Enam Kepala Daerah Jabar Terjaring OTT KPK Sepanjang Tahun 2018

Bupati Cianjur menjadi kepala daerah ke-21 yang terjerat operasi tangkap tangan (OTT) KPK di penghujung tahun 2018.
Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar (kiri) dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur Cecep Sobandi (kanan) mengenakan rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan terkait OTT kasus korupsi dana pendidikan Kabupaten Cianjur di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (13/12/2018). (Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso)

Bandung, (Tagar 15/12/2018) - Mengenakan setelan jas dan peci hitam, Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil tampak terdiam sejenak, kemudian menghela napas ketika wartawan mengajukan pertanyaan tentang operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK terhadap Bupati Cianjur, Irvan Rivano Muchtar.

Orang nomor satu di Provinsi Jawa Barat ini mengaku sangat terpukul, sedih, prihatin atas operasi tangkap tangan (OTT) Bupati Cianjur periode 2016-2021 tersebut.

Sebelum Bupati Cianjur dicokok KPK, ada sejumlah kepala daerah dan pejabat eselon tingkat kabupaten/kota di Jawa Barat yang terlebih dahulu berurusan dengan hukum terkait dugaan kasus korupsi.

Selama tahun 2018, tercatat ada enam kepala daerah tingkat kabupaten/kota di Jawa Barat yang terjerat korupsi.

Bupati Subang Imas Aryumningsih, menjadi kepala daerah pertama di Jawa Barat yang terkena OTT oleh KPK terkait izin prinsip dan izin lokasi PT Alfa Sentra Property yang dikeluarnya melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Subang. 

Kasus korupsi yang menjerat Imas Aryumningsih terjadi pada Februari 2018.

Pada Senin, 24 September 2018, Imas Aryumningsih divonis enam tahun enam bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung.

Selang dua bulan kemudian atau pada April 2018, giliran Bupati Bandung Barat Abubakar terkena OTT KPK terkait kasus gratifikasi untuk kepentingan pemenangan istrinya, Elin Suharliah yang berlaga pada Pilkada Kabupaten Bandung Barat.

Kemudian kepala daerah yang ketiga di Jawa Barat yang terjerat kasus korupsi ialah Wali Kota Depok Nur Mahmudi. Pada Agustus 2018, Wali Kota Depok ini terlibat kasus dugaan korupsi pelebaran jalan di Kota Depok dan ditetapkan tersangka oleh Polresta Depok.

Di penghujung akhir tahun 2018, jumlah kepala daerah di Jawa Barat yang terjerat kasus korupsi bertambah, setidaknya ada tambahan tiga kepala daerah tingkat kabupaten/kota yang terkena OTT KPK.

Neneng Hasanah YasinBupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin (kedua kiri) menggunakan rompi tahanan KPK saat berjalan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (16/10/2018). KPK resmi menahan Neneng Hasanah Yasin terkait kasus dugaan suap perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi. (Foto: Antara/Dhemas Reviyanto)

Mereka adalah Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, ia terkena OTT KPK pada Oktober 2018 terkait dugaan korupsi perizinan proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi.

Bulan yang sama, yakni Oktober Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra, juga terkena OTT KPK terkait dugaan korupsi jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Cirebon.

Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Sunjaya yang pada Pilkada Serentak 2018 berhasil meraih suara terbanyak ini akan tetap dilantik sebagai Bupati Cirebon periode 2019-2024 pada Juni 2019.

Hal tersebut sesuai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, yakni dalam Pasal 164 UU itu disebutkan bahwa proses pelantikan tetap dilakukan jika Sunjaya masih berstatus tersangka.

Bahkan, jika statusnya telah ditetapkan menjadi terdakwa, maka Sunjaya juga tetap dilantik, kemudian saat itu juga diberhentikan sementara.

"Estafet" OTT Korupsi kemudian dilanjutkan oleh Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar terkait dugaan korupsi pemotongan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur.

Orang nomor satu di Kabupaten Cianjur ini diciduk KPK pada tanggal cantik, yakni 12 Desember (12-12) 2018.

Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar menjadi kepala daerah ke-21 yang terjerat operasi tangkap tangan (OTT) KPK di penghujung tahun 2018.

Melihat fakta tersebut, Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil mengaku tak habis pikir karena ia mengaku sudah mengerahkan kemampuan terbaiknya untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi di tingkat pemerintahan kabupaten/kota yang ada di provinsi ini.

Memasuki 100 hari pertama masa jabatannya, Gubernur Emil mengaku sudah ada sistem yang cukup baik untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi di wilayah Jawa Barat.

Namun, kata dia, masih adanya kepala daerah yang terkena OTT oleh KPK menunjukkan bahwa problemnya bukan hanya selalu pada sistem sebuah pimpinan atau pemerintah daerah dalam mencegah korupsi tapi ada pada mindset atau pola pikir seseorang yang diberikan amanah.

Bupati CirebonTersangka yang terjerat OTT KPK selaku Bupati Cirebon Sunjaya Purwadi Sastra (kedua kanan) dengan rompi tahanan meninggalkan kantor KPK di Jakarta, Jumat (26/10/2018) dini hari. (Foto: Antara/Sigid Kurniawan)

Emil mengaku dalam berbagai forum atau kesempatan ketika berkumpul dengan para kepala daerah tingkat kabupaten/kota di Jawa Barat selalu mengingatkan agar mereka menghindari korupsi.

Meskipun saat ini ada kepala daerah tingkat kabupaten/kota di Jawa Barat yang terkena OTT, kata Emil, pihaknya menegaskan tidak akan berhenti untuk mengingatkan agar menghindari korupsi.

Gubernur Emil berkomitmen agar tidak ada lagi kepala daerah yang melakukan korupsi selama ia menjabat.

Oleh karena itu, ia akan memaksimalkan kinerja dari tim Satgas Saber Pungli di wilayahnya untuk memberantas praktik tindak pidana korupsi.

Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat Ineu Purwadewi Sundari mengaku prihatin dengan operasi tangkap tangan KPK terhadap Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar terkait dugaan korupsi pemotongan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Dinas Pendidikan Cianjur.

Menurut Ineu, adanya kepala daerah di Jawa Barat yang kembali tercokok KPK menandakan upaya pencegahan dini terkait antisipasi korupsi harus lebih ditingkatkan lagi.

Selain itu, lanjut Ineu, untuk mencegahan terjadinya tindak pidana korupsi tidak bisa hanya memperhatikan aspek sistem pencegahan semata atau individunya semata namun kedua aspek tersebut harus sama-sama diperhatikan.

Ia menuturkan seharusnya ada tim pengawas khusus yang diturunkan KPK atau pihak terkait saat eksekutif dan legislatif bertemu membahas sesuatu hal terkait pembangunan daerah seperti pembahasan anggaran.

"Pencegahan itu, selalu ikut dari awal perencanaan pembahasan, ada tim pencegahan maka itu akan lebih enak kan. Jadi kita lebih terantisipasi dari awal," kata dia mengutip kantor berita Antara.

Ia mengatakan KPK dan Kementerian Dalam Negeri, telah memberi sinyal bahwa terkait perizinan, mutasi atau rotasi di sebuah pemerintahan daerah rawan korupsi.

Karena itu, pengawasan dini terhadap hal-hal tersebut mutlak harus dilakukan agar tidak terjadi praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. []

Berita terkait
0
Pemimpin G7 Janjikan Dana Infrastruktur Ketahanan Iklim
Para pemimpin dunia menjanjikan 600 miliar dolar untuk membangun "infrastruktur ketahanan iklim" perang Ukraina juga menjadi agenda utama