Eva Kusuma: Prabowo Bercandanya Nggak Intelek

'Ucapan bercanda harus bisa membuat semua orang bahagia, tidak menimbulkan sakit hati.'
Bakal calon presiden Prabowo Subianto memberikan paparan saat menjadi pembicara dalam seminar 'Paradoks Indonesia' di Jakarta, Sabtu (1/9/2018). Seminar yang dihadiri oleh profesor, cendekiawan, dosen, guru, dan pengamat itu untuk mengupas buku karya Prabowo Subianto berjudul 'Paradoks Indonesia: Negara Kaya Raya, tetapi Masih Banyak Rakyat Hidup Miskin'. (Foto: Antara/Rivan Awal Lingga)

Jakarta, (Tagar 7/11/2018) - Politikus PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari menyesalkan pernyataan calon presiden nomor urut dua Prabowo Subianto terkait fisik dari sebuah daerah, dalam hal ini wajah masyarakat Boyolali. Menurutnya, cara bercanda Prabowo tidak intelek sebagai elite politik.

"Saya sangat menyesal ya, seharusnya bercandaan itu tak mengorbankan atau tak menimbulkan korban berupa ketidaknyamanan atau rasa martabat yg terganggu apalagi dikaitkan dengan fisik ya, itu kan sangat tidak inteleklah," kata Eva di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (6/11).

Sebuah candaan, menurutnya harus bisa membuat semua orang bahagia, tidak menimbulkan sakit hati. Sebab, Prabowo memang kerap kali melontarkan candaan berulang yang berbau pelecehan terhadap fisik.

"Dan ini sangat tak bijaksana dan akan menimbulkan sakit hati. Tapi ini tampaknya beberapa kali diulang sama beliau, misalkan orang Makasar pemarah, dan lainnya," jelas Eva.

Gaya kampanye Prabowo, lanjut Eva, seperti Presiden Amerika Serikat Donald Trump saat berkampanye pada Pilpres AS 2016. Saat itu, Trump membuat kontroversi dan menimbulkan ketidaknyamanan satu kelompok dengan kelompok lain.

"Apa ini kesengajaan untuk membuat kontroversi, seperti Trump mengolok-olok muslim, dan olok-olok imigran dan sebagainya. Itu kan menimbulkan ketidaknyamanan. Sementara kampanye ini kan harusnya mempersatukan bukan malah memecah-belah," ucap Eva.

Isu seperti itu, menurutnya justru tak memperlihatkan kecerdasan Prabowo sebagai seorang calon presiden. Eva menilai, cerdas itu menghasilkan gagasan yang positif bagi masyarakat.

"Menurut saya, ini kok tidak cerdas banget sih isunya masalah ini, dan ini mengulang berkali-kali," ujarnya. "Tetapi harusnya cerdas itu dengan gagasan yang segar bagi semuanya," sambung Eva.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon berdalih ucapan Prabowo bukan hinaan, melainkan sebuah retorika. Ia kemudian mengklaim ucapan itu terlontar karena Prabowo dekat dengan masyarakat Boyolali.

"Pak Prabowo terkait Boyolali itu kan sebetulnya sebuah gaya retorik ya. Tidak ada maksud menghina apalagi maksud menjelekan," kata Fadli. "Prabowo dengan gaya retorik itu sebetulnya merasa dekat dengan masyarakat Boyolali," lanjutnya.

Jika ucapan Prabowo masuk dalam ranah hukum, Fadli mengaku siap menghadapinya. Meski tak gentar, Waketum Partai Gerindra itu mengungkit Bupati Boyolali yang diklaimnya sempat menuturkan ucapan yang tak pantas.

"Ya, yang saya dengar bahkan ada ucapan-ucapan yang sangat tidak pantas yang diucapkan itu," pungkasnya.

Prabowo Minta Maaf

Prabowo Subianto menyampaikan permohonan maaf atas pernyataannya terkait 'tampang Boyolali' yang terlontarkannya dalam pidato kampanyenya di Boyolali, Jawa Tengah.

Permintaan maaf ini disampaikannya dalam sebuah buah video berdurasi 2,44 menit.

Pada awal video, Prabowo menyatakan alasannya telah melontarkan candaan yang membuat publik bereaksi dan maksudnya tidak negatif. Karena itu di akhir video tersebut Prabowo menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat.

"Maksud saya tidak negatif tapi kalau tersinggung, ya saya minta maaf. Maksud saya tidak seperti itu," ujar Prabowo.

Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto tulus menyampaikan permintaan maaf terkait 'tampang Boyolali' yang disampaikan di hadapan masyarakat Boyolali.

"Apa yang dilakukan Prabowo menyampaikan maaf adalah sesuatu yang tulus," kata Muzani di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (7/11) mengutip kantor berita Antara.

Muzani mengatakan pernyataan Prabowo terkait 'tampang Boyolali' ingin menggambarkan bagaimana perkembangan pembangunan hotel yang semakin pesat, namun tidak dimiliki dan dinikmati masyarakat.

Pernyataan itu, menurut dia sebagai bentuk penguatan dari kondisi tersebut yang disampaikan dengan gaya pidatonya bahwa apakah kalian pernah tinggal di hotel itu ataupun tidak.

"Itu pengandaian bahwa ada keterasingan antara kemajuan hotel dan gedung-gedung tinggi dengan tingkat kemiskinan. Jadi maksudnya bahwa kemajuan tidak boleh mengasingkan dari masyarakat," ujarnya.

Menurut dia, masyarakat harus menjadi bagian dari kemajuan dan kalau bisa menjadi bagian dari kepemilikan sehingga tidak ada maksud melecehkan dan merendahkan.

Karena dia menilai tidak mungkin Prabowo jauh-jauh datang ke Boyolali untuk merendahkan masyarakat.

"Kalau bagian itu yang dipotong dalam kampanye terus diviralkan seolah-olah merendahkan masyarakat Boyolali, ya itu bagian dari kampanye untuk mengalihkan perhatian Prabowo terhadap memberdayakan masyarakat dengan sebuah isu yang dipelintir," katanya. []

Berita terkait