Jakarta - Sekelumit permasalahan di DKI Jakarta yang sudah tidak layak menjadi ibu kota negara membuat pemerintah memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan ke Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur.
Ragam masalah yang terjadi di Jakarta ini juga pernah diungkapkan Politikus Golkar, Ace Hasan Syadzily.
Dia menilai, pemindahan ibu kota negara ke Pulau Kalimantan merupakan solusi yang bijak untuk mengurangi banyak permasalahan di Jakarta, termasuk soal kemacetan dan ledakan penduduk.
"Berbagai persoalan seperti kemacetan, jumlah kepadatan penduduk yang semakin tinggi, abrasi Jakarta, penurunan permukaan tanah, serta persoalan lainnya menjadi masalah serius yang patut mendapatkan perhatian," kata Ace di Jakarta, Senin, 26 Agustus 2019, dilansir Antara.
Berikut Tagar sajikan fakta-fakta permasalahan kota yang memiliki populasi 15.663 jiwa per kilometer persegi ini, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017.
1. Kemacetan
Saat ini, berdasarkan survei TomTom Traffic Index 2018, Jakarta berada di peringkat ketujuh sebagai kota termacet di dunia. Akibatnya, kemacetan berimbas pada kerugian ekonomi.
Data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menunjukkan angka kerugian negara karena kemacetan di Jakarta pada tahun 2019 mendekati Rp 100 triliun.
"Kerugian perekonomian dari kemacetan ini, data 2013 ini Rp 65 triliun per tahun dan sekarang angkanya mendekati Rp100 triliun," kata Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro di Jakarta, Senin, 29 April 2019.
2. Banjir dan Abrasi
Bambang menuturkan, 50 persen wilayah Jakarta rawan banjir. Bahkan, kota ini seringkali terdampak banjir besar dalam siklus lima tahunan.
Tidak hanya banjir, Jakarta juga diliputi dengan permasalahan abrasi di beberapa wilayah pesisir pantai utara. Setiap tahunnya, permukaan tanah di wilayah utara Jakarta terus mengalami penurunan karena pengurasan air tanah yang berlebihan.
"(Penurunan permukaan tanah) akan terus meningkat sampai 120 sentimeter, karena pengurasan air tanah. Sedangkan air laut naik rata-rata empat hingga enam sentimeter karena perubahan iklim," kata Bambang.
3. Pencemaran Sungai
Bambang melanjutkan, sekitar 96 persen sungai di Jakarta mengalami pencemaran berat.
Pencemaran sungai juga terlihat saat musim kemarau melanda, di mana aliran Sungai Ciliwung menjadi berwarna pekat kehitaman, serta mengeluarkan aroma tidak sedap.
Hal ini yang kemudian dikeluhkan warga yang bermukim di Kelurahan Jatipulo, Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat.
"Siang hari bau menyengat karena limbahnya menguap," kata warga setempat bernama Sumiarti, Jumat, 26 Juli 2019.
4. Polusi Udara
Hasil data AirVisual pada Kamis, 29 Agustus 2019 mencatat polusi udara di Jakarta tertinggi di dunia. Air Quality Index (AQI) Jakarta sebesar 175 hingga pukul 12.07 WIB.
Berdasarkan data tersebut, Jakarta menjadi kota dengan polusi udara terburuk di dunia.
Empat faktor ini ditengarai menjadi permasalahan utama yang menjadi alasan pemerintah untuk memindahkan ibu kota dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur.