korban. "Kami tiba-tiba dikumpulkan dan mau dikasih santunan. Kami tolak, karena tidak ada musyawarah di antara kami," katanya di hadapan majelis hakim yang diketuai Fauzul Hamdi.

Setelah itu, lanjut mereka, pihak perusahaan tidak ada lagi menemui keluarga korban yang meninggal dunia. "Setelah itu, mereka tidak pernah lagi menemui para keluarga korban," ungkapnya dengan mata berkaca-kaca.

Ternyata, selain masalah santunan, pihak keluarga mengungkapkan bahwa perusahaan perakitan mancis yang terletak di Desa Sambi Rejo, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara tersebut termasuk kejam terhadap karyawannya.

Para karyawan dipaksa merakit seribuan mancis setiap harinya. Sehingga menurut mereka, sebagian para karyawan terpaksa membawa anak dan bontot makanan ke tempat bekerja.

"Kalau tidak mencapai target maka gaji mereka akan dipotong, Pak," kata mereka.

Namun anehnya, pihak pengacara para terdakwa malah menyudutkan keluarga korban yang menggelar aksi unjuk rasa di kantor Gubernur Sumatera Utara terkait santunan.

"Kalau kalian menolak santunan, mengapa kalian demo di Medan (kantor Gubernur Sumut)," kata pengacara bertanya pada keluarga korban.

Belum sempat menjawab pertanyaan itu, Ketua Majelis Hakim Fauzul Hamdi cepat memotong pembicaraan dan meminta untuk tidak membahas santunan.

"Di sini bukan mediasi santunan. Kita sidang untuk mendengar keterangan saksi," ungkap Fauzul.

Majelis hakim pun menskorsing persidangan dan akan melanjutkan pada Senin 23 September 2019. "Baiklah. Cukup untuk hari ini. Kita lanjut hari Senin," tutup Fauzul. []

Berita terkait
Isak Tangis Warnai Sidang Kasus Pabrik Mancis di Binjai
Sidang perdana kasus kebakaran perakitan korek api gas yang menewaskan 30 orang pekerja dan anak-anak di Langkat, Sumatera Utara.
Foto: 30 Nyawa Melayang di Pabrik Pembuat Mancis
21 Juni 2019 siang menjelang salat Jumat, pabrik pembuatan mancis terbakar. 30 orang tewas.
Jenazah Korban Kebakaran Pabrik Mancis Diotopsi
Seluruh korban sudah dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara, Medan untuk dilakukan otopsi luar dan dalam.