Untuk Indonesia

Eko Kuntadhi: Kampanye Jokowi dan Masa Depan

Kampanye Jokowi adalah mengkampanyekan masa depan anak cucu kita. Tulisan opini Eko Kuntadhi.
Pekerja menyelesaikan pembangunan panggung jelang Konser Putih Bersatu di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, Jumat (12/4/2019). Konser Putih Bersatu digelar dalam rangka Kampanye Akbar Capres-Cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin yang akan menampilkan lebih dari 500 artis, musisi, budayawan, dan seniman. (Foto: Antara/Puspa Perwitasari)

Oleh: Eko Kuntadhi*

Energi apakah yang menggerakkan ratusan ribu orang berkumpul di satu titik pada siang ini. Mereka mengenakan pakaian putih. Memenuhi sebuah ikhtiar politik untuk bangsanya.

Mereka datang karena ada energi Jokowi yang menariknya.

Energi yang menarik mereka bukan hanya energi politik. Bukan hanya sejenis syahwat perebutan kekuasaan. Jika hanya itu, rasa-rasanya orang tidak harus menjadi emosional dan sentimental hari ini. Sebab, jikapun pada pemilihan Presiden nanti jagoannya memenangkan pertandingan, kekuasaan tetaplah sesuatu yang berjarak bagi mereka.

Mereka juga bukan politisi. Bukan orang yang diuntungkan secara langsung dari perebutan kekuasaan. Tapi mereka tahu pasti, jika salah memilih Presiden kali ini, sebagai rakyat mereka pasti dirugikan.

Memilih Jokowi memang tidak akan mendapat keuntungan secara langsung. Tapi memilih Prabowo kerugiannya bisa langsung dirasakan

Tidak ada rakyat yang suka dipimpin oleh seorang megalomania yang memuja otot. Tidak ada rakyat yang suka dipimpin seorang temperamental dan irasional. Orang yang sering gagal mengendalikan dirinya sendiri, akan menakutkan jika punya kekuasaan.

Semua karakter itu ada pada Prabowo. Rekam jejak menguatkan kesimpulan itu.

Tapi bukan hanya sosok Prabowo pribadi yang mengkhawatirkan. Serombongan manusia di belakangnya juga bikin orang menggigil ngeri.

Kita mengenal ada Bahtiar Nasir, dedengkot pemuja khilafah yang berjuang habis-habisan untuk Prabowo. Ada Chep Hernawan, simpatisan ISIS asal Cianjur. Ada Rizieq dan FPI. Ada HTI yang terus-menerus menebarkan permusuhan pada Pancasila.

Meskipun Prabowo mencoba meyakinkan bahwa dirinya tidak akan mengubah hal-hal dasar dalam berbangsa, tapi melihat gerombolan di belakangnya, siapa yang bisa menjamin.

Bukankah semua kelompok kepentingan politik akan menuntut kompensasi jika Prabowo menang? Kekhawatiran mengenai masa depan Indonesia juga menjadi alasan mengapa orang berbaris di belakang Jokowi.

Jokowi mengajak bangsa ini untuk lebih lincah. Energinya menjadi semacam oli dan bahan bakar. Roda telah berputar. Dan kita terbawa maju bersama.

Itulah yang mendorong rakyat berduyun-duyun datang siang ini ke GBK, Senayan, Jakarta. Lautan manusia itu ingin sekadar menyatakan dirinya bahwa mereka tidak bersedia dirugikan. Mereka berharap negeri ini bisa dihela untuk bergerak maju ketimbang dibetot ke alam kemunduran. Orang-orang yang menyemut di Jakarta hari ini yakin, bahwa memilih Jokowi adalah langkah besar menyelamatkan masa depan Indonesia.

Kami percaya bahwa Jokowi telah menarik gerbong kemajuan yang mulai bergerak. Suara derit roda-rodanya menandakan putarannya belum lancar. Butuh banyak oli untuk melancarkannya. Maklum, kita selama ini terbiasa melaju dengan mesin alakadarnya. Tapi toh, ada kemajuan juga.

Sekarang bukan hanya gerakan  selangkah demi selangkah yang mau kita capai. Jokowi mengajak bangsa ini untuk lebih lincah. Energinya menjadi semacam oli dan bahan bakar. Roda telah berputar. Dan kita terbawa maju bersama.

Di tengah usaha dan kerja keras itu, ternyata banyak orang yang dirugikan. Kelompok-kelompok yang selama ini menari dari gelimang uang ekonomi rente marah. Gerombolan yang biasa merampok sumber daya alam kita protes. Orang yang kenikmatannya terganggu tidak suka Jokowi. Para mafia berusaha menjegalnya.

Sebagian menggunakan isu agama sebagai perisai.

Kita saksikan hujan fitnah dan tudingan disarangkan padanya. Hujatan gak pernah berhenti. Jokowi seperti dipacu untuk membawa gerbong bangsa ini menuju kemajuan, sambil tangannya terus menepis anak panah.

Kita menyaksikan itu dengan mata telanjang. Dan kita tidak rela membiarkannya berjuang sendirian. Hanya mereka yang pengecut saja yang memilih berpangku tangan, lalu berharap orang lain memperjuangkan kepentingannya.

Hari ini kita berbaris di GBK dan menyemuti Jakarta bukan hanya sebagai ekspresi kampanye politik. Ini juga sebagai perwujudan komitmen kita bahwa Jokowi tidak kita biarkan sendiri. Di belakangnya ada kita. Ya, kita. Kamu dan saya, dan semua orang yang mau berpeluh-peluh siang ini. Juga akan memastikan suara kita untuk Jokowi-Amin.

Itulah yang bisa kita berikan. Tidak banyak. Tapi kami berhadap cukup berarti bagi masa depan bangsa ini. 

*Penulis adalah Pegiat Media Sosial

Baca juga:

Berita terkait