TAGAR.id, Jakarta - PT Darya-Varia Laboratoria Tbk (Darya-Varia) hari ini memberikan pemaparan tentang program Corporate Social Responsibility (CSR) yang diusung Perusahaan sejak tahun 2018 dalam rangka pencegahan stunting yang bermitra dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia di bawah kerangka program Peningkatan Upaya Promotif dan Preventif Dalam Rangka Mewujudkan Indonesia Sehat.
Dengan mengambil tema Generasi Sehat Bebas Stunting, Darya-Varia memiliki komitmen untuk selalu mendukung program prioritas Pemerintah di bidang kesehatan masyarakat, yang akhirnya dapat menciptakan generasi Indonesia yang sehat, cerdas, dan berkualitas.
Mengambil lokasi di desa Cibatok II, Kabupaten Bogor, program Generasi Sehat Bebas Stunting dapat menurunkan angka stunting pada anak sebesar 80% secara bertahap selama 5 tahun berjalan berkat sinergi yang solid antara Darya-Varia dengan seluruh elemen masyarakat serta mitra terkait.
Program ini menjadi berbeda karena kegiatan-kegiatan intervensi yang dilakukan lebih dari sekadar pemberian suplemen gizi dan nutrisi.
Di awal program tahun 2018, terdapat 68 anak yang mengalami stunting. Melalui berbagai program pencegahan dan edukasi, angka ini terus menurun dan pada tahun 2023 angka stunting berhasil ditekan dengan hanya 13 anak.
dr. Ian Kloer, Presiden Direktur PT Darya-Varia Laboratoria Tbk, dalam sambutannya mengatakan Darya-Varia sebagai perusahaan farmasi yang bergerak di bidang kesehatan memiliki tanggung jawab moral untuk berkontribusi dalam implementasi program-program prioritas Pemerintah Indonesia di sektor kesehatan, termasuk program pengentasan stunting.
“Stunting telah menjadi isu kesehatan yang membutuhkan perhatian khusus di Indonesia. Perlawanan terhadap stunting memerlukan pendekatan dan intervensi sistematis terhadap ekosistem, selain pemenuhan gizi yang optimal. Upaya mengentaskan stunting di Indonesia bukan hanya masalah fisik, tetapi juga masalah sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kesejahteraan bangsa," lanjut dr. Ian Kloer.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan.
Stunting menyebabkan hambatan perkembangan kognitif dan motorik, penurunan kapasitas intelektual, dan meningkatkan risiko penyakit tidak menular di masa depan.
Menurut estimasi UNICEF, prevalensi stunting di Indonesia sangat tinggi, yaitu 31,8% pada tahun 2021. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia dan Afrika. Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan prevalensi stunting menjadi 14% pada tahun 2024.
dr. Boy Abidin Sp.OG (K), dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dalam pemaparannya mengatakan stunting dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain asupan gizi, status kesehatan, lingkungan sosial, lingkungan kesehatan, lingkungan permukiman, pendapatan, kesenjangan ekonomi, sistem pangan, jaminan sosial, sistem kesehatan, pembangunan pertanian, dan pemberdayaan perempuan.
"Oleh karena itu, stunting sudah menjadi isu kesehatan yang membutuhkan perhatian khusus di Indonesia. Perlawanan terhadap stunting memerlukan pendekatan sistematis terhadap ekosistem, selain pemenuhan gizi yang optimal," ucapnya.
Program-program yang dijalankan setiap tahunnya antara lain edukasi kesehatan secara umum kepada kader Duta Sehat, Pelatihan Peningkatan Kompetensi Bidan, Pemberdayaan Posyandu melalui pengadaan bahan makanan sehat dan peralatan kesehatan, pengecekan kesehatan gratis.
Mendukung pembangunan infrastruktur kesehatan seperti pembangunan Unit Kesehatan Sekolah, edukasi perilaku hidup sehat dan budaya cuci tangan di beberapa SD sekitar, edukasi tentang pemenuhan gizi pada anak, edukasi keterampilan orangtua mengasuh anak (parenting), dan edukasi seks dan kesehatan reproduksi dengan target siswa/i SMP untuk menekan angka pernikahan usia remaja.
“Edukasi seks dan reproduksi bagi remaja dapat memberikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk membuat keputusan yang bertanggung jawab tentang seksualitas, kesehatan reproduksi, dan perencanaan keluarga. Pernikahan dini pada remaja dapat meningkatkan risiko seperti komplikasi kehamilan dan persalinan, kematian ibu dan bayi, infeksi menular seksual, kekerasan dalam rumah tangga, kemiskinan, dan stunting pada anak," ungkap dr. Boy Abidin.
Enjang Hariri, S.Ip, Sekretaris Desa Cibatok II juga menambahkan sangat mengapresiasi Darya-Varia yang telah melaksanakan berbagai program untuk membantu menurunkan angka stunting ini secara berkelanjutan.
"Dengan dukungan yang terus-menerus, desa Cibatok II ini berhasil menurunkan angka stunting secara signifikan. Program ini menjadi berbeda karena kegiatan-kegiatan intervensi yang dilakukan lebih dari sekadar pemberian suplemen gizi dan nutrisi," ucapnya,
Namun, lanjutnya sudah menargetkan hal-hal yang sifatnya pencegahan di hulu seperti penyuluhan kesehatan ibu dan anak, perbaikan sanitasi lingkungan, pemberdayaan keluarga, dan terutama edukasi dini pada remaja.
“Program ini sangat membantu keluarga kami untuk memenuhi kebutuhan gizi yang baik, seperti dengan memberikan suplemen, makanan bergizi, dan konsultasi kesehatan," tutur Ningsih Mintarsih, kader Posyandu yang sangat terbantu dari program Generasi Sehat Bebas Stunting.
Edukasi yang dilakukan juga memberikan pengetahuan dan keterampilan yang berguna untuk meningkatkan kualitas hidup, Kami berharap program ini terus dilanjutkan di tahun-tahun berikutnya untuk memberikan dampak positif bagi keluarga dan generasi mendatang, sehingga apa yang telah dicapai oleh program ini dapat berpengaruh pada prestasi dan potensi anak-anak. []