Eks Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi Diduga Kuat Terima Suap dari ASN dan Pihak Swasta

Hal ini sebagaimana ditegaskan juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri di Jakarta pada Rabu, 14 September 2022.
Rahmat Effendi atau Bang Pepen. (Foto: MNC)

TAGAR.id, Jakarta - Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi (RE) diduga kuat menerima aliran sejumlah uang dari aparatur sipil negara (ASN) di Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi dan pihak swasta.

Hal ini sebagaimana ditegaskan juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri di Jakarta pada Rabu, 14 September 2022.

Guna mendalami dugaan aliran uang tersebut, KPK memeriksa tiga saksi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Selasa (13/9), dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Rahmat Effendi sebagai tersangka.

"Ketiga saksi bersedia untuk diperiksa dan di dalami pengetahuannya, antara lain berkaitan dengan dugaan adanya aliran uang yang diterima tersangka RE selama menjabat Wali Kota Bekasi dari berbagai pihak swasta dan ASN di Pemkot Bekasi," kata Ali.

Tiga saksi yang diperiksa tersebut ialah Lai Bui Min dari pihak swasta, Direktur PT KBR Suryadi Mulya, dan Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin. Adapun pemeriksaan dilakukan di Lapas Sukamiskin karena ketiganya sedang menjalani hukuman pidana penjara terkait perkara korupsi pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemkot Bekasi.

Penetapan Rahmat Effendi sebagai tersangka TPPU merupakan pengembangan kasus dugaan korupsi terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemkot Bekasi, yang juga menjerat Rahmat Effendi sebagai tersangka.

Usai mengumpulkan berbagai alat bukti dari pemeriksaan sejumlah saksi, tim penyidik KPK menemukan dugaan tindak pidana lain yang dilakukan Rahmat Effendi sehingga dilakukan penyidikan baru dengan sangkaan TPPU.

KPK menduga tersangka Rahmat Effendi membelanjakan, menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaannya yang diduga diperoleh dari hasil tindak pidana korupsi.

Sebelumnya, KPK menetapkan sembilan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemkot Bekasi, yang terdiri atas lima penerima suap dan empat pemberi suap.

Lima tersangka penerima suap adalah Rahmat Effendi, Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Bekasi M. Bunyamin, Lurah Jati Sari Mulyadi, Camat Jatisampurna Wahyudin, dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi; sedangkan empat tersangka selaku pemberi suap adalah Direktur PT ME Ali Amril, Lai Bui Min, Suryadi Mulya, dan Makhfud Saifudin.

Saat ini, Rahmat Effendi sudah berstatus terdakwa dan proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung.

Dalam dakwaannya, Lai Bui Min disebut memberikan suap sebesar Rp4,1 miliar terkait pengadaan lahan untuk pembangunan sistem polder tahun 2022 di Kelurahan Sepanjang Jaya, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi.

Sementara, Makhfud Saifudin memberikan suap sejumlah Rp3 miliar terkait dengan pengurusan ganti rugi lahan SDN Rawalumbu I dan VIII dan Suryadi Mulya memberikan suap sebesar Rp3,35 miliar terkait pengadaan lahan pembangunan Polder Air Kranji.

Ali Amril memberikan suap senilai Rp30 juta karena Rahmat Effendi telah memberikan persetujuan sehingga Ali Amril mendapatkan perpanjangan kontrak pekerjaan pembangunan gedung teknis bersama Kota Bekasi tahun 2021 sekaligus mendapatkan pekerjaan lanjutan pada 2022.[]

Baca Juga:

Berita terkait
Nah Lho! Giliran Anak Buah Rahmat Effendi Digarak KPK
KPK mendalami aliran sejumlah uang untuk tersangka Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi dari para aparatur sipil negara (ASN).
Profil Bupati Pemalang Mukti Agung Wibowo, Pemilik Bisnis Bus Dewi Sri yang Terjaring OTT KPK
Kali ini, yang terjaring OTT adalah Bupati Pemalang, Mukti Agung Wibowo. Selain Bupati Pemalang, tim juga mengamankan sejumlah pihak lainnya.
Pengamat: Langkah KPK Periksa Anies Baswedan Murni untuk Penegakan Hukum bukan Politis
Sugiyanto menjelasakan, KPK bukanlah sekelompok buzzer yang berupaya menghambat rencana pencapresan Anies Baswesdan pada tahun 2024 mendatang.