Jakarta - Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19, Prof. Ali Ghufron Mukti, menyebutkan ada etika yang seharusnya dilakukan ketika hasil penelitian kesehatan diumumkan saat kurva kasus positif Covid-19 di Indonesia belum beranjak turun.
Menurut Ali Ghufron, hasil penelitian kesehatan yang menyangkut obat, vaksin, maupun sediaan farmasi sebaiknya dipublikasi di jurnal ilmiah berkala yang dapat dibaca para profesional setara, atau dipresentasikan pada pertemuan ilmiah yang dihadiri profesional setara.
Barulah setelah diterbitkan dalam jurnal atau media publikasi ilmiah, kata dia, dapat disampaikan kepada masyarakat luas.
"Adalah kurang tepat apabila hasil uji klinik disampaikan terlebih dahulu kepada masyarakat luas tanpa mengikuti protokol penelitian kesehatan yang standar seperti mendapatkan ethical clearance," terang Ali Ghufron, melalui keterangan tertulisnya yang diterima Tagar, Minggu 9 Agustus 2020.
Baca juga:
- IDI Desak Anji Tak Kejar Trafik YouTube Soal Covid-19
- Susi Pudjiastuti Sentil Anji Soal Konten YouTube
- Video Wawancara Anji dan Hadi Pranoto Dihapus YouTube
Ali Ghufron menyampaikan, pemerintah menjamin perlindungan dan keselamatan orang sakit yang menjadi subyek percobaan suatu penelitian uji klinik, atau yang disebut dengan Etika Penelitian Kesehatan (EPK).
"Di Indonesia, Lembaga Etik tersebut antara lain diatur melalui Kepmenkes No. 240 tahun 2016 tentang Komisi Etika Penelitian Kesehatan," ujar Plt. Staf Ahli Menteri Bidang Infrastruktur Kemenkes itu.
Semua penelitian kesehatan yang menggunakan manusia sebagai subyek penelitian dan menyangkut obat juga sediaan farmasi harus memiliki izin dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK).
"Tanpa persetujuan etik dari KEPK, penelitian uji klinik tidak boleh dimulai," terangnya.
Ali Ghufron menuturkan, penelitian yang mengikutsertakan manusia sebagai subyek dapat diterima secara etika apabila penelitian yang dilakukan berdasarkan metode ilmiah yang valid, menghargai martabat subyek sebagai manusia, dan menjamin kerahasiaan bila terjadi sesuatu.
Ia melanjutkan, penelitian yang tidak memenuhi prosedur secara ilmiah dapat mengakibatkan peserta penelitian atau komunitasnya berisiko mengalami kerugian, atau bahkan dapat dipertanyakan manfaatnya.
"Sebagai peneliti yang etis, bukan saja wajib menghargai kesediaan dan pengorbanan manusia tetapi juga menghormati dan melindungi kehidupan, kesehatan, keleluasaan pribadi, dan martabat subyek penelitian. Pelaksanaan kewajiban moral adalah inti etik penelitian kesehatan," ujar Ali Ghufron.
Dengan maraknya klaim penemuan obat Covid-19 yang diumumkan melalui media ataupun wawancara, Ali Ghufron kembali menegaskan penelitian yang belum memiliki ethical clearance atau tidak melalui uji klinis tiba-tiba diklaim sebagai obat mujarab, maka klaim terhadap hasil penelitian tersebut dapat menjadi masalah.